Feel Down

1.3K 65 2
                                    

Aku belum siap menerima perubahanmu. Bukan ini perubahan yang ku mau. Aku seperti orang asing sekarang di matamu.

🍁🍁🍁

Kannia menatap lurus tanah kosong disamping jendela kelas tempat dia duduk. Waktu istirahatnya dia buang sia-sia untuk merenung. Mengingat kembali setiap kejadian di lapangan basket kemarin. Dua jam pelajaran sudah,  dia hanya melamun. Pelajaranpun tak ada yang dia mengerti. Semua itu karena Vano.

"Nih" Kannia terkejut dengan suara yang tiba-tiba itu. Seorang cowok dengan membawa bungkusan hitam.

"Apa ini?" tanya Kannia bingung. Bungkusan hitam itu diletakkan di meja depan Kannia.

"Makanlah. Lo kayak mayat hidup tahu nggak" Alex tertawa renyah. Kannia hanya tersenyum membalasnya.

"Mana ada mayat itu hidup"

"Ada. Kannia Andhira" Alex membuka bungkusan yang dia bawa. Didalamnya beragam macam merek roti dan dua air mineral. Alex memang berniat akan berbagi makanan kepada Kannia. Alex tahu Kannia sejak tadi sering melamun.

"Vano ya?"

"Hah?!" Kannia mendengar nama itu. Seseorang yang telah menjungkir balik dunianya. Kini hatinya tahu kemanakah dia akan memilih. Karena hati akan memilih yang terbaik.

"Lo kayak gini karena Vano kan?" ucap Alex memperjelas perkataan sebelumnya. Kannia terdiam. Semua yang diucapkan Alex memang benar. Tapi Kannia ragu. Haruskah dia menceritakan masalahnya dengan Vano?

Alex tersenyum tipis. Dia sudah tahu diamnya Kannia adalah jawaban 'iya' untuknya,"Yaudah nih makan" katanya seraya memberikan sebungkus roti isi coklat kesukaan Kannia.

Sebenarnya Kannia tidak ada mood untuk makan. Rasanya benar-benar tidak enak. Tapi apakah dia akan menolaknya? Tidak. Kannia mengambil roti itu dan memakannya dengan pelan. Walaupun hatinya kacau, dia tidak ingin membuat Alex tersinggung karena menolak pemberiannya.

"Thanks buat rotinya. Lo memang teman terbaik gue"

Alex tersenyum lalu mengacak pelan rambut Kannia. Cuma temen ya? Gue memang nggak pernah ada dihati lo Kan. Batin Alex.

***
"Ada apa lagi ini?" bentaknya. Menatap garang kedua cowok didepannya.

"Jawab saya!" suara cemprengnya memenuhi ruangan bertanda 'wakil kepala sekolah' itu.

"Ck.. Saya kan sudah bilang Bu Sri... " Vano menatap tajam lalu menunjuk cowok disampingnya,"Dia yang mulai cari gara-gara sama saya" bantah Vano.

Cowok di sampingnya menatap malas Vano balik,"Lo duluan. Lo yang tonjok gue" sungut cowok itu.

"Gue gak akan tonjok lo kalau lo gak songong. Adek kelas aja sok gaya lo" Vano mulai terpancing emosinya. Vano sedikit meringis saat luka sobek di bibirnya terasa perih.

"Gue gak so-

"Stop!!" Bu Sri yang notabene nya wakil kepala sekolah itu tengah mengatur nafasnya. Kepala sangat pusing mendengar perdebatan tidak berfaedah dari kedua murid ini.

Bu Sri memijat pelipisnya,"Ceritakan secara detail apa yang terjadi. Kamu...  Coba ceritakan" Bu Sri menunjuk seorang cowok disamping yang merupakan lawan bertengkar Vano tadi.

"Vano merokok di sekolah Bu Sri. Saya cuma menegurnya saja, tapi dia malah menonjok saya" terang cowok itu. Bu Sri balik menatap tajam Vano, mencari jawaban apakah yang dikatakan cowok itu benar.

Vano tersenyum miring meremehkan,"Gue beli rokok pakai uang gue sendiri. Jangan ikut campur deh" sungut Vano.

"Vano!" Bu Sri menatap tajam murid terbandelnya ini,"Lari keliling lapangan dua puluh kali dan push up tiga puluh kali"

Step of Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang