3. Salah jurusan

1.3K 115 10
                                    


Kanzia dengan langkah gontai menyusuri koridor kampus dan akan segera menuju ke lantai lima di mana mata kuliah yang diikutinya lebih sering berada di lantai lima. Perut lapar dan kepala pusing adalah salah satu hal yang membuat keadaan perempuan itu menjadi menyedihkan.

Kantung matanya terlihat sangat jelas, rambut panjangnya hanya diikat biasa saja tanpa ada yang menarik dari dirinya. Sangat berbanding terbalik dengan Mira yang menjadi Primadona di jurusannya.

Kanzia menginjak sesuatu yang berakhir dengan suara retakan. Dia melihat apa yang sudah di injak kakinya yang imut itu. Sebuah pensil dengan mengenaskan sudah hancur di bawah kakinya. Perempuan itu mengambil pensil tersebut dan hendak membuangnya ke sampah.

"Sialan Pensil gue!" Suara di sana membuat Kanzia menghentikan langkahnya menuju kotak sampah yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Dengan cepat Kanzia menoleh dan mendapati Arsalan sedang menatapnya dengan tatapan menilai dan tatapan itu berhenti di ujung tangan Kanzia yang masih memegang Pensil mengenaskan itu.

"Lo apain Pensil gue?" Suara itu kembali terdengar. Kanzia meneguk salivanya sungguh dia ingin sekali membalas dengan nada tinggi namun suaranya tidak keluar sama sekali untuk beberapa saat.

"In-iini tadi keinjek sama gue." Akhirnya Kanzia menunduk dengan wajah di tekuk. 

"Maafin gue, tadi pensil lo tiba-tiba ada di bawah kaki gue," lirih Kanzia masih dengan wajah tertunduk.

"Makanya kalau jalan pake mata! Siniin." Arsalah merampas pensil yang dari tadi dipegang kanzia. Kanzia menatap punggung Arsalan yang menjauh dan dia terlihat kesal membuang sembarang Pensil itu. Kanzia meringis melihat pensil yang malang.

Merasa sudah tidak melihat lagi sosok Arsalan, Kanzia berjalan menuju ke arah pensil itu dibuang, kemudian berjalan menuju ke koperasi kampus.

"Mas, yang beginian ada?" tanya Kanzia yang tidak asing dengan benda itu.

"Tipe berapa, Mba?"

"Pokoknya yang persis begini, deh."

Lama grasak-grusuk di dalam sana, akhirnya penjaga koperasi itu datang dengan membawa seperangkat pensil yang sama persis dengan pensil nahas yang dipegang Kanzia dari tadi.

"Oke ini berapa, Mas?" Kanzia mengeluarkan dompetnya.

"Dua ratus lima puluh ribu," jawab Mas penjaga Kopma. sungguh di luar dugaan. 

Kanzia tahu itu pensil Mekanik, dia membeli punyanya seharga dua puluh ribu saja bagaimana dengan milik laki-laki Ketua BEM itu?

"Ini yang bagus, Mba."

Dengan berat Hati Kanzia mengeluarkan uang dari dompetnya, yang sekarang hanya menyisakan sepulu ribu saja setelah membayar pensil itu.

Kanzia kembali berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa dia melirik jamnya, dia lagi-lagi telat lima belas menit.

"Maaf saya terlambat, Pak," seloroh Kanzia menunggu persetujuan dosennya untuk duduk.

"Silakan duduk, dan keluarkan kertas selembar, ini soal Kuis hari ini." Dosen yang cukup irit untuk ngomong. Kanzia seketika stres melihat papan tulis yang dipenuhi oleh angka-angka yang tidak masuk akal.

Dia hanya ingat hukum Newton, itu pun dengan susah payah dia mencoba mengertinya.

Kanzia menggerutu sepanjang jam kuis, mengharapkan Mira, sama saja bohong, dia tidak mengerti sama sekali. Masih mending Kanzia daripada Mira. Mira hanya tahu bagaimana cara menghitung jumlah mantan yang dimilikinya.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang