Misi mulai dijalankan

1.7K 86 0
                                    


Disaat logika dan hati bertolak belakang

🍁🍁🍁

Kannia meremas ponselnya, baru saja dia dapat pesan dari Rakka untuk segera menembak Vano. Memang Kannia sudah pernah menembak cowok-Rakka sebelumnya. Tapi jangan lupa kalau dia adalah seorang cewek. Ada perasaan resah yang dia rasakan. Apalagi dia akan menembaknya dengan tujuan menyakiti.

Dimana rasa kasiannya? demi menjadi pacar Rakka, dia rela melakukannya. Tapi, ada juga rasa untuk memperbaiki dan mengubah sisi negatif dari diri Vano. Apalagi Kannia telah mendengar cuplikan kisah Vano yang menyedihkan. Hidup tanpa kasih sayang ibunya sejak kecil.

Kannia semakin bingung sendiri. Sudah terhitung seminggu dia menjadi babunya. BABU VANO. Dan, dalam waktu dekat Kannia harus menembaknya? Apa gue batalin aja ya rencana gue? Tapi Rakka? Tapi gue juga kasian sama Vano. batinnya terus berperang, antara cinta dan... kasihan?

Kannia menscroll nama-nama di kontak ponsel. Matanya terpaku pada satu nama.Cessa Rempong. Akhirnya Kannia memutuskan untuk meneleponnya.

"Halo?" terdengar suara cempreng di seberang sana.

"Halo Sa. Ke Cafe biasa yuk sekarang,lagi boring nih gue. Mau cerita." sahut Kannia.

"Oke my love. Otw." sambungan terputus dari pihak Cessa. Huh emang gak sopan banget tuh anak main mati-matiin aja. Mending gue siap-siap dulu deh

Sesampainya di Cafe, mata itu memutar menyusuri deretan bangku Cafe. Tuh dia! rupanya Cessa sudah sampai.

"Lama amat neng datangnya. Lo yang nyuruh gue datang sekarang. Eh... lo nya telat. Gue kira lo udah sampai duluan." Cerocos Cessa saat Kannia baru menghampirinya. Yee... belum juga duduk udah nyerocos aja tuh anak. Tuh mulut cuma bisa kicep di depan Vano. Ya.. Vano lagi.

"Mau cerita apa?" tanyanya sekali lagi. Sepatu Kannia mengetuk-ngetuk lantai Cafe. Gugup.

"Gimana menurut lo kalau gue batalin aja rencana gue ke Vano?" tanya Kannia pelan. Sangat pelan. Tidak tahu deh dia dengar apa tidak. Apa gue harus merelakan perasaan gue demi Vano. Kasian juga dia nya.

"HAH APA? LO SERIUS?" teriaknya. Keras lagi. Bikin malu aja,kirain dia gak denger sama ucapan gue barusan.

"Lo serius mau batalin? Gimana tuh sama CINTA lo?" serunya lagi dan menekankan suaranya saat mengucapkan cinta. Kannia hanya diam tak menggubrisnya.

"Kalau lo mau batalin itu semua, gue bakal dukung banget." katanya. Dari kemarin-kemarin memang  Cessa tidak terlalu suka sama rencana sahabatnya itu, atau mungkin memang tidak suka.

"Terus gimana sama kematian adiknya Kak Rakka?" tanya Kannia pada akhirnya. Kannia juga kasihan melihat kesedihan Rakka saat kematian adiknya.

"Terus apa hubungannya sama lo?" tanyanya sinis. Kannia menggeleng," Ya nggak ada sih?"

"Terus lo tahu gitu penyebab pasti kematiannya yang berhubungan sama Vano?"tanyanya sekali lagi. Kannia lagi-lagi hanya menggelang. Ya... memang dia tidak tahu apa yang dilakukan Vano sampai-sampai menjadi penyebab kematian adik Rakka. Dan sekarang Rakka benar-benar membencinya.

"Kenapa gak lo tanyain ke Rakka itu sih?" tanyanya mulai geram.

"Ya kan gue udah percaya aja sebelum tanyain ke dia." kulihat Cessa mengelus-elus dadanya. Segitu keselnya ya sama Kannia?

"Sebaiknya lo tanya aja deh dulu biar lebih jelasnya. Pelajaran aja doang lo pinter, masalah gini aja gak bisa." sinis Cessa.

"Apa? lo mau bilang kalau gue bodoh gitu?". Dia hanya mengedikkan bahu,"tuh tahu." Nyeselin kan.

Karena keasyikan ngobrol kami jadi belum pesan apa-apa. Akhirnya Cessa melambaikan tangan memanggil pelayan.

"Lo mau pesen apa Kan?" tanyanya membuyarkan lamunan Kannia saat itu juga.

"Vanilla latte aja deh." jawabnya malas. Cessa mengangguk," Udah itu aja?" Kannia hanya mengangguk pelan. Akhirnya pelayan tersebut meninggalkan meja kami. Kini pikiran Kannia kembali menimang-nimang. Tentang Rakka-Vano-dan kematian adiknya. Mungkin Cessa benar gue harus tanya langsung sama Rakka.

***

Sekali lagi Kannia berhasil mengajak Rakka ketemuan. Bukan di Cafe lagi, melainkan di taman kota, tempat waktu Kannia menyatakan perasaannya kepada cowok itu. Kannia tersenyum geli saat mengingat kejadian itu.

"Ada apa?" suara seseorang mengagetkanku. Kannia mengelus dada, ternyata dia Rakka.

"Hmm... Aku mau batalin aja deh rencananya." kataku to the poin. Kepalanya tertunduk di tanah mengamati semut-semut yang berjalan. Kannia gak tahu lagi deh gimana ekspresi Rakka saat ini. Marah? kaget? kesel?

"Kenapa?" tanyanya tegas. Tuh kan. Pasti dia lagi marah banget tuh. Apa yang akan gue jawab sebagai alasan. Ah ya!

"Aku bingung aja Kak, kenapa Aku harus ikut dalam dendam Kakak itu? kan gak ada hubungannya sama Aku. Lagian Kakak juga tidak memberi tahu alasan kamatian adik Kakak?" kata Kannia masih menunduk. Kulihat dari bawah, langkah kakinya mendekat kepadaku. Duh rasa ini masih ada. Masih jantungan kalau dekat dia.

Kedua telapak Vano menangkup wajah Kannia. Mendongakkannya agar dia bisa menatapnya. Kini mataku menatap mata coklat gelapnya yang indah. Untung aja saat ini taman tidak terlalu ramai.

"Lo mau denger ceritanya?" Kannia hanya bisa mengangguk tanpa berkata-kata. Terlalu gugup saat menatapnya. Rakka menggenggam tangan Kannia dan menariknya ke salah satu bangku taman yang kosong.

Vano mendengus,"Gue sama Vano dulu adalah sahabat. Dari SD kita selalu bersama. Asyik-asyikan, kocak banget pokoknya. Tapi semuanya berubah sejak kejadian itu." genggaman tangan Rakka di tangan Kannia makin erat. Kannia memberanikan diri untuk mengelus punggung tangannya.

"Sampai akhirnya ada seorang cewek datang diantara kita. Namanya Naura. Dia cantik, sangat cantik. Gue mulai ada perasaan sama Naura. Dia selalu terlihat pucat, tapi gue gak tahu Naura sakit apa. Adik gue, Sekar, menyukai Vano. Sekar sangat teropsesi sama Vano. Jika Sekar masih hidup, dia seperti lo. Sekar seumuran sama lo." Rakka menatap Kannia sendu lalu tersenyum.

"Setiap hari dia buatkan cake buat Vano. Dia selalu menitipkannya ke gue untuk di berikan kepada Vano. Dia memerintahkanku jangan bilang kalau cake itu buatannya. Mungkin dia malu. Akhirnya gue beralasan kalau cake itu buatan mama gue. Pernah dengan beraninya adikku mengungkapkan perasaannya kepada Vano, tapi Vano menolaknya. Vano ternyata hanya menganggapnya adik. Sekar saat itu benar-benar kecewa. Perlahan dia mulai menerimanya." jelas Rakka. Dia menengadahkan kepalanya menatap langit. Matanya berkaca-kaca dibalik kacamatanya.

"Sampai akhirnya, gue sama Sekar melihat Vano dan... dan Naura berpelukan. Terlebih saat Naura bilang cinta ke Vano. Sekar menangis, hatinya sakit. Hati gue juga sakit. Sekar berlari sekencang-kencangnya sambil menangis. Gue mengejarnya, tapi gue terlambat. Sekar sudah tergeletak di jalanan dengan penuh darah. Gue gak tahu siapa penabraknya, karena disitu tidak ada siapapun. Sekar menghembuskan nafas terakhirnya. Gue bener kecewa sama Naura dan Vano. Sejak saat itu gue menghilang dari kehidupan Vano. Tamat. Hahaha" lanjut Rakka lagi sambil menaruh kepalanya di pundak gue.

Sejenak Kannia merasa iba kepada Rakka. Dia sangat menyayangi adiknya. Oh Rakka yang malang kini gue merasa bingung dengan pilihan gue. Membantu Rakka? tapi kasian juga Vano.

"Gue harap lo mau membantu gue. Hanya lo yang gue punya, bantu gue buat Vano merasakan gimana sakitnya Sekar. Lo mau kan?" Rakka mengangkat kepalanya dan menatap kurus ke arah Kannia. Ada kesedihan di dalamnya. Tanpa sadar Kannia mengangguk. Loh?loh? Oke gua akan coba bantu lo Kak. Dan Sekar.

Yah inilah keputusan Kannia. Misi mulai dijalankan. Membantu Kak Rakka membuat Vano sakit. Sesakit apa yang dirasakannya dan adiknya-Sekar. Kannia juga akan membuat Vano sadar dan berhenti untuk melakukan hal-hal yang buruk. Berhenti jadi badboy. Semoga gue bisa.

-------

Vomentnya dung? Makin ruet aja  nih cerita. Pengen banget namatin.

WM



Step of Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang