Gadis yang Tidak Yatim Lagi

354 35 0
                                    

"Kamu Bianca, kan?"

Bianca menoleh heran. Seorang pria dengan kemeja biru yang lengannya digulung hingga siku, tengah menatapnya penuh tanya.

Bianca memilih untuk tidak menjawab. Ia hanya lanjut merangkai bunga yang sepertinya merupakan pesanan pria ini.

Tak lama, suara langkah yang tergesa-gesa mendekati keduanya.

"Maaf, Mbak. Aku tadi ke toilet. Maaf gak jagain pelanggan untuk gak masuk ruangan Mbak."

Bianca tetap telaten memotong satu per satu tangkai bunga lalu merangkainya. Ia tidak peduli dengan pria asing yang terus memperhatikannya dengan penasaran. Walaupun Rere, salah satu pelayannya, sudah menarik pria itu keluar.

"Maaf, Mas. Ruangan ini bukan untuk pelanggan. Tunggu di ruang tunggu saja, ya. Ruangan Mbak Bian udah transparan kok, jadi Mas masih bisa memantau dari kursi tunggu."

Mendengar nama panggilan Bianca, pria itu kembali menahan diri agar tidak keluar ruangan. Rere masih berusaha menarik-narik pria itu dengan susah payah.

"Kamu tahu, Bianca, bunga itu untuk siapa?"

Bianca tidak menanggapi.

"Untuk Bara."

Kali ini gerakan cekatan Bianca terhenti. Pita yang baru saja digunting, terlihat melambai tertiup angin sepoi dari jendela.

"Bara pulang. Dan bunga itu, untuk perayaan kepulangannya."

Bianca berbalik setelah menata ekspresi wajahnya. "Siapa kamu?" tanya Bianca sengit.

Pria itu tersenyum tipis. Merasa berhasil mendapatkan perhatian wanita dingin ini. Apalagi gadis pelayan tadi sudah berhenti menarik-narik tangannya.

"Aku Panji, sahabat Bara."

Bianca memperhatikan wajah Panji dengan seksama. Namun Bianca tidak menemukan memori apapun tentang pria di hadapannya.

"Kita satu sekolah, kalau kamu lupa. Dan soal drama romansa kalian di sekolah dulu, aku salah satu penontonnya."

Bianca membeku. Namun hanya sebentar, ia sudah kembali menatap Panji datar.

"Tapi Bianca, aku dengar kamu diterima di kedokteran? Tapi, florist ini,...?"

Bianca mengalihkan pandangannya pada Rere yang terlihat menyimak pembicaraan mereka.

"Re, bisa bawa pelanggan kita keluar? Katakan, kalau pesanannya akan segera selesai."

Bianca langsung berbalik dan kembali menekuni rangkaian bunganya. Ia bertingkah seolah tidak pernah mendengar nama Bara sama sekali.

Panji tidak menyerah. Ia berteriak sambil terus ditarik oleh gadis pelayan kecil yang anehnya begitu kuat. "Bara menderita gara-gara kamu! Apa lebihnya kamu, ha? Sahabatku berubah hanya karena gadis yatim yang gak tahu terima kasih,..."

Suara pintu kaca yang tertutup berhasil meredam semua suara rutukan Panji. Bianca tidak berani membalik badannya. Tangannya bahkan bergetar, dan tak bisa melanjutkan pekerjaannya.

Apa yang telah ia lakukan?

Bara menderita?

Karenanya?

Apa yang terjadi?

Bianca menangis lirih.

Gadis yatim katanya?

Pria itu salah. Sudah enam tahun lalu predikat anak yatim itu tidak lagi melekat padanya.

Loving You, Hurting MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang