11. Statik

884 78 22
                                    


Kanzia menunggu kedatangan Arsalan, sambil melihat-lihat seisi ruangan apartementnya yang sangat besar. Dia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Memejamkan matanya untuk sejenak, hanya sejenak saja, izinkan dia mengistirahatkan dirinya.

Arsalan tiba dengan sebuah kaos berwarna biru muda miliknya, dan dengan dua kardus yang ditumpuk ada di tangannya. Arsalan melihat Kanzia sudah tertidur dengan pulas di sofa. Merasa kasihan melihat wajah Kanzia yang begitu lelap, akhirnya, dia mengurungkan niatnya untuk segera membangunkan Kanzia. Hujan turun dengan deras dan hari semakin sore. Arsalan melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya.

Kanzia terbangun dari tidurnya yang lelap dengan cepat dia membenarkan posisi duduknya. dia mengamati seisi ruangan dan kembali melirik ke ponsel yang ada di dalam sakunya.

"Whattttttt?????" pekik Kanzia sedikit tertahan. Dia berdiri dari tempatnya.

Arsalan yang dari tadi menyadari Kanzia sudah bangun hanya memperhatikan tingkah laku perempuan itu. Ia menggelengkan ringan.

Plukk...

Arsalan melempar baju kaos yang tadi memang diambilnya untuk perempuan itu dan tepat mengenai mata Kanzia.

"Auhh," teriak Kanzia mengusap matanya seketika. Dia menatap Arsalan dengan sinis.

"Perih bego," ketus Kanzia. Matanya memgeluarkan cairan bening, seketika Arsalan mendekat.

"Sini!" Arsalan menarik tangan Kanzia yang masih mengucak-ngucak matanya.

"Jangan dikucek, ntar tambah parah." Arsalan mensejajarkan posisnya dan mendekatkan wajahnya. Seketika Kanzia mundur satu langkah.

Deg

Jantung Kanzia memompa begitu cepat. Wajah Arsalan begitu dekat dengannya sungguh luar biasa mulus, mungkin Semut akan terpeleset kalau berada di wajah Arsalan.

"Sini gue tiupin." Arsalan mendekatkan dirinya. Kemudian meraih kedua bahu Kanzia. "Diem!"  kata Arsalan sekali lagi.

Seketika Kanzia membeku, harum napas Arsalan dan aroma tubuhnya menguar sangat tajam. Membuat jantungnya sekali lagi harus berdegup kencang.

Lo tahan, Zi, tahaaan, jangan baper!

Matanya sudah tidak begitu perih. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali  membenarkan penglihatannya. Arsalan menaikkan alisnya sebelah. Membuat Kanzia kebingungan.

"Lo ngga mau terima kasih gitu?" tanya Arsalan langsung. Kanzia menatap kedua bola mata Arsalan yang begitu tajam.

"Dan lo, Ngga minta maaf?" tanya Kanzia tak mau kalah.

Kanzia hampir saja ingin tertawa mengejek. Mendengar ucapan Lelaki di depannya itu. Dia tak menyangka berdiri dengan manusia seperti Arsalan sekarang. Dia menggeleng sendiri serta memaki dirinya yang sempat terpesona dengan Arsalan.

"Ya, seenggaknya gue udah tanggung jawab atas kesalahan gue," jawab Arsalan singkat. Kanzia berpikir, membenarkan apa yang diucapkan oleh Arsalan.

"Oke, terima kasih, gue ngga perlu nih baju lo." Kanzia mengembalikan bajunya, "..., Dan awas gue mau pulang." Kanzia sengaja menabrak bahu Arsalan. Arsalan mengernyitkan dahinya. Tak percaya dengan tingkah perempuan di depannya kali ini.

Kanzia berjalan menuju pintu apartement Arsalan. Dia sempat melirik balkon, ia berbalik melihat Arsalan yang masih berdiri di posisinya tadi, dan juga masih menatap dirinya. Setika Kanzia memperhatikan dirinya sendiri

'apa ada yang salah?'

"Ngapain lo ngeliatin gue?" tanya Kanzia sambil mengangkat dagunya.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang