27. Hilang.

4.6K 171 1
                                    

Di play dulu song nya..

-happyreading-


Semenjak aku jadian sama andra, sesosok rio benar benar hilang dalam kehidupanku. Setiap aku lewat atau berpas-pasan dengan kak rio, ia selalu diam tanpa menyapa bagaikan aku itu tak ada. Iya, aku tau ini pilihanku, dan aku tak bisa berharap lebih dengan semua pilihanku. mungkin aku memang egois, sudah mendapat andra tapi masih berharap kak rio.

Hari ini, andra tidak masuk sekolah karena harus menjemput orang tuanya di bandara. Yap, orang tuanya sudah pulang dari luar negeri. Kata andra, ia akan memperkenalkan--ralat, mengingatkan aku dengan orang tuanya. Mungkin takut orang tuanya lupa bahwa aku teman kecilnya.

Sepulang sekolah, hujan turun dengan deras. Mau tak mau aku menunggu di halte dulu sampai angkot datang atau minimal hujan berhenti. Dan ternyata di halte ada orang yang aku kenal, dia salah satu kakak kelasku, namanya kak silvana. Dia ketua ekskul KIR, dan menurutku dia cantik apalagi sekarang dia di gosipkan sedang dekat dengan kak rio. Walaupun hati kecil ini cemburu, tapi aku bisa apa? Bukan siapa-siapanya juga kok.

"Eh, viona. Nunggu angkot?" Tanya kak silvana saat aku sampai di halte.

"Iya kak. Kakak juga?" Tanyaku balik.

"Enggak." Balas kak silvana, "terus nunggu apa?" Kataku.

"Nunggu rio, dia lagi beli minum. Eh, tuh orangnya dateng."

Benar juga. Aku tak sadar jika motor yang di parkir di pinggir halte ini adalah motor kak rio. Kak rio datang membawa 2 botol minuman menuju halte. Aku tak tahu harus berbuat apa.

"Nih Sil" ucap kak rio sambil memberikan satu minumannya kepada kak silvana. Aku hanya memperhatikan mereka dalam diam di sebelahnya, kalian tak usah tanya bagaimana perasaanku.

Aku hanya memandang hujan yang masih turun dengan deras, karena curah hujan yang ekstrim membuat suhu udara semakin dingin. Aku memeluk diriku sendiri untuk mengurangi dingin, tapi tetap saja sia-sia.

"Dingin?" Aku menoleh, ku kira kak rio bertanya padaku. Ternyata sama kak silvana.

'Ngapain sih lo masih berharap vi?! Bodoh tau gak!' Batinku dalam hati.

"Iya, ujannya deras banget" kata kak silvana.

Kak rio membuka jaketnya lalu memakaikan ke tubuh kak silvana, "pakai jaket gue biar hangat. Tenang, bersih kok. Lagi pula keringet gue wangi." Kata kak rio sambil tersenyum lima jari.

"Haha, bisa aja lo. Ini ga papa gue yang make? Nanti lo gimana?" Ujar kak silvana. Aku hanya diam mendengar percakapan mereka.

"Yang penting lo aja yang make, biar gak sakit. Gue maah gampang"

"Oh gitu, mau jadi pahlawan nih ceritanya?"

"Iya, pahlawan hujan. Haha"

"Apaan sih yo, garing tau gak?"

"Ketawa aja biar gak garing."

"Apaan sih, hahaha"

Lagi-lagi aku cuma diam. Memandang kosong ke arah hujan, mendengar percakapan yang sama sekali tidak aku ingin dengarkan. Jika saja aku bisa mencopot telingaku, ingin rasanya aku lepaskan sekarang. Daripada aku harus mendengar percakapan yang perlahan melukai diriku sendiri. Tiba-tiba ingatan kenangan ku bersama kak rio saat hujan pun muncul kembali dalam ingatanku, aku rindu saat-saat itu. Aku mencoba menahan air mataku agar tak jatuh, tapi sepertinya susah.

"Kak, viona duluan." Ucapku kepada kak silvana dan... ah sudah lupakan. Aku berkata tanpa menoleh ke arah mereka sedikit pun demi menutupi mataku yang sudah mau di jatuhi air mata ini.

My Devil Prince [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang