Jika aku tidak mampu mengukir kenangan indah bersamamu untuk sementara waktu. Maka izinkan aku mengukir kenangan di saat kamu membutuhkan sebuah bantuan.
☀☀☀
Fira menarik napas dalam begitu jarum suntik menusuk tangannya. Hanya butuh beberapa detik untuk Fira dapat menahan rasa perih di tangannya. Setelah itu ia terlihat begitu tersiksa saat ada sesuatu dalam dirinya yang ditarik.
Fira mulai memejamkan matanya perlahan begitu rasa sakitnya perlahan menghilang, digantikan dengan rasa nyeri di bagian lengannya.
Dika dan Mario hanya mampu berharap-harap cemas di ruang tunggu. Setelah diberikan penanganan intensif, Mario langsung berlari menuju ruangan di mana Fira sedang melakukan pemeriksaan.
Mario mengusap-usap telapak tangannya yang diberikan perban. Hatinya terasa sesak namun ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Seseorang yang ia lindungi kini berada di dalam bersama dokter.
"Mar, lo tenang, jangan mikir negatif," ucap Dika tenang.
Mario diam masih terus menatap dan mengusap telapak tangannya. Mario merasa bahwa dirinya harus masuk ke dalam menemani Fira selama proses pemeriksaan, namun ia sadar bahwa kehadirannya akan sangat mengganggu.
"Mario."
Panggil seseorang dengan suara khas yang sudah sangat Mario hapal. Mario bertingkah seolah tidak ingin memperdulikan asal suara tersebut. Ia tetap fokus menatap jemarinya.
"Mar, Nabila juga butuh kamu! Cepat ke ruangan dia!"
Mario menarik napas lalu bangkit berdiri. "Pa! Jangan buat Mario tidak sopan dengan Papa." tegas Mario.
"Mar! Papa menyuruhmu dekat dengan Nabila! Bukan Fira." balas Martin.
Mario menghela napas lelah. "Nabila ada keluarganya,"
"Nabila hanya ada Papa-nya, Mar! Fira ada--"
"Pa, Mario mohon ... Jangan buat Mario kasar dengan Papa,"
Dika ingin sekali melerai perdebatan Mario dan juga Martin. Namun, apa boleh buat, ia tidak mampu ikut campur lebih dalam.
"Sekali, Mar, setelah itu jangan pernah lagi kamu menemani dia!"
Mario menunduk menatap lantai rumah sakit yang berada di bawahnya. Mario menarik napas dalam lalu mengeluarkan secara perlahan.
"Baiklah,"
"Mar!" peringat Dika.
Mario mengangguk. "Kesempatan terakhir gua untuk ada di dekat Fira, gue gak akan sia-siain itu semua. Jadi, mending sekarang lo pulang!"
Dika menggeleng, ia tidak percaya Mario nekad mengambil keputusan secepat itu. Bagaimana jika pada akhirnya Mario benar-benar tidak akan ada di samping Fira lagi?
"Mar, gue mohon, pi--"
"Sekali, Dik. Please, tinggalin gue,"
Seperti kemauan Mario, Dika akhirnya beranjak dari kursinya dan melangkah meninggalkan Mario dan Martin hanya berdua di ruang tunggu.
Keduanya hanya diam, duduk di kursi yang berada tepat di depan ruangan UGD.
"Katamu, kamu ingin menuruti kemauan Papa, tapi kenapa sekarang kamu membantah, Mario?" ucap Martin santai namun mampu membuat Mario merasa terintimidasi.
"Pa, Mario mohon, sekali aja,"
Martin mengangguk lalu melenggang pergi meninggalkan Mario tanpa ingin membalas semua ucapan Mario lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/74496491-288-k741843.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Speranza [END] ✔
Roman pour AdolescentsKarena kesalahan di masa lalu, semua berubah. Lima orang remaja yang awalnya sedekat nadi menjadi sejauh langit. Fira bertingkah seolah tidak mengenal Mario. Sedangkan Andre, Dika dan Emily hanya dapat diam memperhatikan jalan cerita yang dibuat Fir...