37. Be There

10.3K 1.4K 110
                                        

To be honest, gue masih nggak tau ini ending bakal sad/happy HAHAHA we'll see... enjoy!

***

Riel akhirnya sadar juga malam itu setelah Audrey sudah pulang karena ia harus sekolah keesokan harinya. Walau sebenarnya Audrey ingin sekali berada di samping Riel saat Riel sadar, ia juga tidak bisa menelantarkan sekolahnya begitu saja. Ia masih punya kewajiban yang harus ia jalani. Maka dari itu, ia terpaksa harus pulang beristirahat setelah menunggu seharian.

Hanya tersisa Bianca dan El yang tetap tinggal di rumah sakit untuk menemani Riel. Bev pun juga sudah pulang diantarkan oleh Josh dan Sheila yang tadi datang melihat kondisi Riel. El sebenarnya sudah menyuruh Bianca untuk pulang istirahat dan membiarkan dia saja yang menjaga Riel. Namun, Bianca bersikukuh untuk tetap tinggal. Baru beberapa saat setelah itu, Riel mulai membuka matanya. Bianca yang sedang duduk di samping Riel sambil membalas pesan Sheila langsung terlonjak kaget begitu mendengar Riel bersuara. Begitupun dengan El yang baru saja keluar dari kamar mandi. Mereka langsung memanggil dokter untuk mengecek kondisi Riel.

Setelah diperiksa oleh dokter, Bianca dan El pun berdiri di samping tempat tidur Riel. Riel terlihat sesekali memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa pusing yang ia rasakan. Kata dokter tadi, rasa pusing itu akan berkurang nantinya. Ia juga baru saja diberi obat pereda nyeri.

"Kamu nggak papa, Sayang?" tanya Bianca dengan khawatir.

Riel menganggukkan kepalanya dengan pelan untuk meyakinkan mamanya bahwa ia baik-baik saja. Ia tidak suka melihat mamanya yang khawatir seperti itu. "Aku udah berapa lama di sini?"

"Kamu baru dirawat di sini sehari. Tadi siang kamu dibawa ke sini karena mendadak kamu pingsan di gudang," jelas El. Ia merasa lega karena akhirnya anaknya bisa sadar juga.

Begitu mendengar jawaban El, Riel baru teringat akan kejadian di gudang tadi. Awalnya ia sedang mencari pompa balon bersama Audrey. Namun tiba-tiba saja, Audrey menanyakan siapa perempuan yang ada di foto bersamanya. Lalu, kepalanya terasa sangat sakit dan akhirnya ia kehilangan kesadarannya.

Dan sekarang ia juga sudah tahu siapa perempuan yang ada di foto itu bersamanya. Ia ingat betul siapa dia, bagaimana cara ia tertawa, bagaimana cara ia tersenyum dan bagaimana cara ia menangis saat sedang kesakitan waktu datang bulan. Ia ingat semua hal mengenai Olivia karena Olivia adalah perempuan yang ia cintai.

"Kenapa kalian tega nyembunyiin Olivia dari aku, Ma, Pa?" tanya Riel dengan sedih. "Kalian sendiri tahu kalau aku sayang banget sama Olivia. Dan kalian juga ngerestuin hubungan aku sama Olivia. Terus, kenapa aku malah nggak boleh ketemu sama dia lagi? Dia dimana sekarang? Kondisi dia gimana setelah kecelakaan itu?"

Bianca menatap Riel dengan sedih tanpa mengucapkan apa-apa. Hatinya tidak sanggup mengucapkan kalimat yang ia tahu jelas akan menghancurkan hati Riel dalam sekejap. Namun, ia juga tidak bisa menyembunyikan hal itu terus dari Riel.

"Alasan kita semua nggak mau ngingetin kamu sama Olivia itu karena.." Bianca terdiam.

"Karena Olivia meninggal dalam kecelakaan itu." El melanjutkan perkataan Bianca karena ia tahu Bianca tidak akan bisa menyelesaikan kalimatnya itu. Hati Bianca dan El ikut hancur melihat ekspresi Riel yang sangat sangat shock.

"Ap-apa?" tanya Riel dengan terbata-bata. Ia benar-benar tidak bisa mempercayai ucapan orang tuanya barusan mengenai Olivia. Mereka sedang bercanda bukan? Apakah hari ini adalah hari ulang tahunnya?

Namun begitu melihat air mata yang mengalir di pipi Bianca, ia tahu bahwa mereka tidak sedang bercanda. Olivia benar-benar sudah meninggalkannya. Perempuan yang sangat ia cintai sudah tidak ada lagi di dunia ini dan ia takkan pernah bisa melihatnya lagi. Hatinya bagaikan direnggut paksa dari dirinya sampai-sampai ia tidak bisa menangis saking sakitnya itu.

Lesson To Learn Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang