Dingin. Sunyi. Angin menelisik lewat jendela. Membuat mukenah putih yang menjuntai sedikit menari nari.
Seorang gadis telah berkeluh kesah dengan rabbnya. Membasahi sajadahnya dengan cairan bening yang membanjiri pelupuknya. Romantis sekali bukan?.
Bangkit. Terduduk. Mulutnya masih bergerak gerak membaca do'a.
"Assalammuallaikumwarohmatullah" menoleh kekanan. "Assalammuallaikumwarohmatullah" kemudia menolehkan kepalanya kekiri.
Menengadahkan tangannya. Menatap langit langit kamarnya yang gelap. Hanya disinari cahaya remang remang dari lampu diatas nakas.
Sejak sebulan yang lalu gadis itu yang tak lain adalah artha telah boyong dari pondok. Dia tidak lagi belajar dan tinggal dipondok. Itu berarti telah sebulan lamanya dia tidak bertemu dengan pria yang selalu membuatnya tak karuan.Tes. Airmata kembali meluruh. Bibirnya bergetar menahan isakannya.
"Ya Allah, wahai rabb yang maha membolak balikkan hati. Aku meminta kepadaMu, jika memang dia adalah jodohku. Tolong dekatkan kami. Satukan kami dalam ikatan halal tanpa menyakiti siapapun. Dan jika memang dia bukan jodohku kumohon hilangkan perasaan ini dengan caraMu".
Mengusap pipinya pelan dengan tangannya.
Hatinya sedang gundah.
Dia takut jika suatu saat nanti. Ketika dia telah menikah dengan orang pilihan papanya. Dia tidak akan bisa memenuhi kewajibannya.~¤¤¤~
"Pagi pa". Artha bergerak menuruni anak tangga.
Melempar senyuman manis untuk papanya.
"Pagi ar, sudah rapi? Mau kemana?" Tanya papanya menyelidik.
Artha duduk didepan papanya. Dipisahkan oleh meja panjang yang penuh dengan makanan."Aku mau main kerumah vika". Jawab artha seadanya. Tangannya sibuk mengupas apel merah yang terlihat menggiurkan.
"Papa mau?" Menyodorkan potongan apel kepada papanya.
Papanya hanya mengangguk. Mengambil potongan tersebut lalu melahapnya habis.
"Sebaiknya makan dulu. Baru berangkat" saran papanya.
"Nanti artha makan dirumah vika aja. Artha mau belajar masak sama dia" tutur artha menjelaskan.
"Pinter deh anak papa. Bentar lagi nikah. Wajib bisa masak itu" papanya tertawa renyah. Menggoda artha yang sejak tadi mulai tak nyaman jika papanya membahas tentang pernikahan.
"Ehm. Artha berangkat dulu ya" artha mencium tangan papanya. Memeluk kemudian mengecup pipinya singkat.
Gadis itu berjalan kedepan. Menunggu taxi didepan perumahannya.~¤¤¤~
"Assalammuallaikum" sesekali artha memencet bel. Tidak ada jawaban.
Kemana papa. Batinnya.
Sepersekian detik kemudian asisten rumah tangganya membukakan pintu.
"Maaf non. Tadi saya sedang mandi" dia mempersilahkan artha masuk. Artha hanya mengangguk, memaklumi apa yang barusan terjadi.
"Papa mana bik?" Tanya artha sopan.
"Tuan sedang tidur. Baru pulang juga non. Non artha belajar masak dimana?".
"Dirumah vika, aku keatas dulu ya bik. Gerah mau mandi" pamit artha. Dia sedikit berlari menaiki tangga.
Badannya sudah lengket karena keringat.20 menit dia habiskan untuk membasuh diri dikamar mandi.
Setelahnya duduk disofa. Menonton tv, nyemil.
"Non" beberapa ketukan terdengar. Menghentikan aktivitas artha.
Siapa sih. Batin artha
Gadis itu memutar knop pintu kamarnya.
"Iya bik. Ada apa?" Tanya artha sopan.
"Dipanggil tuan diruang tamu non".
Artha mengangguk. Tersenyum.
Kemudia melangkahkan kakinya menuruni tangga.
Langkahnya terhenti ketika pandangannya mengarah kepada beberapa orang yang duduk diruang tamunya.
"P.kyai, kak aisyah, umi" debar jantunh artha mulai tak karuan
Pikirannya berkecamuk memikirkan sedang apa mereka disini.
Kakinya tergerak kembali menuruni anak tangga.
"Atthar" langkahnya kembali terhenti. Ketika melihat atthar yang berjalan dari arah dapur kemudian duduk disamping p.kyai.
"Artha, sini sayang" papanya sedikit berteriak memanggil artha yang terpaku ditangga.
Yang namanya merasa dipanggil langsung mempercepat langkah.
"Duduk sini ar" tangannya menepuk nepuk sofa yang dia duduki.
"Ah iya pa".
Artha tak berani melihat siapapun. Dia hanya menundukkan pandangannya.
"Karena artha sudah disini. Kami akan segera menyatakan tujuan kami datang kemari" kata p.kyai memecah suasana canggung yang tercipta.
"Jadi begini om". Atthar mulai bersuara. Menghela nafas. Membenarkan posisi duduknya. Kemudian menatap p.kyai, p.kyai mengangguk seakan memberi semangat untuk atthar. Atthar memalingkan pandangannya. Gurat cemas dan tegang tak bisa ditutupi. Kini dia memberanikan diri menatap papa artha.
"Maksud saya kemari, saya ingin mengkhitbah artha".
Artha yang mendengar pernyataan itu langsung mendongakkan wajahnya. Menatap atthar sesaat.
Perasaannya tak karuan. Bingung. Bahagia. Entahlah. Apa yang dia rasakan.
"Bagaimana om?" Tanya atthar memastikan.
"Mohon maaf sebelumnya. Saya langsung to the point saja. Putri saya sudah dilamar oleh anak teman saya. Dengan begitu anda semua tahu apa jawaban yang akan saya berikan". Papa artha mengatakan dengan tegas. Sakit hati dimasa lalunya seketika muncul.
"Saya mohon biarkan artha memilih" kalimat atthar memelas. Dia sangat berharap gadis didepannya ini bisa ia pinang."Tidak ada yang perlu dipilih. Jelas jelas anak saya sudah dilamar" papa artha mulai tersulut emosinya. Tangannya membuka laci kecil disamping sofa yang ia duduki.
Meraih secarik kertas berwarna softpink yang dipenuhi tulisan.
"Ini undangan pernikahannya. Ini undangan untuk anda. Silahkan datang. Dan maaf saya tidak bisa menerima lamaran anda"
"Papa". Mendengar apa yang dikatakan papanya artha kembali mendongakkan wajahnya.
Entah mengapa dadanya begitu sesak melihat suasana saat ini. Air matanya sudah lolos sedari tadi membanjiri pipinya.
Dia tak sanggup menolak perasaannya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/111727478-288-k348239.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU ALLAH
SpiritualAkulah pendosa. Lalu pantaskah manusia pendosa ini merindukan tuhan? Disaat aku masih terus melakukan kesalahan kesalahan itu. Pantaskah aku menyandang gelar sebagai hamba. Setelah banyak dosa yang kuperbuat selama ini. Aku selalu berpikir. Dapatk...