30. Bukti

4.4K 430 53
                                    

***

Beban yang dulu menimpanya begitu berat, sekarang perlahan mulai ringan. Insiden tentang kematian Steffi kini tengah terungkap, tetapi (Namakamu) tidak mau gegabah jika ingin menyerahkan bukti itu. Dia ingin, orang-orang mengetahui sendiri siapa sebenarnya dalang dari semua ini.

Sekarang hanya tinggal satu masalah lagi. Soal USB.

Iqbaal dan teman-teman kakaknya itu sudah mengatakan jika mereka akan membantu memecahkan masalah ini.

Jujur (Namakamu) terharu sekaligus senang. Banyak orang yang masih menyayanginya, hingga dia tidak merasakan kesendirian.

Dengan senang hati pun (Namakamu) menerima uluran tangan mereka. Jika mereka masih mau mengulurkan tangan, kenapa tidak? Masalah jangan dipendam sendiri.

Malam ini, rintik hujan yang tidak terlalu deras membasahi jalanan komplek Pondok Kopi.
Seorang gadis tengah meracik cokelat hangat didapur, bisa sedikit menghilangkan dingin ditubuhnya.

HAP!

Sebuah tangan melingkar di pinggang gadis itu, memeluknya dari belakang. Menggelikan. Karena dagu seseorang itu dia letakkan dibahunya.

"Lagi ngapain sih dek?"

Tanpa menolehkan kepalanya pun (Namakamu) sudah tahu seseorang itu siapa. Dari suaranya dan bau parfumnya yang sangat menyengat di indera penciumannya. Membuatnya nyaman.

"Cokelat hangat. Mau?"

Dengan cepat Iqbaal menganggukkan kepalanya yang masih dia letakkan di bahu adiknya hingga membuatnya semakin geli.

"Geli kak, lepas ih."

"Gak mau."

"Yaudah diem, ini panas."

Iqbaal terkekeh kecil melihat wajah adiknya yang cemberut. Meski tidak terlalu kelihatan karena dari samping. Tetapi bibirnya yang dimajukkan itu Iqbaal dapat melihatnya. Membuat Iqbaal ingin menciumnya. Eh?

"Selesai. Awas ih." dengan paksa (Namakamu) berusaha melepaskan lengan kakaknya yang melingkar dipinggangnya. Namun semakin dia berusaha melepaskan, pelukan itu semakin erat, membuatnya sulit bernafas. Jujur.

"Kak, adek sesek nafassss.. Hhh."

Mendengar itu dengan cepat Iqbaal melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh adiknya, menatapnya khawatir.

"Kamu gapapa kan dek? Masih sesek?"

Iqbaal khawatir. Karena dia tahu, adiknya sering sesak nafas. Tetapi dia tidak tahu itu adalah termasuk gejala lemah jantung (Namakamu).

(Namakamu) memegang dadanya dan terlihat mengatur nafasnya. Kambuh lagi. Pasti kambuh lagi. Dadanya sangat sakit. Dengan cepat, dia melepaskan cengkraman Iqbaal dibahunya dan berlari menuju kamarnya untuk meminum obat.

Iqbaal yang melihat itu lantas mengikuti adiknya. Iqbaal sendiri bingung, mengapa (Namakamu) terlihat sangat kesakitan? Apa dia memeluknya sangat erat?

"Dek, kamu gapapa?"

Iqbaal berlari memasuki kamar adiknya dan melihat adiknya sedang meminum air putih. Iqbaal mendekati (Namakamu) dan menatapnya khawatir.

"Maafin kakak dek.."

(Namakamu) menolehkan kepalanya mendengar ucapan Iqbaal. Dia tersenyum hangat meletakkan gelas air minumnya ke nakas dekat tempat tidur, lalu menggenggam telapak tangan Iqbaal.

"Ngga papa kak, adek nggak papa kok. Minum obat nanti juga sembuh."

(Namakamu) tersenyum manis menatap wajah bersalah kakaknya. Mengelus telapak tangan Iqbaal yang digenggamnya itu.

[1] Dear Moon || IDR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang