Andoreta 24 - Tamu Nareta

22.8K 1.5K 22
                                    

Andoreta 24 - Tamu Nareta

***

Pagi harinya, Reta tersenyum melihat posisi tidur Ando. Sangat lucu, pikirnya. Ando meringkuk kedinginan. Padahal semalam Reta sudah memberikannya selimut. Memang dasar Ando saja kalau tidur tidak bisa diam. Selimut yang diberikan Reta semalam malah jatuh ke lantai.

"Ando ... Ando. Tidur kayak kebo," ujar Reta sambil menyampirkan selimut ke badan Ando.

Reta pun ke dapur, sepertinya ia harus membuat sarapan untuk mereka berdua. Menu apa hari ini? Nasi goreng? Sudah bosan.

Reta mempunyai ide, bagaimana jika dia memasak bubur saja.

Reta pun mulai menyiapkan bahannya. Ia membasuh bersih beras lalu ia masukkan ke dalam ricecooker dengan air yang cukup banyak. Nanti baru diaduk jika sudah lumayan matang.

Reta juga membuat sayur sop lagi, untuk teman makan bubur. Rasanya tidak terlalu sulit karena dari dulu Reta memang suka sekali.

Ando terbangun dari tidurnya, ia mencium aroma masakkan. Ia pun langsung beranjak dari sofa apartemen Reta. Mengikuti ke mana arah aroma masakkan yang ia cium.

"Wiiiih, sayang udah bangun aja," ujar Ando sambil mendatangi Reta.

"Iya lah! Kalau nggak bangun gitu kita mau sarapan apa? Kamu aja tuh yang tidurnya kayak kecoa tenggelam, lama amat bangunnya," ujaar Reta sambil mengaduk sayur sopnya.

"Kan mimpiin kamu, Yang. Makanya aku lama banget, aku kan nggak mau ngelewatin kamu sedikit pun walaupun dalam mimpi. Gemesh deh kamu kayak paprika," ujar Ando. Lalu ia mencium aroma sop buatan Reta.

"Udah sana kamu cuci muka dulu. Nanti kita langsung makan," kata Reta.

"Oke oke deh, udah kayak suami istri aja deh," ujar Ando lalu ditambah dengan ciuman kilat di pipi Reta. Ando langsung lari sebelum dimarahi Reta.

"ANDOOOOO!!!" sungut Reta.

"Hadiah pagi hari, Sayang. Nanti lagi ah," ujar Ando di sela-sela larinya. Lalu ia langsung masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar Reta.

"Nyebelin." Reta menggerutu.

***

Seusai sarapan, Reta dan Ando bersiap untuk bertemu Miranda. Tadi pagi Miranda menelepon Reta. Reta dan Ando disuruh ke rumahnya. Mungkin Miranda merindukan calon menantunya itu.

"Ndo, ayo ih, cepetan. Kamu tuh cowok tapi lama banget sih dandannya," gerutu Ando.

"Sabar dong, Paprika. Ini juga lagi nyisir rambut."

"Lama!"

Reta sejak tadi sudah mengomel. Memang terkadang Ando menyebalkan.

Tiba-tiba bel pintu apartemen Reta berbunyi. Sepertinya mereka kedatangsn tamu.

"Ndo, bentar. Aku buka pintu dulu," kata Reta.

Ia pun berjalan ke arah pintu. Ia bingung siapa yang datang sepagi ini. Apakah Rizki? Kalau pun Rizki, Reta tidak takut lagi, karena di sini ada Ando yang melindungi Reta.

Dalam hati Reta terus bertanya, kenapa banyak sekali tamu yang datang ke apartemennya? Ya, tidak banyak sih. Hanya Miranda, Ando, Wulan dan Rizki. Tapi kedatangan mereka hampir tiap hari. Itu yang membuat Reta menerima tamu.

Reta pun membukakan pintunya, betapa ia terkejut saat melihat siapa yang ada di depan pintu.

Tamu yang benar-benar tidak terduga. Bukan Rizki pastinya.

"Ibu?" lirih Reta.

"Sayang, Ibu bawain kamu nasi goreng. Kita sarapan yuk," ujar Amel sambil menunjukkan rantang yang ia bawa. Pagi tadi Amel sudah bangun lebih awal, ia akan berkunjung ke rumah Reta, memberikan sarapan yang sudah ia masak.

Waktu Reta kecil, Amel memang tidak pernah memberikan perhatian kepada Reta, karena Amel menitipkan Reta pada saudaranya.

Sekarang saat Amel bertemu kembali dengan Reta, ia akan membuat Reta bisa menerima kehadirannya dan Rizki kembali.

"Nggak. Reta udah sarapan," kata Reta dingin.

Reta belum mempersilakan Amel masuk. Mereka masih berdiri di depan pintu.

"Nggak pa-pa, Sayang. Nasi gorengnya bisa kita panasi, bisa dimakan nanti siang. Gimana kalau kita pergi jalan-jalan? Kamu kan suka jalan-jalan, ya, Sayang?" ujar Amel penuh semangat. Ia sudah membayangkan akan pergi bersama Reta.

"Nggak, Reta mau ke rumah Tante Miranda."

"Reta ...," lirih Miranda.

"Sayang, siapa tamunya?" ujar Ando saat mendatangi Reta. Ando pikir hanya tukang koran atau tukang susu langganannya, ternyata lain.

"Tante Amel?" ujar Ando.

"Ando? Kamu tinggal di sini juga?" tanya Amel. Sebenarnya ia hanya ingin memastikan apa Ando tinggal satu rumah dengan Reta atau tidak. Pasalnya mereka belum menikah. Lagipula Rizki bercerita kalau Reta hanya tinggal sendiri.

"Oh, enggak, Tan. Saya cuma nginap aja. Tapi nggak usah khawatir, saya tidur di luar, kok," jawab Ando.

"Oh, syukurlah. Tante pikir," ujar Amel lega.

"Ndo, kita jadi kan ke rumah mama kamu? Tadi lagi mama kamu nelpon katanya disuruh cepat-cepat," ujar Reta. Ia tidak sadar kalau perkataannya barusan menyakiti hati Amel.

Reta lebih memilih pergi menemui Miranda dibandinhgkan menerima tawaran Amel.

"Kamu mau pergi, Nak? Tapi mama udah bawain nasi goreng. Kan mubazir," ujar Amel.

"Ibu kasihin ke Kak Rizki atau suami Ibu yang baru aja," ujar Reta. "Maaf, Bu, Reta harus pergi," lanjutnya.

Perlahan Amel melangkah mundur. Reta mengambil tas slempangnya dan mengunci pintu apartemennya.

Sementara Amel, ia menunjukkan raut kecewa. Sebenci ini kah putrinya?

"Reta, apakah kamu tidak bisa menyayangi Ibu seperti kamu menyayangi Miranda?" tegur Amel saat Reta melewatinya. Tidak memperdulikan Amel.

Reta berbalik menatap ibunya. Dalam hatinya ia juga tidak ingin berperilaku seperti ini pada ibunya. Tapi hatinya sakit, sangat sakit. Ando masih setia menggenggam tangan Reta, seakan-akan ia menyalurkan kekuatan untuk Reta.

Ando juga paham betul, Reta tidak mungkin setega inu kecuali terpaksa.

"Ibu saja bisa menduakan ayah dan menikah dengan pria lain. Ini yang namanya 'sayang'? Ini yang namanya 'cinta'?" seru Reta. Air matanya sudah tak tertahan lagi. Ia kini benar-benar menangis.

"Tapi, Nak-"

"Udah, Bu. Ibu saja tidak mencerminkan perasaan sayang dan cinta. Apa Reta salah melakukan semuanya?" kata Reta.

"Reta-" Ando mulai bersuara namun disanggah oleh Reta.

"Aku udah nggak mau debat lagi, Ndo. Aku tunggu kamu di parkiran," ujar Reta meninggalkan Amel dan Ando. Sebenarnya Reta hanya menghindari mereka. Reta tidak mau menunjukkan air matanya.

Ando menatao Amel sendu. Entah kenapa ia juga tidak tega melihat Amel, tapi ini sudah keputusan Reta.

"Tante Amel, saya permisi dulu. Saya harap Tante Amel bisa mengerti perasaan Reta," ujar Ando berpamitan.

Amel pun tersenyum sedih. "Iya, Nak Ando. Hati-hati, ya. Tante titip Reta," ujar Amel.

Amel hanya bisa menatap punggung Ando. Ia berharap Reta tidak akan tersakiti lagi.

TBC

Entah kenapa part ini agak sedih lihat Amel? Reta nya keterlaluan ya? 😥😥

-ela-

🌽 ANDORETA (END) 🌽 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang