34. Pencarian Hari ke Empat

774 67 25
                                    

Setelah seluruh sudut kota ditelusuri dan seluruh tempat yang kemungkinan ada Kanzia, Arsalan dan kawan-kawan tetap tidak mengetahui keberadaan Kanzia.

Arsalan sedang duduk di kantin menunggu kedatangan Mika dan Rafka. Ia tak berminat sama sekali untuk sekadar berbasa-basi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Ia memutar-mutar ponselnya sambil menatap lurus ke depan. Ia benar-benar kehilangan akal untuk mencari keberadaan Kanzia.

"Woi!" Sebuah tepukan mendarat di pundaknya.

Rafka sedang tertawa tanpa dosa menatap Arsalan.

"Mikirin yayang Kanzia lagi, yakk???" tanya Rafka menggoda Arsalan.

Arsalan tak menjawab, ia sedang berada pada mode, mute.

"Apa lagi sih yang dipikirin? Video yang tersebar udah dihapus, pihak kampus tidak jadi mengeluarkan Kanzia. Dan, proses hukum untuk menangkap si biang kerok sedang berjalan," ungkap Rafka.

"Tapi gue tetap ngga tau dia di mana!" ucap Arsalan mengepalkan tangannya.

Arsalan bangkit dari tempat duduknya.

Begitu ia berbalik, ia melihat Nida sedang tersenyum manis menatapnya. Sayangnya senyum itu tidak membuat Arsalan tertarik lagi. Ia muak melihat senyum palsu yang berkedok malaikat.

"Arsalan!" Panggil Nida, sambil berjalan mendekati Arsalan.

Arsalan tak peduli, ia langsung saja pergi meninggalkan kantin tanpa melirik ke arah Nida sedetik pun ketika mereka berpapasan.

Rafka mengikuti Arsalan. Tangan Rafka ditarik oleh Nida. Mau tak mau Rafka harus berbalik dan menatap wanita itu.

"Tolong, bilangin ke sahabat lo itu, kalau dia tetap kayak gitu ke gue, gue bakal buat perhitungan." Nida menatap tajam ke arah Rafka.

"Ih ngeri." Rafka memasang ekspresi orang ketakutan.

"Gini ya, Nid. Arsalan udah ngga suka sama lo, jadi jangan ngejar-ngejar dia lagi, kayak tuyul mintak susu aja lo, ck," balas Rafka.

"Lagian, bukan salah Arsalan kan hubungan kalian berakhir? Lo selingkuh di depan matanya, wajar kalau dia mutusin lo, lo kira hati Arsalan sekuat baja? Lo salah, Nid. Arsalan itu rapuh." Rafka memegang jantungnya. Seolah cerita yang ia ucapkan tadi adalah cerita sedih.

Nida menghentak-hentakkan kakinya karena kesal mendengar ocehan Rafkan.

"Dadahhh." Rafka berteriak sambil melambaikan tangannya ala Putri Indonesia.

***

Arsalan, Mika, dan Rafka sekarang berada di dalam mobil Arsalan. Mereka menuju ke arah panti asuhan yang pernah mereka datangi. Tak lupa ada Mira menjadi wanita satu-satunya di dalam mobil itu.

Mira tidak yakin kalau Kanzia ada di panti. Karena, sedikit banyak Mira tahu bagaimana Kanzia tidak begitu menyukai tempat itu.

"Gue ngga yakin, Zia ada di sana," lirih Mira.
Mika mengelus bahu Mira. 

Arsalan, juga tidak yakin,  hanya mengikuti kata hatinya saja.

"Setahu gue, satu-satunya tempat yang tidak mau dikunjungi Zia adalah Panti," lanjut Mira.

"Kok bisa, Mir?" tanya Rafka yang penasaran sekali.

"Maaf, gue ngga bisa cerita. Mungkin di sana kita bakal tahu. Gue belum pernah ke sana sekalipun." Mira tersenyum lembut.

Sekitar lebih dari tiga jam menempuh perjalanan. Akhirnya, mereka sampai juga. Persis seperti yang diduga Mira. Ia yakin rumah besar yaang ada di depan mereka sekarang adalah rumah Kanzia.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang