Sumpah, liburan ini bikin gue pengennya nyantai mulu dan nunda2 lanjutin ini cerita :') tp kayaknya bbrapa part lg ending kok hehe
Buat roleplayer kmrn yg gue tanyain, gue kayaknya ganti pikiran. Karena ini cerita jg udh mau selesai dan kalian pasti udah punya tokoh masing2 di otak kalian, jd di cerita ini gue gak kasih role playernya. Kalian bebas mau bayangin siapapun yang menurut kalian cocok sebagai Riel, Audrey dan kawan-kawannya. Enjoy!
*
"Eleh, si Lucas, kerjaannya bengong terus seharian. Kenapa sih?" tanya Levin sambil menepuk pundak Riel dengan keras. "Ayo, mending ikutan main monopoli sama gue sama Dodo."
Riel menatap Levin yang menggoyang-goyangkan ponselnya, mengisyaratkannya untuk ikut bermain game. "Nggak ah, nggak suka," jawabnya kemudian.
"Ah, nggak seru lo. Yaudah lah. Do, ayo mulai!" Levin pun memutar tempat duduknya menghadap ke belakang karena Dodo duduk di belakangnya dan Riel.
Riel hanya duduk diam sambil memperhatikan sekitarnya. Murid laki-laki berkumpul di belakang kelas, murid perempuan yang eksis mengumpul di ujung kelas sambil menggosip, ada juga kelompok murid rajin yang mengerjakan tugas. Beginilah suasana kelas saat jam pelajaran kosong. Hanya bisa dideskripsikan dengan satu kata; berisik.
"Cara bikin cewek nggak ngambek itu gimana sih?" tanya Riel dengan pelan.
Levin dan Dodo refleks langsung menghentikan permainan mereka dan menatap Riel. "Lo barusan nanya apa?" tanya Levin dengan ekspresi kaget.
Riel menghembuskan napasnya dengan berat. Ia sudah tahu seharusnya ia tidak bertanya pada mereka berdua. Bukannya mendapat jawaban, ia pasti hanya akan diledeki.
"Nggak jadilah."
"Dia tadi nanya gimana cara bikin cewek nggak ngambek, Vin. Gue aja denger. Masa lo yang duduk di samping dia malah budek?" Dodo menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ih, gue denger! Cuma gue mau memastikan kalau gue nggak salah denger gitu loh. Lo nggak salah, Cas, nanya begituan?" Levin mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Riel.
"Ah, lo mah. Malesin," balas Riel dengan sinis.
"Palingan soal Audrey," sahut Dodo dengan enteng. "Lo ngapain dia emang sampe dia ngambek sama lo?"
"Anggep aja gue ngelakuin suatu kesalahan yang bikin dia marah sama gue. Gimana caranya bikin dia nggak marah lagi?" tanya Riel yang enggan menceritakan kejadian sebenarnya pada kedua sahabatnya itu. Bukan karena ia tidak mempercayai mereka, ia hanya tidak mau terus diledeki setiap waktu.
"Hm." Levin mengelus dagunya seakan-akan ia sedang berpikir keras. "Sebenernya, tergantung sama tingkah kesalahan lo sih. Kalau kesalahan lo masih tingkat rendah, paling lo beliin coklat atau makanan kesukaan dia juga udah baik lagi. Tapi, beda cerita kalau kesalahan lo udah tingkat paling parah. Lo mesti beliin bunga kesukaan dia, balon, dan kejutan-kejutan lainnya. Cewek kan suka banget dikasih kejutan romantis gitu," jelas Levin panjang lebar yang membuat Riel melongo. Ia tidak pernah tahu bahwa Levin ternyata tahu banyak soal perempuan.
"So, balik lagi ke diri lo sendiri. Tahap kesalahan lo itu ada di tingkat mana?" Levin mengangkat sebelah alisnya.
Riel terdiam sejenak, lalu ia menjawab dengan pelan, "kayaknya udah tingkat paling parah deh."
"Astaga, Cas! Lo ngapain si Audrey sih?" tanya Dodo dengan penasaran. "Perasaan menurut gue, si Audrey anaknya sabar banget. Kalau dia sampe marah sama lo, itu pasti emang gara-gara masalah gede deh."
Riel menggaruk bagian belakang lehernya yang sebenarnya tidak gatal. "Yah, gue emang bego sih. Nggak seharusnya gue begitu ke dia."
"Hm, kalau cewek kayak Audrey, gue nggak tahu juga gimana cara bikin dia nggak ngambek lagi. Audrey kan bukan kayak cewek-cewek lain yang lemah dan suka diromantisin. Iya kan?" Levin bertanya untuk memastikan pendapatnya mengenai Audrey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesson To Learn
Fiksi Remaja"When you think everything's going so well but then all of a sudden everything starts to fall apart." ••• Audrey selalu berpikir bahwa hidupnya sudah sempurna. Pacar yang tampan, dua sahabat yang selalu ada bersamanya, dan juga keluarga yang bahagia...