21. Kumparan

725 82 36
                                    


Setelah perdebatan panjang antara Kanzia dan Arsalan. Akhirnya, Kanzia sudah berada dalam rombongan menuju ke tenda mereka di dalam hutan. Arsalan melarang Kanzia untuk kembali ke hutan. Tapi, ia tidak mau, ia merasa bersalah dengan Rafka. Di sebelah Kanzia ada Dinar yang berusaha untuk menenangkan Kanzia. Terlalu banyak kekhawatiran Kanzia sehingga dia dengan erat memegangi lengan Dinar.

"Preman kok cemen," cibir Dinar berusaha untuk menghibur Kanzia.

Sebenarnya anak-anak yang lain bingung mengapa Kanzia bisa seberaninitu sementara kelompoknya yang lain tidak ada di sana.

"Gue cemas ni," ucap Kanzia dengan suara paraunya.

"Ish, setiap cemas aja lo mepet-mepet gue, Zi."

"Serah lo deh, Nar, seraaaaaaah."

Arsalan yang dari tadi mendengarkan ocehan itu sedikit kesal. Menurutnya dalam situasi seperti ini mereka masih sempat bercanda. Sementara keadaan sahabatnya belum diketahui karena mereka memang tidak membawa ponsel.

"Bisa diem kalian?" ketus Arsalan.

Kanzia langsung menutup mulutnya dan mencebik tak suka begitu mendengar kekehan Dinar.

Mereka melewati jalan yang tadi dilewaati juga oleh Kanzia. Kanzia sangat hati-hati, ia kembali teringat dengan kejadian beberapa saat yang lalu. Bulu kuduknya meremang dan ada sesuatu di hatinya yang tiba-tiba memegangi lengan Dinar dengan kencang.

Dinar menyenteri wajah Kanzia. Ia merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu. Sementara Kanzia, masih memikirkan di mana tali tadi terpasang. Mengapa ia belum menemukan tali yang tadi membuatnya terjatuh.

"Zi, lo kenapa?" tanya Dinar.

Sukses membuat Arsalan menoleh ke arah Kanzia. Kanzia mengangkat wajahnya.

Arsalan mendekati Kanzia. Senter yang dipegangnya diarahkan tepat ke wajah Kanzia. Mata Kanzia langsung menyipit.

"Ngga usah bikin ribet, tadi yang mau ikut siapa?" ucap Arsalan.

Dinar menepuk bahu Arsalan pelan, ia tak ingin ada pertengkaran kedua kalinya.

Arsalan menyingkirkan cahaya senternya ke arah lain, Kanzia mengerjapkan matanya dan berjalan mendekati Arsalan dengan wajahnya yang sulit diartikan. 

"Makanya jadi orang jangan cuma bisa nyusahin aja," sambung Arsalan. 

"Bacot aja lo," ucap Kanzia tak kalah sengit. 

Suasana berubah menjadi suram, dari tempatnya Dinar sudah melihat Arsalan sedang menahan emosinya. Dengan pencahayaan yang berasal dari senter, cukuplah untuk mengetahui wajah Arsalan dan Kanzia penuh dengan permusuhan. 

"Sial, jadi cewek kok nyolot banget," umpat Arsalan. 

Dinar langsung menarik Kanzia untuk mendekat dengannya. sekarang bukan waktunya untuk bertengkar menurutnya.

"Kalau kita ribut mulu, kapan nyampenya?" tanya DInar yang juga kesal melihat tingkah Kanzia yang sangat berbeda dari biasanya.

Tanpa suara lagi Kanzia melangkah menyusul Arsalan dan Ronald yang ada di depannya. Dinar berada tepat di belakang Kanzia.

Tiba-tiba Dinar terjatuh.

Mendengar suara berisik itu, Kanzia menoleh diikuti oleh Arsalan dan Ronald yang mendekati posisi Dinar terjatuh.

"Siapa sih yang narok tali di tengah hutan begini?" ketus Dinar yang sekarang sudah berdiri. 

"Sanggup jalan lo?" tanya Arsalan masih dengan menyenteri Dinar. Dinar mengangguk.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang