Kak rio memakirkan motornya di dalam garasi rumahnya. Aku sempat terkejut pada awalnya, kenapa kak rio mengajak ku ke rumahnya? Tampak, rumahnya terlihat begitu sepi.
"di rumah gue ga ada orang." Katanya, sambil mengunci pintu pagar.
Di rumah kak rio ga ada orang?
Terus, dia ngajak aku kesini?
Berarti, di rumah kak rio cuma ada aku sama dia?
Haah?
"Jangan mikir macem-macem dulu. Lagian gue ga nafsu begituan." Kata kak rio lagi.
Aku meneguk ludah dengan susah payah, "terus, mau ngapain disini?"
"Adek gue nanti pulang sekolah jam 2. Dia seumuran sama lo. Masuk." Gumam kak rio seraya menyuruhku masuk.
Aku memasuki rumah kak rio yang megah, banyak pajangan beling terpajang di sana. Sofa nya pun terlihat sangat empuk untuk di duduki. Di atap tengah ruang tamu, terdapat lampu besar yang terbuat dari kaca, sudah pasti harganya sangat mahal.
"Pembantu gue masih pulang kampung. Sekarang, lo cuciin baju gue." Kata kak rio, sembari memberikan aku setumpuk pakaian yang berada di ember.
"Hah? Beneran?" Tanyaku seakan tidak percaya.
"Tenang aja. Gue punya mesin cuci. Kenapa, lo gamau? Kalau gitu ga gue maafin."
"Iya-iya."
Aku menurut saja, dan menuju mesin cuci yang sudah di intruksikan tempatnya oleh kak rio. Aku memasukkan baju kak rio satu satu, lalu di keringkan oleh mesin cuci. Aku beralih pada jemuran, karena pengering mesin cuci tidak sepenuhnya kering. Setelah selesai mencuci pakaian cukup banyak aku kembali ke ruang tengah, disana ada kak rio sedang menonton TV sambil bermain HP.
"Udah?" Tanya nya ketika melihat aku datang menemuinya. Aku membalas dengan anggukan, "sekarang, beresin kamar gue."
Sehabis nyuci, beresin kamar?!
"Kenapa? Cepet sana!" Perintahnya, akhirnya aku menurut juga.
Aku membuka pintu kamar di lantai atas, kamarnya sungguh berantakan. Banyak baju yang tergeletak sana-sini, sampah makanan juga berserakan disana, kertas yang di gulung juga terdapat di mana-mana.
Ini kamar atau kapal pecah?!
Aku mencoba ikhlas sambil membersihkan dan merapihkan kamar ini, walaupu sebenarnya dalam hatiku penuh dengan gerutuan kesal, tapi aku mencoba melupakan itu.
Toh, ini salahku. Harusnya aku tidak bersama laki-laki lain padahal aku sudah punya kak rio, ternyata pacaran itu seribet ini ya. Meminta permintaan maaf dari kak rio juga ga gampang, harus ngelakuin ini dulu.
"Kak rio cuma manfaatin lo."
Kata-kata audy, seakan terniang di kepalaku. Sudahlah, lupakan itu. Berfikirlah secara jernih, jangan asal menilai orang kalau dia sendiri tidak tahu sifat orang tersebut. Aku menganggap diriku ini membantu kak rio, bukan menjadi babunya. Itu saja.
Setelah 15 menit-an aku membersihkan kamar super pecah ini, akhirnya aku berjalan menghampiri kak rio lagi. Kak rio lagi memakan roti, aku lupa bahwa aku belum makan siang ini. Pantas saja dari tadi aku lemas, di restaurant aku hanya memesan minum saja tadi.
"Kak, aku boleh istirahat?" Tanyaku, sambil melirik roti di tangan kak rio.
"Siapa bilang? Sapu dan Pel semua lantai di rumah ini." balas kak rio dengan dingin, aku hanya diam dan pergi mengambil sapu.
Seluruh lantai rumah ini?!
Rumah ini begitu luas, dan berlantai dua. Mana mungkin aku sanggup mengerjakan ini semua? Lagi pula, aku belum makan, jadi perutku terasa perih dan tubuhku sangat lemas. Tapi kalaau aku tolak, bisa-bisa kak rio marah padaku. Aku tidak mau itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Devil Prince [Segera Terbit]
Teen Fiction"lo suka kan sama gue? mulai sekarang, kita pacaran." -Rio. gimana sih, rasanya nunggu laki-laki yang kamu suka dari kelas 1 SMP, lalu baru menembak secara terang-terangan saat kelas 1 SMA?! deg-degan tau. itulah yang aku rasakan saat ini, tapi, te...