PART10

832 32 0
                                    

2tahun kemudian

"Kira kira mau diapain ini undangan ya vik?" Tanyaku pada vika.
"Ya dikasih keorang tua lah ar, inikan acara kita buat orang tua kita. Gimana sih kamu" tutur vika santai.
"Eum. Tapi aku takut papa marah lagi dan gak datang vik".
"Eh iya ya ar. Terus gimana?".
Yaelah nih anak. Malah balik lempar pertanyaan. Batinku sedikit kesal.
"Yaudah lah. Nanti aku cobak pulang dan ngomong sama papa".

***

Kini langkahku mengarah kesebuah perumahan. Berhenti disebuah rumah megah bernuansa putih. Rumah yang sudah lama tak aku tempati. Dan meninggalkan kenanganku bersama mama.
Aku menyapa tukang kebun dirumah. Hendak meminta tolong membukakan pagar besi yang menjulang tinggi dihadapanku.
"Kang. Minta tolong bukain gerbangnya" kataku sedikit berteriak.
"Ya allah non artha. Iya non tunggu sebentar" kata tukang kebun rumah dan langsung bergegas membukakan gerbang tinggi ini.

"Kebetulan non artha pulang. Bapak sedang ada dirumah non" tutur kang narko kepadaku.
"Oh iya kang. Saya masuk dulu ya" pamitku sopan.

Kuketuk papan yang tingginya menjulang didepanku.
Menunggu beberapa saat sampai mbok imah pembantuku membukakan pintu.
"Eh non artha. Mari masuk". Kata  mbok imah sopan.
"Asalammuallaikum mbok. Papa dirumah" tanyaku pada mbok imah.
"Iya non. Bapak ada dirumah. Mari mari masuk" kata mbok imah mempersilahkanku masuk.
Kakiku menapak lantai marmer yang menghias ruang tamuku.
Pandanganku meneliti sekeliling ruangan ini.
Tidak ada yang berubah" batinku.

"Bapak ada diruang tengah non" kata mbok imah memberitahuku.
"Ah iya mbok, terima kasih".
Aku langsung melangkah menuju ruang tengah rumahku.
Aku melihat papa sedang membaca koran disitu.
Aku merindukanmu pa". Senyumku merekah mlihat sosok didepanku ini.
Sudah sangat lama aku tak berbincang dengannya.
"Assalammuallaikum pa". Kataku bergetar. Papa mengalihkan pandangannya. Menatap horor padaku.
"Ngapain kamu pulang" suara barithon itu membuatku semakin takut.
"Ehm. Aku kangen papa" kataku lirih.
Dia tidak menggubrisku sama sekali.
Dan lebih memilih melanjutkan membaca koran.
Aku menghela nafasku kasar. Mengumpulkan keberanianku.
Aku yakin, semarah apapun papa dia tetaplah papa yang selalu menyayangiku.
Aku berjalan mendekatinya.
"Pa, papa sehat kan?" Tanyaku mencoba mencairkan suasana.
"Ehm.. artha kangen banget sama papa. Bentar lagi insha allah artha bakal pulang lagi kerumah pa" tuturku panjang lebar.
"Oh iya. Ini ada undangan dari pesantren pa. Artha berharap papa datang ya".
"Papa gak bisa datang ar" jawab papa datar.
Alhamdulillah, walaupun papa bersikap dingin. Setidaknya dia tidak bersikap kasar seperti dulu.
"Kenapa pa, hanya sehari kok pa dan acaranya juga gak bakal lama." Jelasku memohon agar papa menghadiri acara ini.
"Ini acara tidak penting! Papa ini sibuk. Gak ada waktu buat menghadiri acara seperti ini!"
Kuhela nafasku pelan. Mungkin papa memang sedang sibuk.
Ada sebersit rasa kecewa dalam hatiku. Tapi buru buru kuenyahkan.
Sudahlah. Memang papa sedang sibuk. Lain acara pasti dia menyempatkan untuk hadir. Batinku menguatkan.
Kutatap arloji yang melingkar ditanganku. Sudah menunjukkan pukul 03.45
"Yaudah. Artha balik dulu kepesantren ya pa. Udah sore juga" pamitku sopan. Langsung kugait tangan papa. Dan mencium tangannya.
Selangkah lbih baik. Papa tidak menolak.

***
Malam ini semua santri dan santriwati sedang berjejer di didepan gerbang pesantren.
Menantikan kedatangan kedua orangtuanya untuk melihat mereka tampil malam ini.
"Nah itu abi sama umi, aku samperin mereka dulu ya ar" kata vika kegirangan karena abi dan uminya sudah datang.
"Iya vik." Jawabku singkat.

"Assalammuallaikum ar, bagaimana kabarnya sayang?". Kata umi vika menyapaku.
"Waalaikumsalam tante. Alhamdulillah. Tante sendiri?"
"Ya.. seperti yang kamu lihat."
Aku hanya melempar senyuman pada abinya vika.
"Ar. Kami masuk dulu ya, nanti aku tungguin kamu dibelakang"
Kata vika berpamitan.
Aku hanya membals dengan senyuman.
Aku menatap punggung abi umi dan vika.
Kapan keluargaku akan seprti dulu lagi. Batinku.

Lama aku menunggu tapi papa tak kunjung datang juga. Bahkan sampai semua santri dan santriwati sudah masuk.
Huft.. sepertinya papa memang tidak datang.
Akhirnya aku memutuskan untuk masuk. Sepertinya penantianku sia sia.
Kubalikkan badanku kulangkahkan kakiku masuk. Sampai aku aku mendengar ada yang berteriak dan menepuk bahuku.
"Assalammuallaikum cantik"

RINDU ALLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang