Satu bulan berlalu terlalu lamban bagi Bianca. Citra dan suaminya, Ted, kompak menahan Bianca yang ingin kembali tinggal sendiri di ruko.
Rumah sakit adalah satu-satunya tempat yang ia kunjungi. Ia tidak diizinkan mendatangi rukonya sama sekali. Akhirnya, ia terpaksa meminta Rere untuk membatalkan pesanan yang terlanjur mereka terima.
Selama satu bulan ini, Ted terus menghubungi banyak rekannya dari berbagai belahan negara. Kasus penjualan organ ilegal yang sedang marak, membuat Ted harus berhati-hati. Bianca tidak menolak ketika harus melalui beberapa tes untuk mengecek kecocokan tubuhnya dengan ginjal 'baru'-nya.
Awalnya, beberapa sampel yang Ted peroleh tidak cocok dengannya. Hal itu membuat Bianca semakin kehilangan harapan. Ia bahkan tidak benar-benar ingin hidup lama. Untuk apa hidup tanpa orang-orang yang ia cintai?
Namun minggu lalu, Ted berhasil menemukan sampel ginjal yang cocok dengannya. Pendonor ginjal tersebut adalah seorang mahasiswa yang mengalami kematian otak. Mahasiswa yang sudah terdaftar sebagai pendonor sejak beberapa tahun lalu ini masih bisa bertahan karena bantuan peralatan medis yang canggih.
Bianca hanya tersenyum tipis mendengar kabar tersebut. Citra sampai menangis terharu dan memeluknya erat.
Kabar bahagia ini membuat Citra tidak menolak ketika Bianca meminta izin untuk kembali bekerja. Namun Citra tidak mengizinkan Bianca tinggal di rukonya lagi. Citra bahkan melarang Bianca menggunakan angkutan umum, serta memastikan bahwa Ted siap mengantar dan menjemputnya setiap hari.
Seperti hari ini, Ted mengantarkannya ke ruko sebelum melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit. Ted adalah tipe pria yang cenderung pendiam, sama persis dengan Bianca. Oleh karena itu, keduanya hampir tidak bicara sama sekali, kecuali saat Ted memastikan kesehatannya.
Kondisi lantai dasar rukonya terlihat cukup bersih, walaupun masih terlihat berantakan dan terasa kosong. Kemarin, Bianca sudah meminta Rere membersihkan ruko. Pagi ini, Rere dan karyawan lain akan menata ulang florist-nya. Sedangkan, Bianca sendiri akan membersihkan tempat tinggalnya di lantai atas sebelum mulai melayani pelanggan.
Setelah mengirimkan pesan pada Rere bahwa ia telah sampai di ruko, Bianca mulai bekerja merapikan kamarnya. Seprai dan pakaian kotor ia lipat dan ia masukkan ke dalam plastik. Nanti, ia akan menggunakan jasa laundry di ruko sebelah. Melirik balkon, ia teringat beberapa tanaman hiasnya yang menggantung di balkon. Ia pun membuka pintu balkon dan merasakan hangat sinar mentari menerpanya. Hal yang selalu disukainya pada pagi hari.
Bianca juga mengecek dapur dan kamar mandi. Beberapa sampah sisa makanan yang belum terbuang membuatnya ingin muntah. Bahan makanan dalam kulkasnya pun sudah banyak yang membusuk. Bianca benar-benar harus kerja rodi pagi ini.
Setelah membersihkan semuanya, Bianca terduduk lemah di atas sofa. Meminum sedikit air, ia menghembuskan nafas panjang. Satu bulan menjadi tuan putri di rumah Citra, membuat tubuhnya kaget dengan aktivitas bersih-bersih yang tiba-tiba ini.
Ia mengintip halaman depan dari pintu balkonnya dan melihat lahan parkirnya masih sepi. Hanya satu mobil hitam yang terlihat berada di tepi jalan depan rukonya. Bianca mengirimkan pesan pada Rere sebelum merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang. Ia perlu terpejam sejenak saja sebelum ada pelanggan yang datang.
***
Bara tidak menyerah. Ia masih yakin bahwa Bianca tidak pergi jauh. Keyakinan itu yang membuatnya tetap menyambangi ruko Bianca selama satu bulan ini. Tidak peduli dengan amukan Panji yang menyebut kegiatan Bara ini sia-sia.
"Setelah menjadi mayat hidup bertahun-tahun karena cewek dingin itu, sekarang kamu jadi hilang akal? Please, Bro. Berhenti melakukan hal yang sia-sia."
Bara tidak peduli. Selama florist Bianca masih ada di ruko itu, maka Bara akan tetap menunggu. Suatu saat, Bianca pasti muncul. Saat hal itu terjadi, Bara akan menemukan tempat persembunyian Bianca. Bara bahkan yakin, ia juga akan menemukan Tante Febia. Selama ini keluarganya benar-benar hilang kontak dengan keluarga Bianca.
Keyakinannya terbukti. Awalnya, Bara sempat kecewa karena saat ruko itu dibuka untuk pertama kalinya, bukan Bianca yang datang, namun salah satu karyawannya. Saat ia mencoba bertanya tentang Bianca, gadis itu tidak memberi keterangan apapun. Ia hanya mengatakan bahwa Bianca memintanya membersihkan ruko karena mulai besok, florist ini akan beroperasi lagi.
Dan hari ini, setelah menunggu sejak pagi buta, Bara melihat Bianca-nya. Bianca-nya turun dari mobil disusul oleh seorang pria bule yang terlihat familiar. Bianca-nya menatap pria itu dengan hangat. Wajahnya terlihat lebih merona, tidak sepucat yang terakhir Bara lihat satu bulan lalu. Bianca terlihat cantik, namun tetap misterius dengan wajah datarnya. Bara hanya bisa mencengkeram setir untuk menahan rasa rindu, gemas, marah, cemburu, dan berbagai perasaan lain. Bara semakin menggila saat pria asing itu terlihat mengusap puncak kepala Bianca, yang dibalas senyum tipis Bianca. Tangannya terkepal, siap meninju siapa saja. Untungnya, pria itu tidak lama bermesraan di depannya. Karena Bara ragu dengan pengendalian dirinya saat ini.
Bara memperhatikan bagaimana Bianca terdiam sejenak memperhatikan rukonya, hingga kemudian masuk dan tak lagi terlihat. Bara menunggu dengan wajah sendu. Tak lama, pintu balkon di lantai atas terbuka. Bianca muncul dengan mata menyipit karena terkena silau matahari pagi. Ia memperhatikan sekitar, lalu fokus pada beberapa tanaman dalam pot-pot kecil yang menggantung di balkonnya. Bara mendesah saat Bianca masuk, dan terpekik girang ketika Bianca keluar lagi untuk menyirami tanamannya. Setelah itu, Bianca terlihat menyapu dan mengepel lantai balkonnya. Selanjutnya, Bianca masuk dan tak lagi keluar.
Bara menanti. Kepalanya bersandar miring pada kemudi. Pandangannya fokus pada ruko Bianca di lantai dua. Karyawan Bianca yang ia temui kemarin sudah datang sedari tadi dan tengah merapikan ruko di lantai dasar. Sesekali Bara memperhatikan kesibukan beberapa karyawan pria yang membawa sejumlah bunga segar untuk dipajang di belakang kaca etalase dan di beberapa sudut ruangan.
Posisi matahari sudah cukup tinggi saat Bianca terlihat muncul di ambang pintu balkon. Bianca menatap ke bawah dan Bara hampir terlonjak kaget saat tatapan Bianca terarah padanya. Apa Bianca tahu? Bara menunggu dengan tubuh kaku. Tak lama, Bianca masuk dan menutup pintu balkonnya. Bianca tak lagi terlihat.
***
Bara baru saja memasuki mobilnya, setelah beribadah sholat Ashar, saat mobil lain terlihat berhenti di lahan parkir ruko Bianca. Florist Bianca sudah tutup sedari tadi. Bara sempat menghitung, hanya ada 5 orang yang mengunjungi florist tersebut, sebelum karyawan-karyawannya terlihat bubar sekitar pukul empat sore. Separuh dinding kaca florist itu pun sudah tertutup folding gate. Pemilik mobil itu seharusnya bukan pelanggan.
Tak lama, sosok pria bule yang tadi dilihatnya mengantar Bianca, turun dari bangku kemudi. Bara menggeram melihat Bianca keluar dari ruko. Pria itu terlihat menatap Bianca sejenak, seolah memastikan sesuatu. Selanjutnya, pria itu membantu Bianca menutup folding gate dan memastikan gembok terkunci.
"Ayo pulang." ajak pria bule tersebut. Bara sedikit terkejut dengan fakta bahwa pria itu begitu lancar menggunakan bahasa Indonesia.
Namun Bara dibuat kelabakan, saat pandangan Bianca tiba-tiba jatuh kepadanya. Bara langsung memalingkan wajah sambil pura-pura menelepon.
"Kenapa, Bian?" tanya pria bule itu, masih bisa didengar Bara.
"Hmm, gak ada." jawab Bianca.
Bara berdebar hebat. Antara takut ketahuan dan terlalu girang mendengar suara Bianca.
Tak lama, Bara mendesah lega saat mobil itu beranjak pergi. Bara memutuskan untuk tidak membuntuti mobil itu. Ia tidak mau beresiko ketahuan. Apalagi Bianca terlihat mulai curiga. Besok, ia harus menentukan jarak aman untuk memata-matai Bianca.
Yang pasti, Bara menyimpulkan bahwa pria asing itu entah bagaimana punya suatu hubungan dengan Bianca. Pria itu terlihat menjaga dan melindungi Bianca. Apa dia kekasihnya? Apa pria itu alasan Bianca meninggalkannya?
Bara kembali mengamuk karena pemikiran itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You, Hurting Me
Любовные романыDua hati yang saling mendamba Dua raga yang sulit bersama