18. Udara

741 82 25
                                    

Warnig typo masih bertebaran di mana-mana...

***

Arsalan sedang berada di koridor jurusan. Dia bersama beberapa orang di sana. Ada Rafka dan entah mengapa hari ini Nida bisa ada di sana juga bersama dengan teman-temannya.

Arsalan masih sibuk dengan percakapannya dengan Rafka dan temannya yang lain. Mereka membahas mengenai rencana aksi yang akan mereka gerakkan pada minggu terakhir liburan.

"Lan, Nida tuh," bisik Rafka. Arsalan berhenti berkata lalu menoleh ke arah Nida. Yang berjalan semakin mendekati dirinya.

Nida tersenyum manis seperti biasanya. Arsalan tak menanggapinya, dia kembali melanjutkan obrolannya. Suaranya memang sengaja ditinggikan karena hujan yang semakin deras.

"Lan," sapa Nida. Arsalan pura-pura tak mendengar. Ia terus melanjutkan omongannya.

"Gue boleh pinjem Arsalannya sebentar?" tanya Nida ke semua orang yang ada di sekitar Arsalan.

Rafka dan lain-lain mengerti, mereka langsung melangkah menjauhi Nida dan Arsalan. Arsalan mengembuskan napasnya kasar.

"Kenapa?" tanya Arsalan sedikit malas.

"Ngga, cuma rindu," jawabnya singkat.

"Ngga usah berusaha menjauh, Lan. Lo lupa kita ngapain aja beberapa hari yang lalu?" sambung Nida tersenyum lembut.

"Oh." Cuma itu yang keluar dari mulut Arsalan.

"Kamu, ngga, perlu merasa bersalah, sama pacarmu, seperti yang kubilang, dia bahkan lebih munafik dari yang kamu tahu," tambah Nida berusaha untuk menenangkan Arsalan yang terlihat tidak seperti biasanya.

"Maksud lo?" Arsalan menaikkan alisnya, ia belum mempunyai pacar sampai sekarang. Tapi, ia sempat mengakui seseorang sebagai pacarnya.

Tujuannya supaya mempersingkat masalah, ternyata itu malahenjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

"Tuh!" Nida menunjuk ke arah parkiran.

Nida bisa melihat sekarang Arsalah sedang fokus memperhatikan kedua orang yang sedang beradegan di bawah hujan. Entah, Arsalan merasa tak suka melihatnya. Ia penasaran mengapa dua orang di parkiran itu, masih santai berada di bawah hujan menjadi pusat perhatian semua orang.

"Lah, itukan Dennis?" Seorang wanita memekik. Arsalan menoleh ke arah wanita itu sejenak, lalu kembali memperhatikan setiap detik gerak-gerik dua anak manusia itu.

Dari tadi Nida terus berbicara mengenai keburukan-keburukan orang yang sedang mereka perhatikan.

"Aku ngga tahu, apa istimewanya wanita itu?" Nida berucap sinis.

"Bisa diem, ngga, lo?" Arsalan mengepalkan tangannya.

Bukan karena apa yang dilihatnya, melainkan apa yang didengarnya sekarang seperti pemantik yang menyulut bara api.

"Arsalan, jujur aku masih sayang kamu," lirih Nida. Arsalan diam dan tak berniat untuk menanggapi ucapan Nida.

"Kita ..., apa kita bisa kayak dulu lagi, Lan?" Nida tiba-tiba menangis dan memeluk Arsalan.

Arsalan membiarkan dirinya dipeluk oleh Nida, seperti apa yang dilakukan orang di parkiran sana.

Tak ada balasan, Arsalan masih membiarkan Nida memeluknya semakin erat. Beberapa orang yang melihat adegan itu riuh. Bukan tak mau membalas, hanya saja Arsalan sedang tidak ingin bermain-main dengan wanita.

"Love you,Lan," bisik Nida tepat di telinga Arsalan sebelah kiri.

Arsalan masih sama, ia tak merespon. Ia sibuk memperhatikan parkiran yang kini sudah tidak ada siapa-siapa lagi di sana.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang