"Sungguh aku tidak bisa". Pernyataan itu keluar dari mulut artha. Hening. Atthar tak lagi membuka suara.
"Aku sudah dikhitbah, dan papaku telah menerimanya". Penjelasan berikutnya telah keluar. Semakin sempurna membungkam mulut atthar.
"Kau mencintainya?" Pertanyaan yang tak perlu dijawab lagi. Sungguh. Membuat artha bingung. Membohongi perasaan sendiri. Ya itulah yang saat ini terjadi.
"Bagaimanapun perasaanku itu sungguh tidak penting. Biarlah menjadi urusanku dengan Allah". Selesai sudah. Jawaban yang tak pantas diragukan lagi.
Atthar menghela nafas. Mengusap wajahnya kasar.
Mungkin memang artha buka jodohnya.
Dan yang harus dia lakukan hanya ikhlas. Mengikhlaskan lebih tepatnya.***
Atthar menatap nanar jalanan yang dipenuhi oleh kendaraan berlalu lalang.
Kini dia sedang mengantar uminya kepasar. Bermaksud mencari barang bawaan yang akan dibawa untuk melamar artha.
Menunggu didepan kedai kopi sampai uminya keluar membawa belanjaannya.
Tak sengaja sudut matanya menangkap sosok bertubuh ringkih yang hendak menyebrang.
Tanpa pikir panjang atthar langsung bangkit. Berjalan menuju sosok itu. Hendak membantunya untuk menyebrang jalanan yang ramai.
Baru saja kakinya menginjak badan jalan. Mobil BMW hitam melaju kencang. Mencoba menerobos jalanan yang ramai.
BRAKKKKK...
"Allahuakbar" kalimat itu yang terucap. Tak ada kalimat lain. Tubuhnya dihantam oleh kuda besi tersebut. Sakit menjalar ditubuhnya. Matanya buram. Hingga ia tak lagi mendengar apapun lagi.***
"Ar... artha". Vika meneriaki seisi kamarnya.
Meneliti setiap sudut ruang kamarnya. Kosong. Tanpa siapapun.
"Assalammuallaikum" yang dicari baru saja menampakkan batang hidungnya. Melenggang santai mulai memasuki kamarnya.
Mata vika melotot. Geram. Kesal bercampur khawatir.
"Ar. Kamu kemana aja sih aku cariin juga" nada bicaranya meledak ledak. Membuat artha memicingkan matanya.
"Istighfar vik. Ada apa sih?"
Artha berjalan mendekat nakas. Meletakkan al qur'an dan mukenahnya. Vika berjalan membuntuti artha. Mencoba mengatakan berita buruk yang sedang berdesus dipesantren.
"Ar.. gus atthar kecelakaan. Dan kamu tau siapa yang menabraknya. Yang menabrak gus atthar adalan orang yang menjemputmu kemarin lusa".
Artha menghentikan pergerakannya. Mencoba menelaan perkataan vika.
Abizard yang menabrak atthar. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi.
"Antarkan aku kerumah sakit". Artha melangkah keluar kamar. Airmatanya meluruh. Ia mengenal abizard, bagaimana cara abizard mengendarai mobil. Membayangkan tubuh atthar dihantam mobil abizard. Sungguh itu membuat hati artha semakin tidak karuan.
"Ar, kita nebeng pak kyai aja ya. Aku gak tau rumah sakitnya".
Vika mempercepat langkahnya. Mencoba mensejajarkan dengan langkah artha.
"Bagaimanapun caranya. Kita harus sampai rumah sakit vik"***
Artha melangkahkan kakinya begitu cepat. Tak menghiraukan orang orang yang mencoba mensejajarkan langkah dengannya.
Untuk kedua kalinya. Dia menyusuri lorong dingin ini untuk melihat keadaan orang yang dia cintai. De javuu.
Pak.kyai menatap punggung artha yang semakin menjauh. Dibalik raut wajahnya yang tegang. Ada sedikit semburat bahagia. Dia menyadari jika gadis didepannya ini sebenarnya menaruh hati dengan anaknya. Sungguh tak salah keputusannya mengkhitbah gadis ini untuk anaknya.Artha mengedarkan pandangannya kesetiap pintu. Mencari nomor 307.
Ketemu. Tangannya memegang knop pintu putih didepannya. Belum sempat dia memutar knop pintu itu. Namun pintunya telah terbuka. Menampakkan sosok abizard. Calon suaminya yang tampak begitu berantakan.
Artha tak mengindahkan kehadiran abizard. Dia langsung menelusup masuk. Menemui sosok yang ia cari.
"Atthar" suaranya bergetar. Mencoba menahan tangis agar tidak luruh.
"Duduklah" kata wanita paruh baya yang berbalit gamis berwarna hitam. Lengkap dengan cadar yang menutupi sebagian wajahnya. Namun matanya tak mampu menutupi kesedihan dan kekhawatirannya.
"Ah iya bu. Maksud saya ustadzah".
"Panggil saja umi".
Artha sedikit mengembangkan senyumnya. Kemudian memalingkan pandangannya kepada atthar.
"Bagaimana keadaanmu?" Khawatir. Sungguh artha sangat khawatir.
Atthar melempar senyumnya. Seakan meyakinkan kepada artha bahwa dia baik baik saja.
"Alhamdulillah".
Artha beranjak duduk. Sudut matanya menangkap sosok asing yang sedang berada disisi ranjang atthar.
"Ar. Itu kakaknya atthar yang ada diKediri. Setelah mendengar kabar ini. Dia langsung bertolak kemari". Rupanya umi mengerti maksud tatapan bingung artha.
"Ini pasti calon istrinya atthar ya mi? Perkenalkan saya aisyah." Gadis bernama aisyah itu menjabat tangan artha. Melengkungkan sudut bibirnya.
Artha hanya tersenyum kikuk.
"Masih belum resmi ais" umi menyela.
"Perkenalkan saya artha. Calon istri lelaki yang menabrak atthar tadi".
Umi,aisyah, pak.kyai, vika hanya melongo. Tak percaya dengan apa yang dikatakan artha.
Atthar hanya mendengarkannya. Mencoba tersenyum untuk menutupi lukanyaVomentnya ya kakak.
Terima kasih sudah membaca😊
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU ALLAH
SpiritualAkulah pendosa. Lalu pantaskah manusia pendosa ini merindukan tuhan? Disaat aku masih terus melakukan kesalahan kesalahan itu. Pantaskah aku menyandang gelar sebagai hamba. Setelah banyak dosa yang kuperbuat selama ini. Aku selalu berpikir. Dapatk...