Bertahanlah, Bi!

476 33 0
                                    

Setelah memberikan keterangan resmi di kepolisian, Bara segera kembali ke rumah sakit. Ia ingin memastikan bahwa Bianca-nya selamat. Ia ingin mendengar Bianca mengatakannya sekali lagi. Bahwa Bianca mencintainya. Hal itu membuat dadanya semakin sesak oleh euforia dan rasa khawatir.

Di depan ruang operasi Bianca, Bara melihat Ted memeluk seorang wanita. Dari getaran bahunya, ia tahu bahwa wanita itu tengah menangis. Jubah putih yang ia gunakan, menunjukkan identitasnya sebagai seorang dokter.

"Ted?" sapa Bara ragu.

"Oh? Bara? Bagaimana?"

Wanita dalam pelukan Ted berbalik dengan cepat. "Jadi kamu, Bara?"

Bara mengangkat bahu.

"Kita perlu bicara."

Ted menghela nafas. "Aku tinggal, ya. Aku pastikan akan mendapatkan donor. Bian akan baik-baik saja." Ted menunduk untuk mencium dahi istrinya sebelum menjauh.

Saat berpapasan dengan Bara, Ted hanya menepuk pundak Bara dan berkata, "Aku titip istri dan bayiku."

Bara melongo, memusatkan tatapannya pada perut wanita itu yang tidak terlihat buncit.

Citra melepas jas dokternya sebelum duduk di kursi tunggu. "Duduk. Lidahku sudah gatal sejak tahu kamu di sini."

Bara menurut. Bara membuat jarak sekitar setengah meter dari Citra.

"Namaku Citra. Putri pengacara keluarga Bianca. Kamu tahu Petra Hasibuan?"

Bara mengangguk singkat. "Aku ingat dengan salah satu kasusnya yang cukup terkenal."

Citra mengibaskan tangan. "Jangan disebut. Aku tidak suka politik dan hal berbau hukum."

Bara mengangguk dalam diam.

"Jadi, ceritakan tentangmu dan Bianca."

Bara melirik Citra sekilas sebelum memulai narasinya. "Aku kenal Bianca karena dulu kami satu sekolah. Hm, kalau diingat lagi, aku tidak pernah tahu eksistensi Bianca di awal-awal sekolah."

Citra mengangguk. "Bianca tidak pernah suka menjadi pusat perhatian. Dan kalau boleh kutebak, kamu justru sebaliknya."

Bara terkekeh. Walau dalam hati, ia nyaris sesak karena merindukan Bianca. "Tapi itu yang membuat Bianca menarik. Dia selalu berhasil membuatku penasaran."

"Bagaimana kalian pertama kali bertemu?" tanya Citra penuh ingin tahu.

"Halte bus." jawab Bara sambil menatap nanar pintu ruang ICU. "Kami pertama kali bertemu di halte bus. Saat itu ban motorku pecah. Setelah menelepon seseorang dari bengkel, aku duduk di halte bus, dan bertemu Bianca yang berseragam sama denganku."

Bara tersenyum mengingat kejadian itu.

***

"Kita satu sekolah?" tanya Bara antusias. "Kok aku gak pernah liat kamu?"

Bianca hanya melirik Bara sekilas, lalu memalingkan wajahnya lagi. Berusaha menunjukkan keengganannya memberi tanggapan.

Namun Bara tidak menyadari itu. Pandangannya menyusuri seragam Bianca dan melihat label kelas di lengan seragam Bianca.

"Kamu kelas XI IPA-1? Wah, anak pinter, dong."

Bianca tidak menyahut.

"Bianca, ya?" tanya Bara setelah mengeja nama di bagian dada kanan seragam Bianca. "Aku Bara. Inisial kita sama-sama B. Jangan-jangan kita jodoh."

Bianca memalingkan pandangan pada apapun selain pria aneh di sampingnya.

Menyadari bahwa gadis dingin ini mulai gelisah karenanya, Bara justru merasa girang. "Nunggu jemputan, Bi?"

Loving You, Hurting MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang