34. Girlfriend

12.6K 1.5K 104
                                        

Iya, gue ngaret lg updatenya. As always. Sorry ya! HEHE. Enjoy!!

*
Semenjak Audrey dan Riel sudah kembali berhubungan baik, mereka menghabiskan waktu bersama-sama hampir setiap hari. Mereka selalu bersama saat jam istirahat dan Riel terkadang mengantarkan Audrey pulang. Jika akhir pekan mereka tidak ada acara keluarga, maka mereka akan pergi berdua. Atau terkadang bahkan Riel makan malam bersama keluarga Audrey dan begitupun sebaliknya.

Hubungan mereka sudah layaknya seperti sepasang kekasih. Namun sampai sekarang, belum ada lagi kata cinta yang terucap dari bibir mereka semenjak pernyataan cinta Audrey saat itu. Sejauh ini, mereka hanyalah dua orang teman yang menghabiskan waktu bersama-sama.

"Lucas, mau kemana lo?" tanya Bev saat melihat Riel menuruni tangga dengan pakaian rapi.

"Mau pergi."

Bev langsung memberikan tatapan jahil. "Cie, mau pergi sama Audrey lagi ya. Belakangan ini nempel mulu lo berdua kayak udah ada magnet di antara kalian."

Riel mendengus sebal sambil berjalan menghampiri Bev yang sedang duduk di sofa. "Bahasa lo apaan banget sih. Orang cuma mau pergi makan doang. Lo mau ikut?"

"Nggak ah. Gue nggak mau jadi nyamuk tahu. Btw, hubungan kalian itu sebenernya apa sih?' tanya Bev dengan penasaran. "Udah jadian ya?"

Riel mengangkat kedua bahunya. "Masih temen."

"Kok bisa masih temen sih? Emang lo belom nembak dia?" Bev menatap Riel dengan heran.

"Belom," balas Riel sambil menggaruk bagian belakang lehernya.

"Ya Tuhan! Lo nunggu apaan lagi sih? Udah jelas-jelas lo suka sama dia dan dia juga suka sama lo. Ntar kerebut orang baru tahu rasa!"

"Ih, lo mah. Ngomongnya gitu banget. Gue cuma bingung aja gimana cara ngomong ke dianya. Secara pas itu kan gue nolak dia." Riel memasang ekspresi kebingungan. "Apa dia bakal nerima gue?"

Bev mulai greget mendengar ucapan saudara kembarnya yang tidak masuk akal. "Ya pasti diterima lah! Dodol amat sih lo. Kenapa coba dia nggak mau terima?"

"Kan siapa tahu. Udah ah, gue mau pergi. Ntar Audrey nunggu kelamaan. Bilangin ke Papa sama Mama ya. Bye!" Riel pun berjalan meninggalkan Bev yang kembali asik menonton televisi.

Saat dalam perjalanan menuju rumah Audrey, Riel terus memikirkan ucapan Bev tadi. Apa waktunya sudah tepat untuk membicarakan hubungan dengan Audrey? Apa Audrey masih sakit hati soal penolakannya saat itu? Tapi, ia juga tidak ingin terus-terusan hanya menjadi seorang teman. Ia ingin Audrey menjadi miliknya sehingga tidak ada yang bisa merebut Audrey darinya. Ia ingin menjadi satu-satunya orang yang bisa diandalkan Audrey dalam keadaan apapun. Ia ingin menjadi laki-laki yang bisa membahagiakan dan menjaga Audrey. Ia ingin menjadi laki-laki spesial dalam hidup Audrey.

Setelah memantapkan dirinya, ia pun mampir terlebih dahulu ke toko bunga terdekat untuk membelikan sebuket bunga mawar merah. Entah mengapa, ia selalu merasa dejavu jika melihat mawar merah. Padahal baru Audreylah perempuan yang ia berikan bunga. Belum lagi rasa gelisah yang memenuhi hatinya. Walau ia yakin Audrey menyukainya, namun ia tidak yakin kalau Audrey akan setuju menjadi pacarnya. Bisa saja Audrey belum siap untuk menjalin hubungan dengannya.

"Ah, bodo amat lah. Daripada enggak sama sekali." Riel menyemangati diri sendiri saat ia melihat Audrey berjalan keluar dari rumahnya.

"Lama banget sih," gerutu Audrey begitu sudah masuk ke dalam mobil.

"Iya, tadi ngobrol dulu sama Bev," jawab Riel sambil menginjak gas.

Audrey memasang sabuk pengamannya lalu menganggukkan kepala. "Oh, kirain lo yang ngaret."

Lesson To Learn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang