Cinta? dendam? ambisi? Aku terjebak di antaranya. Berikan aku jalan untuk membuatnya mudah
🍁🍁🍁
Kannia mendengus kesal. Sejak pagi tadi dia tidak keluar kamar. Kakinya benar-benar menyiksanya. Kannia benar-benar bosan dirumahnya. Kak Dino sudah kembali lagi ke Surabaya. Kenapa kak Dino cepet banget baliknya disaat Kannia butuh teman. Pagi tadi dokter sudah memeriksanya. Beliau memberikan salep agar tidak terjadi pembekakan pada kaki Kannia yang terkilir. Pantatnya sudah tidak sesakit sebelumnya.
Kannia kembali mengecek ponselnya berharap pesannya dibalas oleh Kak Rakka. Namun dia hanya bisa menenangkan hatinya sendiri saat tidak ada balasan. Diread saja tidak. Apa Kak Rakka segitu sibuknya ya sampai pesan aku diabaikan? Kannia bertanya-tanya dalam hati. Akhirnya Kannia memutuskan untuk masuk ke kamar mandinya dan menikmati air panasnya.
Pukul 5 sore. Kannia berjalan terpincang-pincang menuju ke balkonnya. Menatap langit senja yang berwarna jingga. Dia menyukai suasana pada sore hari. Suasana hangat yang akan menghilangkan sejenak kesedihan dan keresahannya. Bahkan dia juga bermimpi akan mengajak Rakka menikmati senja saat matahari terbenam di bukit.
Pintu kamar Kannia terbuka. Menghadirkan sesosok perempuan yang berperan besar dalam hidup Kannia. Sarah. Ibu Kannia. Beliau yang menjadi cerminan untuk Kannia. Yang menuntun Kannia hingga sebesar ini. Kannia bangga pada sosok ibunya itu. Sempat terfikirkan olehnya, bahwa dia beruntung dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena memiliki keluarga yang lengkap dan sempurna. Ayah, Ibu, Kak Dino, Kannia begitu menyayangi mereka.
"Gimana kakinya? Udah baikan? Dibawah ada temen kamu tuh" kata Sarah mengelus rambut hitam anaknya yang tergerai.
"Siapa Bu?" tanya Kannia penasaran.
"Siapa ya tadi? Va.. ah ya Vano" Kannia membelalakkan matanya tak percaya. Darimana Vano tahu alamat rumahnya?
"Turun gih. Kasian dia nunggu." Sarah berjalan menuntun Kannia pelan agar tidak terjatuh karena kondisi kakinya itu.
"Ibu tinggal dulu ya?" kata Sarah saat sampai di ruang tamu.
"Kakak tahu darimana alamat rumah aku?" tanya Kannia saat sudah mendudukkan pantatnya di sofa. Di samping Vano.
"Sekretaris kelas lo." jawab Vano dengan wajah datarnya. Ck wajah datarnya seakan menunjukkan betapa sombong dan dinginnya dia.
Kini Vano dan Kannia duduk di ayunan yang terdapat di samping pekarangan rumah Kannia. Ini adalah keinginan Kannia. Akhirnya Kannia mengajak Vano untuk duduk di ayunannya. Di sini tumbuh pohon mangga yang sangat besar. Saat Kannia mulai menginjak 5 tahun. Derry-Ayah Kannia membuat dua buah ayunan yang tergantung di pohon mangga tersebut. Satu untuk Kannia sendiri dan satu untuk Dino.
"Besok lo sekolah kan?" tanya Vano memecah keheningan. Kannia yang terpejam dan menikmati angin sore yang segar seketika membuka matanya. Kannia menatap Vano dan mengangguk.
"Bagus. Bawain gue bekel nasi goreng kayak di chat tadi." kata Vano memerintah. Kannia berdecak. Kaki gue aja belum sembuh bener. Eh... kumat lagi dah sifat bossynya.
"Iyaiya. Gue bakalan banyakin tuh kecap." kata Kannia sinis. Dia sudah tahu kalau Vano tidak terlalu banyak kecap. Apa salahnya sih? kecap kan manis. Semanis wajahku. Eakk. Kannia terkikik geli dalam hati. Udah ngelantur aja tuh.
"Gue udah bilang ya sama lo kalau gue gak suka kecap." tuh kan.
"Apa salahnya sih nyoba. Kecap kan manis."
"Suka-suka gue dong."
"Dih. Suka-suka yang masak dong."
"Suka-suka yang makan kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Step of Heart [Completed]
Teen FictionIni kisah mereka, Kannia Andhira, Alvano Jay Rhandika, dan yang lainnya. Kannia si-cewek ceria dengan semua ceritanya harus terjebak diantara dendam dan kesalahpahaman. Bad boy Vano dan cinta pertamanya, Rakka. Alvano si-cowok bad boy dengan sejut...