Belajar

1.3K 92 1
                                    

Ajarkan aku tuk bisa mengerti hatimu. Selalu saja aku yang bingung sendiri mengartikan semua sikap manismu

🍁🍁🍁

Gak baik jadi silent reader😊
Tinggalkan jejak setelah membaca ya!
Vote dan commentnya??
Happy reading 😘

- - - -

Gadis itu melirik sinis kearah sampingnya. Kearah cowok yang kini berkutat pada game di ponselnya. Sedaritadi dia terus saja diabaikannya. Lalu untuk apa dia disini? Menemani patung hidup? Pikirnya.

Cowok itu sesekali melirik kesampingnya. Mengulum senyum agar tawanya tak pecah. Wajah kesal cewek disampingnya sudah jelas tergambar dipandangannya. Bukannya ingin mengabaikannya, tapi cowok itu hanya tidak ingin menanggapi cewek yang sedang emosi itu. Mungkinkah dia sedang pms? Entahlah. Biarkan saja, bisa-bisa kena semprot jika berani membantahnya. Cowok itu hanya bisa menjawab iya dan anggukan kepala.

"Cuekin aja terus, kalau tahu gitu aku kekelas aja sama Cessa" sindir Kannia sinis. Vano menoleh kesampingnya sebentar lalu mengakhiri gamenya. Mau cari aman aja. Bisa-bisa ponselnya kena banting nanti.

"Kenapa lagi sih? Gue nanti pasti belajar kok. Janji" ucap Vano lembut sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya keatas. Kannia memicing curiga.

Vano meniupi rambut poni didahinya,"Kenapa? Gak percaya?" Kannia bergumam. Wajah-wajah Vano seperti meragukan dimata Kannia. Maksud Kannia baik, dia ingin pacarnya itu mendapatkan nilai yang baik saat UN yang akan berlangsung besok lusa hari Senin. Sedangkan yang diharapkan? Masih santai saja. Sepertinya Vano tidak merasa gelisah, takut, gugup, atau apalah itu yang dialami anak-anak lain yang akan melaksanakan UN. Hidupnya terlalu santai untuk memikirkannya.

"Pokoknya Kak Vano harus belajar"

"Iya iya" kata Vano pasrah. Memang ya kalau cowok gak bakal sanggup untuk berdebat dengan wanita. Begitupun dengan Vano, lebih baik diam.

"Kalau sampai nilainya jelek awas aja" ancam Kannia dengan wajah dibuat segalak-galaknya. Vano meringis, dia fikir Kannia adalah sosok wanita yang kalem. Entah kenapa hari ini dia sangat emosional. Walaupun begitu, tak akan mengurangi rasa sayang Vano padanya. Sayang? Yang Vano rasakan adalah ingin menjaga gadis ini. Gadis yang sekarang menjadi pacarnya.

"Nanti deh gue kerumah lo"

"Ngapain?" pekik Kannia kaget.

"Belajar di rumah lo biar gue semangat. Kan ada moodbosternya" ucap Vano seraya menyenggol bahu Kannia. Dengan malunya, Kannia membuang mukanya kesamping.

"Apaan sih"

***

Pensil Kannia menari-nari diatas kertas putih bertuliskan angka-angka yang rumit. Ya benar. Kannia sedang mengerjakan atau lebih tepatnya menyicil tugas liburannya. Satu minggu kedepan kelas sepuluh dan sebelas diliburkan, apalagi kalau bukan kelas duabelas yang akan melaksanakan UN. Penentuan masa depannya. Dan sekarang, Kannia memikirkan Vano. Dia sangat was-was terhadap nilai yang akan dicapai Vano, itu semua karena Vano terlihat santai saat akan UN sudah mendekat.

Disaat Kannia sibuk memikirkan Vano dan tugasnya diabaikan begitu saja, terdengar suara di balik jendela kamar Kannia yang tertutup gorden warna ungunya. Seperti suara lemparan batu? Kannia kembali fokus dan mengabaikan suara itu. Ternyata setelah dibiarkan lama kelamaan suara itu juga mengganggu konsentrasinya. Ingin rasanya Kannia dapat mencincang orang yang usil itu. Terlebih saat pelakunya adalah Fito, tetangga Kannia yang usil yang sekarang masih duduk dibangku SMP.

Seperti tak ada rasa takut Kannia membuka sedikit jendela kamarnya lalu melongokkan kepalanya sedikit mencari-cari siapa pelakunya. Dan tepatnya kamar Kannia berada di lantai dua dengan balkon kecil. Matanya memicing kearah bawah, lalu membulat sempurna.

Dengan semangat empat lima, Kannia membuka jendela kamarnya lebar-lebar dan berjalan lebih dekat mencengkeram besi balkonnya. Penglihatannya tidak salah. Ucapan cowok itu tadi siang benar-benar terbukti.

"Kakak ngapain disini?" ucap Kannia keras, tapi tidak terlalu keras juga. Takutnya ada tetangga yang terganggu. Tanpa menjawab, cowok itu memanjat pohon mangga didekat balkon dengan gesit. Memanfaatkan cabang-cabangnya lalu mendarat sempurna di di depan Kannia.

Kannia mengerjap berkali-kali. Aksi nekatnya itu membuatnya tak habis pikir. Bagaimana kalau nanti dia jatuh dan patah tulang? Lagipula di rumah Kannia tersedia pintu didepan. Terbuka lebar-lebar untuk siapapun yang bertamu. Kalau seperti ini cowok itu adalah maling.

"Belajar" jawab cowok itu enteng seperti tak sadar akan kelakuannya.

Kannia masuk kedalam kamarnya lalu keluar dengan tikar yang dibawanya. Tak lupa juga dia menyalakan dua lampu di balkonnya agar lebih terang.

"Kakak silahkan belajar. Aku juga mau ngerjain tugas" Vano ikut bergabung duduk beralaskan tikar itu.

"Emang ada tugas? Kelas kamu kan libur." Kannia terdiam. Terlihat seperti memikirkan sesuatu. Ada yang berbeda di dalam ucapan Vano tadi. Bukan karena tugasnya tapi...

"Kamu? Kakak manggil aku kamu?" tanya Kannia memastikan. Tidak salah sih, toh juga Vano pacarnya. Tapi terasa sedikit berbeda saja. Vano yang tidak pernah memanggilnya kamu, kini terasa menggelikan saat Vano mengucapkannya.

"I-iya kenapa? Aku kan pacar kamu" Kata Vano tegas walau sedikit kentara gugupnya. Memang Vano berniat membiasakan diri memanggil Kannia dengan 'aku kamu'. Dan itu semua atas saran Galih. Rupanya Vano menuruti saran teman gilanya itu dan sekarang dia yang malu sendiri.

Kannia mengedikkan bahu acuh,"Gak papa. Sedikit aneh aja"

"Mangkanya dibiasakan. Mulai sekarang manggilnya pakai aku kamu oke"

Kannia hanya membalasnya dengan gumaman lalu melanjutkan mengerjakan tugasnya. Begitupun dengan Vano. Entah mengapa rasanya berbeda dengan belajar sendiri dikamarnya tadi. Terasa lebih semangat jika belajar sambil mencuri pandang ke arah cewek didepannya ini.

"Jangan lihatin aku terus Kak! Belajar yang benar" Vano terkekeh. Ketahuan sudah jika dia mencuri pandang kearahnya. Dan lihat sekarang, Kannia duduk membelakanginya. Mengabaikan Vano yang merenggut kesal karena merasa diacuhkan. Dengan setengah ikhlas, Vano mulai membuka lembaran bukunya satu persatu seraya mencoba merekam semua yang sudah dibacanya kedalam otak. Vano hanya berdoa agar soal UN diesok hari lebih mudah dari prediksinya. Doakan sajalah.

"Huh... Aku doakan saja Kakak dapat nilai yang terbaik"

"Amin" ucap Vano mengamini. Posisi Kannia dan Vano sekarang adalah berbaring diatas tikar dengan mata menatap langit-langit. Menatap langit hitam berbubuh bulan sabit berbintang dengan suara khas malamnya.

"Aku mau tanya deh Kak" celetuk Kannia yang membuat Vano menoleh kepadanya seketika.

"Apa?"

"Apa yang kakak suka dari aku?" Kannia membuang muka setelah pertanyaan konyol itu terlontar dari mulutnya.

"Gak tahu" Kannia menganga. Jawaban macam apa itu? Pikirnya.

"Kok nggak tahu sih. Kenapa nembak aku coba kalau jawabannya nggak tahu" ucapan Kannia berubah sinis. Emosinya hari-hari ini tidak stabil, mungkin karena efek datang bulannya. Oleh karena itu, jangan bermain emosi dengannya.

"Aku juga nggak tahu alasannya. Hati aku aja yang udah pilih kamu. Memilih yang terbaik buat aku" jawab Vano simpel.

Tanpa terasa pipi Kannia memanas. Walau dengan jawaban sesimpel itu mampu membuat hatinya bergetar. Vano tidak romantis, iya Kannia tahu itu. Tapi Kannia juga tahu ada kesungguhan di setiap ucapannya itu. Dan malam ini bersamaan dengan bintang jatuh, hanya satu harapan Kannia. Bersama dengan Vano untuk seterusnya nanti.

Tbc ya guys..  Tunggu aja jangan lupa vommentnya❤
Aku respect banget sma kalian yang udah nyempatin diri buat vote dan commentnya. Makasih banget deh pokoknya 🙏

Lovelovemuach😘

WM

Step of Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang