"Jangan kekanakan."
Suara itu terdengar rendah, mengejutkan Bara dan Bianca.
"Papa?" sahut Bara penuh tanya. Ekspresinya mirip dengan Bianca yang juga terkejut melihat Rendra berdiri tak jauh dari mereka.
"Hai, Bianca. Sulit sekali menemukan kamu." lanjut Rendra tanpa menggubris putranya.
"Papa kok, di sini?" tanya Bara tak menyerah.
Rendra mendekat, lalu meraih Bianca dalam pelukan.
"Ya Tuhan Bianca. Kenapa kamu menghilang? Kamu sadar gak, mencari kamu benar-benar membuat Om frustrasi."
Bianca terisak. "Maaf, Om. Aku cuma gak bisa merepotkan Om terus."
Bara, yang diabaikan ayahnya, hanya menatap Bianca sedih.
"Jangan bodoh." Rendra melepas pelukannya. "Kamu adalah keluarga bagi kami."
Bianca menunduk menghapus air matanya yang meleleh.
"Kalau ini karena Bara, kamu ingat kan, janji Om? Om pasti melindungi kamu." lanjut Rendra memancing reaksi keras Bara.
"Pa!"
Bianca memaksakan diri untuk tersenyum. "Kenapa, Om? Kenapa semua orang terus berjanji padaku?"
Bianca terisak lagi. Rendra kembali merengkuh tubuh ringkih Bianca. Dalam hati, ia bersumpah tidak akan membiarkan Bianca lepas dari pengawasannya.
Rendra melirik putranya yang terlihat menatap Bianca sedih. "Bukan salah kamu, Bian. Kamu wajar, jika merasa terbebani. Maafkan kami. Kamilah yang gagal menepati janji."
"Jangan, Om. Aku sungguh baik-baik saja. Akulah yang harus meminta maaf. Karena aku, Bara harus mengorbankan salah satu ginjalnya. Akulah yang salah."
"Bi!" seru Bara membuat Bianca sedikit terlonjak.
Rendra menatap Bara sengit. "Cukup Bara. Jangan membuat Bianca semakin terguncang."
Bara membuang muka, menelan emosinya.
Rendra mengurai pelukan. Ditatapnya Bianca yang masih menangis.
"Balik ke kamar, ya? Kondisi kamu belum cukup stabil. Kita akan bicara lagi setelah kamu tenang."
Bianca tidak menolak. Rendra mengajak Bara mengikutinya hanya lewat tatapan mata. Bara menurut.
"Terserah apa yang kamu pikirkan tentangku, Bi." sahut Bara tiba-tiba.
Rendra menghentikan langkah, lantas berbalik menatap Bara penuh peringatan. Bianca ikut berbalik menatap Bara lelah.
"Kita akan tetap menikah. Titik." lanjutnya tanpa ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You, Hurting Me
RomanceDua hati yang saling mendamba Dua raga yang sulit bersama