18|| Seperti Dugaan ☀

3.7K 293 23
                                    

Menerka sesuatu tanpa kepastian itu sama halnya seperti kamu menghitung namun tidak ada jawabannya. Percuma.

📚

Fira dan Emily memasuki gerbang sekolah bersama-sama. Di belakang mereka terdapat tiga motor besar yang juga memasuki area sekolah. Fira dan Emily menepi saat salah satu dari motor tersebut membunyikan klakson.

Dilihatnya Mario dengan helm full face berwarna hitam memberhentikan motornya tepat di depan Fira. Tangan Mario membuka kaca helm lalu tersenyum.

"Pagi," sapanya kepada Fira dan Emily.

Fira tersenyum begitupun dengan Emily. "Pagi," ucap Emily.

Mario sempat memperhatikan wajah Fira dalam jangka waktu beberapa detik. Mario kira, Fira akan berubah kepadanya setelah apa yang sudah ia ucapkan semalam. Tapi ternyata semua tetap terlihat sama, walaupun setidaknya Fira sudah membuat sebuah lekungan tipis di bibirnya.

Mario melajukan motornya kembali dengan kecepatan rendah lalu memakirkan motornya di antara deretan motor lain. Andre dan Dika sudah terlebih dahulu memakirkan motor mereka. Andre menepuk bahu Mario satu kali, namun berhasil membuat Mario terkejut. "Apa?" tanya Mario.

Andre menunjuk Fira dan Emily yang sedang berjalan memasuki koridor sekolah dengan dagunya. Mario menoleh ke belakang memperhatikan Fira dan Emily. Namun, perasaan tidak suka mulai Mario rasakan saat Rendi dan Vino mengiringi langkah Fira dan Emily.

"Kenapa Fira enggak jawab sapaan lu?" tanya Andre bingung.

Mario diam tidak menjawab pertanyaan Andre karena ia sendiri tidak memiliki jawaban yang tepat. Mario bernapas lega begitu menyadari Fira terlihat lebih hati-hati hari ini, tidak seperti biasanya.

Koridor tampak ramai dengan puluhan siswa yang berlalu lalang. Pekikan tertahan terdengar setiap kali Mario melangkah semakin jauh. Andre dan Dika hanya diam di samping Mario, mereka berjalan memasuki area sekolah dengan santai karena hari masih terlalu pagi dan jauh dari kata terlambat.

Bisikan demi bisikan mulai terdengar di penjuru sekolah. Mario hanya melirik sekilas semua orang yang sibuk bergosip tentang postingan foto di Instagram pribadi milik Dika. Mario tidak marah dengan Dika. Justru Mario merasa berhutang budi dengan Dika, karena foto tersebut mampu membuat Fira tertawa, mungkin.

"Gua ke toilet dulu, ya," ucap Dika seraya menepuk bahu Mario.

Mario mengangguk.

Andre menoleh ke kanan memperhatikan Dika. Matanya menatap ponsel yang sengaja di gerak-gerakkan oleh Dika di sisi tubuhnya. Oh, itu adalah kode.

Untung gua peka, batin Andre.

Andre merogoh saku jaketnya lalu mengeluarkan ponsel. Tangan Andre bergerak membuka notifikasi yang masuk di pagi hari. Dan ternyata cukup banyak. Andre berhenti melangkah saat ia membaca pesan dari Dika. Andre menepuk bahu Mario.

"Lo duluan aja ke kelas, gua dipanggil Pak Ilyas," ucap Andre.

Mario mengangguk lalu melangkah meninggalkan Andre. Andre bernapas lega lalu memutar tubuhnya. Ia ingin menemukan seseorang dan orang itu bukanlah Pak Ilyas.

"ANDRE!"

Dika meneriaki nama Andre saat melihat Andre sudah berada di lantai yang sama dengannya.

"Buruan ke kelas Vino!" ucap Dika terburu-buru.

Andre mengangguk lalu menaruh kembali ponselnya ke saku jaket. Kedua laki-laki itu berlari menaiki anak tangga menuju lantai tiga. Sesampainya mereka di lantai paling atas, mata mereka mengedar mencari keberadaan Vino.

Speranza [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang