Semakin hari, Tita semakin kesal karena surat- surat origami itu terus berdatangan hingga memenuhi lokernya. Bahkan sekarang Tita sudah mengumpulkannya satu toples penuh.
Bukannya senang, yang Tita rasakan adalah rasa penasarannya yang semakin memuncak akan pengirim origami itu.
Siang itu Tita sedang berada di kantin sekolah. Wajahnya terlihat sebal dengan bibir yang cemberut hampir lima centi.
"Ya elah Ta, slow aja sih. Gak usah di pikir banget!"
"Gue gak bisa slow Na, maksut dia itu apaan coba? Dia stalker? Dia itu tahu semua tentang gue Na, bahkan dia tahu kalau gue sekarang deket sama Dafi. Gila kan?"
Reina hanya tertawa. Matanya kemudian bergerak mengikuti seorang laki- laki yang baru saja masuk ke dalam kantin. Laki- laki itu berjalan sendirian.
"Dafa!" Panggil Reina spontan membuat Dafa memelototkan matanya.
Tita yang saat itu sedang menikmati jus apelnya pun menoleh pada sosok yang dipanggil Reina. "Apaan sih lo Na? Panggil- panggil dia segala! Ogah gue satu meja sama makhluk astral mirip dia."
"Diem lo babi."
Tita langsung diam dengan wajah sebal.
"Paan!" Kata Dafa berdiri di samping meja Tita dan Reina dengan tangan kanannya yang ia masukkan ke dalam saku celananya. Wajahnya datar, sedatar ubin kantin yang sudah retak- retak.
"Lo mau makan ya? Gabung kita aja Daf!"
"Gak! Gak sudi gue satu meja sama dia." Dafa menunjuk Tita dengan dagunya.
Tentu saja Tita panas. Dengan gerakan cepat Tita mengebrak meja membuat jus apelnya tumpah hingga membanjiri meja.
"LO GAK USAH SOK! GUE GAK PERNAH GANGGU LO. DAN HARUSNYA LO JUGA GAK USAH SOK KENAL SAMA GUE. N.G.E.R.T.I?" Ujar Tita dengan penuh penekanan di akhir kalimatnya. Jemari telunjuknya menunjuk wajah Dafa dengan wajah yang sudah memerah menahan emosinya.
Dari jarak sedekat ini, Dafa dapat melihat kalau ternyata Tita mempunyai bulu mata yang indah dan lebat. Di ujung matanya ada tanda lahir kecil, kecil sekali namun entah kenapa itu semakin membuatnya manis.
Dafa tersenyum. Senyumnya manis sekali hingga membuat Tita terperangah. Belum sampai disitu, Dafa semakin membuatnya terkejut dengan tangannya yang tiba- tiba menyingkirkan jari telunjuk Tita kemudian menggengam jemarinya erat.
"GUE BAKAL TAMPAR LO KALAU LO MACEM- MACEM SAMA GUE! LEPAS GAK?" Tita mencoba menyentakkan tangannya dari genggaman Dafa namun sangat sulit karena laki- laki itu mencengramnya dengan sangat kuat.
"Berani? Lo berani nampar gue?"
Tita mendegus, tangan kirinya segera meraih gelas Reina yang berisi jus alpukat kemudian menyiriamkannya pada kepala Dafa.
Sontak kejadian itu membuat penghuni kantin menafan nafasnya.
"See? Mulut lo emang pedes, dan gue adalah orang yang tepat untuk menangani mulut pedes lo Daf!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Say [END]
Short Story[BOOK TWO] BOYFRIEND GOALS SERIES: Can't Say "Andai hidup itu semudah bacotannya Rio, sudah pasti sekarang gue bisa tertawa bahagia bareng lo Ta!" "Karena diam itu bukan berarti tidak berjuang." Copy Right 2017 Hujansoreini ❌DILARANG KERAS MENCOPY C...