32. Ke mana?

753 73 29
                                    


Sekembalinya Arsalan dan kawan-kawan dari panti asuhan tanpa nama itu. Ia hanya bisa berdiam diri di dalam kamarnya. Banyak pertanyaan yang muncul di dalam otaknya. Semua kejadian-kejadian saat bersama Kanzia mulai terputar lagi seperti kaset.

Ia lelah, tetapi ia tidak lelah secara fisik. Tubuhnya tidak berhenti bergerak ke kiri ke kanan. Entahlah, perasaannya sedang berkecamuk.

Ia menatap kosong langit-langit kamarnya. Tanpa ia sadari sedari tadi ada seorang wanita yang tengah memperhatikan tingkahnya itu.

"Kamu kenapa sih, Lan?" Suara lembut itu masuk memenuhi telinganya. Dengan cepat Arsalan bangkit.

"Engga apa-apa, Ma," jawabnya singkat sambil melempar senyum yang dipaksakan.

Mamanya mulai curiga ada yang aneh dengan anaknya. Semenjak pulang dari kegiatan amal, Arsalan bertingkah tidak seperti biasanya.

"Lan, udah mama bilangin kan, itu kegiatan kamu banyak mudharatnya, coba kemaren-kemaren kamu jadi mahasiswa biasa aja," ucap mamanya yang prihatin melihat anaknya itu.

"Ma, kalau aku cuma diam aja ngeliat keadaan Negri ini yang hampir hancur, sama aja aku mengkhianati perjuangan para pahlawan." Arsalan selalu malas kalau harus berdebat dengan mamanya masalah yang satu ini.

"Emang semenjak kamu jadi ketua BEM, Indonesia sudah berubah? Harga cabe turun?Ngga kan. Jadi, mama minta kamu kuliah yang bener," singkat mamanya yang langsung melangkah keluar kamar Arsalan.

Arsalan mendengus kesal apa lagi yang terjadi dengan mamanya? Apa sangkut paut harga cabai dengan kuliah yang baik.

"Lan, ada Rafka sama Mika, Nih," ucap mamanya sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu.

Mendengar nama kedua sahabatnya disebut, dahi Arsalan berkerut. Tumben sekali kedua makhluk itu mendatanginya.

"Masuk!" teriak Arsalan yang langsung mendapati kedua sahabatnya tersenyum lebar.

"Kenapa?" Arsalan masih kesal.

"Dih, ketus amat, entar jadi perjaka tua loh," Mika menoel dagu Arsalan.

"Anjir!" Arsalan melempar bantal tepat ke wajah Mika. Rafka seperti biasa, setiap melihat kejadian itu ia menggeleng lalu diam.

"Jadi, ngapain kalian ke sini?" tanya Arsalan lebih serius. Ia bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka gorden yang langsung memberikan cahaya.

Ternyata sudah siang, pikir Arsalan yang mengucek matanya sebelah kiri.

"Kita mau bahas video yang tersebar di kampus, masalahnya Kanzia terancam dikeluarkan," ucap Rafka serius.

"Terus hubungannya sama gue apa?" Arsalan mencebik tak suka.

Ia sedang tidak ingin membahas nama itu, dari tadi otaknya lelah memikirkan orang bernama Kanzia.

"Alaaah, sok ngga peduli, anak macan." Mika melempar bantal yang ada di dekatnya. Arsalan langsung menghindar.

"Siapa anak macan?" Suara mama Arsalan menggema kembali memenuhi kamar Arsalan.

Arsalan terkekeh melihat Mika yang senyum tak enak sambil menggaruk rambut keritingnya itu.

"Mika, udah tante bilangin berkali-kali, itu rambut kamu dipotong aja, udah kayak buntelan kentut begitu, ck." Mama Arsalan meletakkan gelas berisi cairan berwarna orange di nakas sebelah ranjang Arsalan.

"Ini rambut keberuntungan, Tant," jawab Mika tersenyum lebar.

"Jangan percaya yang begituan, ngga ada benda keberuntungan di dunia ini, apa lagi rambut buntelan kamu itu," sambung mama Arsalan.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang