Hi, guys! I'm back! Gue akhirnya udah mutusin buat keep going sama LTL ini karena menurut gue respons kalian buat cerita ini bagus dan gue nggak mau ngecewain kalian. So, here you go. Enjoy!
*
Seperti yang sudah ditentukan kemarin, Audrey akan menemui kedua mantan sahabatnya sehabis pulang sekolah. Ya, mantan sahabat. Audrey tidak mau repot-repot menganggap mereka sebagai sahabatnya lagi. Lebih baik ia tidak memiliki sahabat sama sekali daripada harus memiliki sahabat seperti Lucy dan Claire yang hanya bisa menusuknya dari belakang.Mereka berjanjian untuk berbicara di kelas begitu kelas sudah kosong. Begitu murid-murid sudah keluar, Lucy menutup pintu kelas rapat-rapat dan berbalik badan untuk menatap Audrey yang sedang duduk di tempat duduknya dengan santai.
"Jadi, lo ada masalah apa sama kita?"
Audrey mengangkat sebelah alisnya, berpura-pura terlihat bingung. "Gue tuh kayaknya udah pernah bilang ke kalian deh kalau gue itu nggak ada masalah apa-apa."
"Jangan bohong sama kita, Drey. Kita ngerasa kalau lo ngejauhin kita belakangan ini. Dan tadi, kenapa lo bisa sama kelompok Beverly dan teman-temannya?" tanya Claire sambil memasang tampang jijik saat menyebutkan nama Beverly dan teman-temannya.
Audrey yang melihat hal itu langsung merasa tidak senang karena Claire meremehkan Beverly dan teman-temannya. Tidak ada yang salah dengan mereka. Yang memiliki masalah justru adalah Lucy dan Claire. Mereka berdua yang harusnya sadar diri.
"Loh? Emang kenapa? Gue kan cuma berbaur sama murid-murid lain. Selama ini gue cuma sama kalian berdua doang," jawab Audrey sambil berusaha memenangkan dirinya.
Lucy menghembuskan napasnya dengan berat dan berjalan mendekati Audrey. "Emangnya lo udah nggak anggep kita berdua sebagai sahabat lo?" tanyanya dengan pandangan terluka.
Audrey berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengkritik ekspresi yang ditunjukkan oleh Lucy. Ia tidak menyangka selama ini ia berteman dengan dua orang yang munafik. Ia terlalu buta untuk melihat kejelekan Lucy dan Claire karena yang selalu ia lihat adalah kebaikan mereka. Namun sayang, kebaikan mereka ternyata hanyalah fiktif belaka. Semua hanya mereka tunjukkan agar Audrey tidak mencurigai perbuatan buruk mereka di belakangnya.
"Gue cuma baru sadar aja kalau gue selama ini cuma bergaul sama kalian berdua. Gue juga mau bergaul sama anak-anak lain. Mereka asik-asik semua kok," balas Audrey dengan santai.
Ia tidak akan marah-marah atau berkata sinis pada mereka berdua. Ia hanya akan menanggapi omongan mereka dengan santai. Lagipula, percuma bukan memakai emosi? Tidak akan menyelesaikan masalah apapun. Dan juga tidak merubah kenyataan bahwa Lucy ketauan berselingkuh dengan Marco di belakangnya dan Claire yang menyembunyikan hal itu darinya.
"Jadi lo beneran mau jauh sama kita berdua hanya karena masalah sepele?" tanya Lucy sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Dengan santai, Audrey mengangguk. "Eh, bukan karena masalah sepele. Gue cuma ngerasa kalau gue nggak jadi orang yang lebih kalau bergaul sama kalian."
"Maksud lo, kita berdua bawa hal-hal negatif buat lo?" tanya Claire dengan ekspresi tidak percaya. "Lo ini siapa sih? Audrey yang gue kenal itu bukan kayak gini."
Audrey mengangkat kedua bahunya dan menjawab, "Audrey yang kalian kenal mungkin udah berubah. Audrey yang sekarang udah bisa ngebedain mana hal yang baik dan mana hal yang buruk dalam hidup dia."
Lucy mengepalkan kedua tangannya begitu mendengar jawaban Audrey yang santai. Perempuan di hadapannya ini benar-benar bukanlah Audrey yang ia kenal. Pasti ada sesuatu yang membuat Audrey berubah.
"Apa ini karena lo terlalu sering bergaul sama cowok itu?" tanya Lucy.
Audrey menatap Lucy dengan cepat. Dalam hati, ia bertanya-tanya siapa yang dimaksud oleh Lucy.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn
Teen Fiction"When you think everything's going so well but then all of a sudden everything starts to fall apart." ••• Audrey selalu berpikir bahwa hidupnya sudah sempurna. Pacar yang tampan, dua sahabat yang selalu ada bersamanya, dan juga keluarga yang bahagia...