Bara merutuki tiga hari bed rest-nya yang menjadi satu minggu tahanan rumah. Ingatkan Bara untuk menghajar dokter yang seenaknya menyarankan Bara untuk beristirahat lebih lama.
Rencananya untuk menemui Bianca pupus sudah. Ia ingin menemani Bianca mengunjungi makam ayahnya. Ia ingin menghibur Bianca-nya. Ia ingin Bianca tahu, bahwa Bara-nya selalu ada untuk Bianca.
Tubuhnya sudah baik-baik saja. Bara yakin, saat ini, ia sanggup bermain futsal selama dua jam penuh tanpa istirahat. Ia hanya merasa mual saat makan, dan menurut ibunya, itu berarti Bara masih sakit.
Bara menghela nafas. Menatap ponselnya yang terus berdering. Notifikasi dari grup chat sahabat-sahabatnya terus berdatangan. Tapi Bara hanya ingin notifikasi dari Bianca. Sejak Om Faris meninggal lima hari lalu, Bianca tidak pernah masuk sekolah. Izin acara keluarga, alasan itu muncul dari gosip teman sekelasnya. Bara terus mengirimi Bianca pesan, yang berakhir tanpa balasan. Bara mencoba menelepon pun tak diangkat. Membuat Bara semakin gelisah.
Dengan putus asa, Bara kembali menelepon Bianca. Usaha ke-lima puluh lima-nya hari ini. Dering keempat, suara klik, yang menandakan teleponnya diangkat, membuat Bara terperanjat kaget.
Hening yang terdengar dari seberang membuat Bara mengecek kembali nomor yang tersambung.
"Halo?" sapa Bara, setelah yakin bahwa ia benar-benar terhubung dengan kontak Bianca. "Bianca?"
"Ada apa, Bar?"
Bara mengenali nada ketus itu. Ini suara Bianca-nya. Bara tidak bisa menahan euforianya.
"Bi? A-aku,... Hmm,... Bi,..."
"Ngomong yang jelas. Bisa ngomong, kan?"
Bara menahan nafas mendengar nada ketus itu, lagi. Ia merutuki dirinya yang salah tingkah hanya karena mendengar suara Bianca.
"Aku sakit, Bi." Aku jadi gak bisa sama kamu.
"Oh? Yauda, cepet sembuh. Ada lagi?"
"Aku,..." Aku pengen sama kamu, Bi.
"Kalau gak ada yang penting, aku tutup."
"Kenapa gak sekolah?" tanya Bara cepat.
"... "
"Bi?" tanya Bara menunggu respon Bianca.
"Acara keluarga. Di rumah keluarga Ayah."
"Oh, oke."
"Ya. Aku tutup, ya."
"Bi, aku,..."
Klik.
Bara menghela nafas. Tanpa menurunkan ponselnya, ia berbisik lirih. "Aku kangen kamu, Bi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You, Hurting Me
RomanceDua hati yang saling mendamba Dua raga yang sulit bersama