24. Marah.

4.2K 168 0
                                    

audy menatapku tajam, sedangkan aku menatapnya kikuk. lalu audy mendekat ke arahku seraya berbisik, "cukup tau Vi." setelah itu, dia pergi berlari meninggalkan aku yang masih membisu di sini.

aku menatap punggung audy yang semakin lama menghilang, selesai sudah aku sekarang. audy akan sangat marah besar padaku, aku harus bagaimana?

"kenapa?" tanya kak rio yang masih bingung atas apa kejadian barusan.

"biasa kak, urusan perempuan." balas ku mendusta.

"yaudah, ayuk pulang." kak rio menarik tanganku menuju motornya.

///

akupun sampai di runaah, Terlihat jelas tante vika sedang di ruang tamu seraya memainkan ponselnya. aku masuk tanpa salim atau sekedar mengucapkan salam, karena yang nyambut nenek lampir.

"di ajarin buat sopan gak?" kata tante vika ketika melihat aku masuk ke rumah tanpa salam.

aku tidak menghiraukan ucapan tante vika barusan, aku tetap berjalan masuk tanpa menoleh ke arahnya.

"oh ya lupa, kan ibunya udah mati." ujar tante vika dengan senyuman sinisnya. aku berhenti melangkah, sedikit geram akan perkataannya barusan.

"apa masalahnya sama lo?" padahal tadinya aku tidak ingin mencari keributan, tapi sepertinya perempuan jalang di depanku ini benar-benar memancing amarahku.

"semasa emak lo hidup, gak pernah di ajarin sopan santun sama orang yang lebih tua? Oh ya gue lupa, emak lo kan sibuk ngurusin jantungnya, padahal mah ujung-ujungnya juga mati. Haha." Ucap Vika--aku malas menyebutnya dengan sebutan 'tante' ia tak pantas di hormati. Vika bangkit dan menyamakan posisinya denganku, kini aku dan vika berhadapan. Vika tersenyum sinis seperti menantangku.

"Kasian ya, emak lo. Udah jantungan, di selingkuhin suami, eh punya anak kayak elo. Derita banget---"

PLAK!

Satu tamparan berasal dari tanganku sukses aku layangkan dengan mulus di pipinya. Emosi ku sudah tidak bisa di tahan kalau menyangkut mama. Wanita jalang ini memang sudah pantas aku tampar seperti tadi, bahkan mulutnya itu ingin sekali aku sobek sampai lebar agar tidak bisa berbicara lagi.

"Lo!! NYARI RIBUT SAMA GUE?!" Vika menantangku sambil mengelus pipinya yang terlihat merah bekas tamparanku.

Aku mencengkram kerah Vika dengan keras, "lo boleh nge-hina gue, tapi kalau soal mama gue, jangan harap lo bisa napas di dunia ini!" Ucap ku denyan tatapan tajam, Setelah berkata seperti itu, aku mendorong tubuh vika sampai jatuh--untung saja bawahnya sofa.

Vika tidak bergeming, bahkan dia memaku di tempat. Aku sudah di buat emosi olehnya, mungkin tamparanku barusan belum bisa di katakan sebagai hukuman yang pantas untuk Vika. Malah menurutku, Vika itu harus mendapatkan yang lebih dari sebuah tamparan.

Vika PoV's.

Aku menatap anak sialan itu tanpa melawan sedikit pun. Bodohnya aku, kenapa aku terpaku saat viona mencengkram kerah baju ku dengan keras. Tatapan tajamnya itu seolah membuat tubuhku tegang dan takut. Suara beratnya barusan, membuat diriku tidak berani melawan.

Tunggu. Apa aku takut? Tidak mungkin. Mana mungkin aku takut dengan bocah ingusan seperti dia. Lihat saja viona, tamparan mu barusan akan segera aku balas!

"Awhh.." ringisku saat menyentuh tulang pipi ku yang sedikit bengkak akibat tamparan viona barusan.

Aku mengambil ponsel di sebelah tempat aku duduk, lalu memencet nomor Veronicka di sana. Tak lama, veronicka pun menjawab panggilan dariku.

My Devil Prince [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang