23. Semua Berubah

3.7K 384 67
                                    

'Bagaimana perasaanmu ketika kau berkata sejujurnya tetapi tak ada seorang pun yang mempercayaimu?

Ketika kau didalam keadaan yang gelap jauh didalam jurang sana, seseorang yang kau sayang bahkan enggan untuk mengulurkan tangannya.'

***

(Namakamu) POV

Setelah kejadian tadi malam benar-benar buat gue pusing. Dada gue kembali sesak. Lantas gue minum obat yang dulu gue dapatkan dari rumah sakit. Kata Bunda itu obat penghilang sesak dan obat penenang. Tapi pil dan kapsulnya itu banyak banget.

Kak Ale bener-bener marah sama gue. Iya emang gue yang ngerjain kak Steffi, nyuruh dia dateng ke danau bilang kalau di suruh Kak Ale.

Tetapi dengan kecelekaan kak Steffi sampai meninggalnya dia, gue bener-bener nggak tau apa-apa. Yakali gue ngerjain dia sampe sejahat itu. Gue masih punya hati.

Dan di meja makan hari ini keheningan pun terjadi. Kak Ale masih nggak mau bicara sama gue. Natap pun enggak. Kalo kita papasan aja dia melirik gue sekilas dengan mata tajamnya. Inget, sekilas ya.

Bang Kiki menatap Kak Ale sambil menghembuskan nafasnya. Gue tau, Bang Kiki juga pasti bingung gimana ngomongin Kak Ale. Dan Bang Kiki percaya sama gue kalo gue emang nggak ngelakuin itu.

Gue liat Kak Ale udah selesai makannya dan beranjak meraih jaket dan kunci motornya. Gue terus menatap kepergian Kak Ale. Bang Kiki yang ngerti arti tatapan gue pun ikut natap Kak Ale.

"Nggak bareng (Namakamu) Baal?"

Kak Ale memberhentikan langkahnya dan natap Bang Kiki.

"Gue sibuk Bang, lo aja yang nganterin dia."

Dia?

Dia?

Dia?

Bahkan Kak Ale udah nggak mau nyebut nama gue. Segitu bencinya dia sama gue? Gue nunduk sebelum tadi Kak Ale natap gue sinis sekilas lalu melanjutkan langkahnya menuju keluar rumah.

"Kamu berangkat sama Abang ya?"

Kata Bang Kiki lembut dan menggenggam tangan gue yang gue letakin di atas meja makan. Gue hanya menganggukkan kepala menatap Bang Kiki sendu.

***

Gue sampai disekolah dianter Bang Kiki pake mobil. Gue keluar dari mobil dan menuju jok kemudi, mencium tangan Bang Kiki. Setelah itu gue melangkah memasuki gerbang sekolah.

Berjalan sendiri menyusuri koridor sekolah. Yang gue heran, kenapa murid-murid dikoridor ini semua natap gue. Ada yang geleng-geleng kepala, ada yang sinis. Please ini pada kenapa?

Gue tetep melanjutkan langkah gue menuju kelas. Saat diperjalanan gue merasa ada yang mencekal lengan gue dari belakang.

"Zidny?"

"Kak, kakak nggak ngelakuin itu kan?"

Gue mengerutkan kening gue bingung. Gue natap Zidny yang natap gue takut.

"Lo kenapa? Ngelakuin apa?"

"Ayo kak liat madding."

Tangan gue langsung ditarik oleh Zidny dan buat gue berlari menyamai langkah Zidny.

Sesampainya di depan madding, udah banyak anak disitu. Gue mulai mendekat kearah madding dengan Zidny yang masih menuntun gue. Gue langsung dihadiahi tatapan sinis dari anak-anak yang ada disini.

[1] Dear Moon || IDR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang