17. Tekanan

761 88 6
                                    

Sayaaa sedang menunggu, pembaca yang tersesat ke cerita ini... sebenarnya ngga mau apdet, tapi kepikiran dengan kawan-kawan yang setia menunggu Kak Arsalan sama Kak Kanzia.

Yah daripada menjamur di draft, mending di post aja...

Sabar-sabar yang mau baca, tapi typo masih banyak bertebarana di mana-mana.

Yuhuuuujuu....

Love yaaaaa

♥♥♥

***

Hari ini hujan turun dengan deras. Angin berembus begitu kencang. Sedari tadi belum ada tanda-tanda hujan akan mereda. Kanzia melihat jam yang ada di layar ponselnya. Sudah jam delapan pagi, tetapi langit terlihat seperti jam lima subuh, Mendung dan gelap.

Berhubung hari ini jadwal ujian terakhir Kanzia. Ia mau tak mau berjalan menerobos hujan. Berbekal payung berwarna biru muda.

Sesekali ia menghentikan langkahnya dan menggenggam erat payungnya karena angin seolah akan menerbangkan payungnya.

Sebuah mobil berhenti mendadak di sebelah trotar yang dilewati Kanzia. Kanzia langsung menoleh. Ia melihat kaca mobil turun dan menampilkan wajah orang yang dari beberapa hari yang lalu ada di otaknya.

"Zi, naik," ucapnya di sela-sela rinai hujan. Kanzia tak berminat sama sekali untuk menaiki mobil itu. Dia langsung melangkahkan kembali kakinya dengan cepat. Mobil itu masih mengiringi langkah Kanzia.

Bukan hal yang sulit untuk sampai di kampusnya. Ia sudah tiba di gerbang kampus. Tak peduli dengan mobil yang mengikutinya tadi kini sudah melaju melewati gerbang.

Ia melanjutkan langkahnya lagi, kali ini menuju Fakultasnya. Bajunya lembab bahkan sedikit terasa basah. Pilihannya untuk menggunakan kemeja berwarna hitam memang tepat. Tidak begitu kelihatan kalau dirinya sudah menjadi korban cucuran hujan.

Sebelum masuk ke kelas, ia melipat payungnya. Tak berminat sama sekali untuk melihat penampilannya di toilet. Seperti apa yang biasa ia lakukan.

"Zi, basah banget baju lo," ucap Dinar yang baru saja tiba. Kanzia spontan memegangi lengan bajunya yang tiga perempat itu.

"Iya, kadang percuma gue pake payung, Ck." Kanzia menggeleng pelan.

Mereka sudah berada di dalam kelas. Jangan tanya Mira ada di mana. Dari jam enam tadi, Kanzia terus menghubungi Mira. Tapi, sepertinya percuma Mira tak mengangkat panggilannya itu. Makanya ia sekarang harus jalan kaki dan terkena hujan.

Selama ujian, Kanzia tidak begitu fokus karena AC berembus ke arahnya. Dia beberapa kali harus meringkukkan tubuhnya agar tidak terasa dingin. Kanzia mengangkat tangannya.

"Misi, Mas, ijin ke toilet," Kanzia berdiri. Setelah melihat pengawas Ujian yang juga Asisten Dosen itu mengangguk.

Akhirnya dia merasa lega setelah buang air kecil. Ruangan yang dingin dan bajunya yang basah itulah penyebabnya kebelet. Kanzia melihat penampilannya yang memang berantakan. Ia mencuci mukanya dan setelahnya ia keluar toilet.

"Kamu aneh," suara itu menghentikan langkah Kanzia.

Kanzia benar-benar tak menyangka akan melihat orang itu lagi. Segala macam makian yang ada di otaknya sudah berseliweran.

"Apa aku ada salah?" tanyanya lagi.

Kanzia memejamkan matanya sejenak. Menghirup napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan pelan.

"Please, jangan ganggu gue lagi," ucap Kanzia berusaha terlihat tenang. Dan berlari masuk kembali ke kelas.

***

Howling MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang