46. Hari yang Cerah (Ending)

1.5K 83 39
                                    

Selamat malam semuanyeeee... Apa kabar? Ini part terakhir semoga kalian semua bahagia, dan senang dengan ending yang menurut saya, cuit wkwkw

***

Pagi ini Arsalan sudah berada di parkiran gedung serbaguna kampusnya. Ia keluar dari mobilnya ditemani oleh mama dan papanya serta seorang anak kecil berusia sekitar empat tahun. Ia sadar hari ini adalah hari bahagia untuk semua mahasiswa yang akan diwisuda. Ia meraih ponselnya dan men-dial sebuah nomor lalu menempelkan benda pipih berwarna gold itu di telinga kanannya. 

Setelah menutup panggilannya, Arsalan membawa ketiga orang yang dari tadi bersamanya ke sebuah ruangan yang sudah disiapakan untuk acara Wisuda Universitas tempat ia kuliah selama kurang lebih lima tahun. 

Mika dan Rafka berjalan mendekati Arsalan yang hampir mendaratkan pantatnya pada bangku berwarna biru. 

"Gimana Interview  kemarin?" tanya Rafka yang ikut duduk di sebelah Arsalan. 

Sementara Mika setelah menepuk bahu Arsalan, ia langsung berjalan ke arah barisan jurusannya. Karena, tempat duduk mereka berdasarkan jurusan.

"Lo pernah denger gue gagal?" tanya Arsalan congkak. 

Kemarin ia mendapat panggilan Interview di sebuah perusahaan Penerbangan yang sangat berkembang pesat saat ini. Dan dengan kemampuan analisisnya yang kuat ia langsung ditawarkan untuk tandatangan kontrak. Seharusnya hari ini, tetapi ia meminta agar perusahaan memundurkan jadwal sign contract karena ia hari ini Wisuda. 

"Pernah, saat lo nggak jadi nikah dengan seseorang," kata Rafka yang tak peduli ekspresi Arsalan sekarang seperti apa.

Arsalan tak menjawab, ia diam dan fokus dengan acara yang akan segera dimulai.

***

Perempua berhijab hitam  sedang menemani ibunya belanja di pasar, hari ini ia libur kuliah. Sekarang ia sudah kembali kuliah di salah satu Universitas Swasta di Kotanya. Jadwal libur adalah hal yang paling ditunggunya. Tapi, tidak untuk hari ini sejak pagi tadi Kanzia sudah sibuk dengan barang belanjaan yang ada di tangannya.

"Tumben banget hari ini banyak belanja, Bu," ucap Kanzia malas-malasan.

"Kamu lupa? kan Ibu udah bilang kalau hari ini, Rian mau ke rumah," jawab ibunya lembut.

"Ngapain lagi sih dia ke rumah, aku kan udah nolak dia, Bu." Kesal Kanzia, kalau bukan oleh ibunya, mungkin ia akan meninggalkan semua belanjaan itu setelah mendengar nama Rian.

Rian adalah lelaki yang sudah beberapa kali melamar Kanzia, namun dengan segala alasan Kanzia menolaknya. Secara fisik mungkin Rian bisa masuk ke dalam golongan orang-orang tampan, tapi tidak dengan kelakuannya. Atau mungkin hatinya masih terpaut dengan sebuah nama, yang selama ini hanya berani ia sebut di dalam setiap doanya. 

"Jangan cemberut, jelek ah." Afifah tersenyum membuat Kanzia semakin kesal. 

Ia sangat Heran mengapa ibunya tidak bisa tegas dengan Rian. Bahkan abangnya saja sudah setuju dengan dirinya untuk menolak Rian.

Mereka sudah berada di rumah yang semakin hari orangnya semakin berkurang, karena beberapa anak asuh di sana sudah mulai memiliki pekerjaan sendiri. Kanzia dengan malas-malasan masuk ke dapur untuk membantu ibunya memasak. Hijab yang dari tadi ia pakai dilepasnya dan disampirkan di sandaran kursi.

"Kamu kenapa sih, menolak lamaran Rian, Zi?" tanya Afifah sambil mengupas wortel.

"Aku nggak sreg dengan Rian, Bu. Aku harap ibu mengerti kalau aku tidak mau lagi berurusan dengannya, ini yang terakhir," ucap Kanzia tegas. Afifah mengangguk paham.

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang