"Samperin gih!"
Laki- laki yang sekarang sedang menyedu kopi hitam itu hanya diam, engan untuk menjawab perintah dari laki- laki yang baru saja datang dan duduk di sebelahnya.
"Buruan! Dia lagi nunggu di jemput tuh kayaknya!"
"Diem tai."
"Ayolah, udah tiga tahun lo suka sama dia. Lo gak mau deketin dia? Mau nunggu apa lagi? Nunggu dia diembat orang lain? Apa mau nunggu dia udah punya cucu?"
Laki- laki yang sedang menyedu kopi hitam itu berdecak kesal. Ia berdiri, menarik tas ranselnya kemudian pergi dari kedai kopi itu menuju sosok Tita Hanifa yang sedang duduk sendirian di depan tempat les.
Baru saja laki- laki itu akan menghampiri Tita, tiba- tiba saja ada sesosok laki- laki lain mendatangi Tita. Laki- laki itu membawa motor. Dia menurunkan kaca helemnya. Mereka bercakap- cakap singkat entah mengobrolkan apa namun yang pasti setelah itu Tita sudah berada di belakang jok motor sang laki- laki.
"Kenapa balik?"
"Dia udah pergi sama Dafi!"
"Terus lo mau kemana?"
"Lapangan!"
"Ngapain?"
"NGAPAIN WOY!" Teriak sahabat laki- laki itu.
"Basket sampai mampus!" Cowok itu berlalu dengan sebatang rokok yang baru saja ia nyalakan.
"Gue tahu, lo pasti lagi sakit hati kan? Makanya lo belain basket malem- malem gini! Kapan sih lo berubah? Dengan cara lo yang mencintai diam- diam kayak gini, tanpa lo tahu lo udah nyakitin diri lo sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Say [END]
Nouvelles[BOOK TWO] BOYFRIEND GOALS SERIES: Can't Say "Andai hidup itu semudah bacotannya Rio, sudah pasti sekarang gue bisa tertawa bahagia bareng lo Ta!" "Karena diam itu bukan berarti tidak berjuang." Copy Right 2017 Hujansoreini ❌DILARANG KERAS MENCOPY C...