10. Ikatan

994 86 54
                                    


Pagi hari yang tidak bersahabat karena rintik-rintik hujan membasahi bumi. Tak seorang pun berani keluar tanpa menggunakan payung. Tidak begitu dengan Kanzia, dikarenakan payung miliknya entah menghilang ke mana, alhasil dia menerobos hujan demi sebuah kuis. Yang tepat jam Delapan empat lima akan dilaksanakan. Untungnya, hujan pagi ini tidak deras, sehingga Kanzia tetap berani untuk berjalan di bawah rintik hujan.

Tinn ... tin ...

Suara Klakson mobil terdengar dari samping Kanzia dia menoleh, mendapati seseorang yang sedang tersenyum dari balik kemudi.

"Mau bareng?" Ajaknya. Kanzia menimbang-nimbang sambil melirik jam di pergelangan tangan kirinya.

"Boleh, deh." Dengan Cepat Kanzia masuk ke dalam mobil.

Mobil melaju dengan kecepatan biasa. Tak ada suara antara mereka, keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing. Hingga akhirnya mobil sudah terparkir mulus di kampus.

"Ehmm, terimakasih buat tebengannya." Kanzia keluar dari mobil setelah melepas seatbelt.

"Santai aja, setiap hari juga aku dengan senang hati nganterin kamu." Senyum manis itu terpancar dari bibir milik orang itu.

"He, makasih, ya, Dennis." Kanzia benar-benar pergi tanpa menunggu jawaban Dennis.

Dengan langkah cepat Kanzia berlari ke Fakultasnya. Sebelum mulai kuis, dia menyisakan sekitar sepuluh menit waktu untuk merapikan penampilannya yang sangat berantakan karena hujan tadi. Di toilet, ia mencuci wajahnya dan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Setelah merasa cukup rapi, Kanzia keluar Toilet.

Buggg...

"Eh, sorry,"  ucap Kanzia yang melihat buku seseorang terjatuh dan hampir saja kakinya menginjak buku itu.

"Always like that." Suara itu mulai tidak asing terdengar di telinga Kanzia. Kanzia mendongakkan wajahnya dan dia tidak berniat menjawab apa-apa lagi. Terlalu malas berhadapan dengan orang di hadapannya ini.

"Permisi," Kanzia menyingkir dan memajukan langkahnya. Namun, dia terhenti setelah tangannya ada yang menahan.

"Kenapa?" tanya Kanzia malas, ia sedang buru-buru. Tak ingin membuang waktu dengan hal yang tidak penting.

"Ikut gue!" Ajak suara itu dengan paksa. Kanzia mencoba melepaskan tangan Arsalan tapi sia-sia saja.

Mereka berada di sebuah gedung yang tidak digunakan lagi, rencananya bangunan ini akan diperbaiki sehingga menjadi sebuah bangunan baru yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan Mahasiswa.

Cukup lama mereka berdua terdiam tanpa ada kata diantara mereka. Kanzia mengelus pergelangan tangannya sebelah kiri, dia mengusap-usap lembut.

Siapa lagi yang berani melakukan itu kalau bukam Arsalan. Ia menatap Kanzia yang sedang mengelus pergelangan tangannya, terasa ada sedikit rasa bersalah dari dalam hatinya.

"Maaf,"

Kanzia menoleh sejenak ke sumber suara yang meminta maaf itu.

"No probe," jawab Kanzia kemudian, "well, ngapain ngajak gue ke sini?" tanya Kanzia langsung.

"Ngga ada apa-apa sih, gue cuma pengen ngeliat muka lo." Arsalan menjawab dengan tatapan tajam ke arah Kanzia.

Kanzia terdiam, terasa lagi jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Dia berusaha untuk terlihat biasa saja. Kini giliran Kanzia yang menatap Arsalan, pandangan mereka bertemu di satu titik. Mereka terdiam beberapa saat tanpa suara.

"Apa yang lo mau dari gue?" tanya Kanzia tiba-tiba. Dia tidak sanggup lagi beradu pandangan dengan Arsalan. Laki-laki itu benar-benar mempunyai bola mata seperti magnet.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang