34|| Sebuah Kejujuran ☀

2.9K 271 36
                                    

Fira menatap Mario yang sedang berdiri di sampingnya lalu kembali menoleh ke depan, mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Pak Ikram, guru olahraga XI-IPA 2. Di hari senin, Fira sudah dua kali ditegur guru, dan ini semua berkaitan dengan Mario. Mario dengan sangat tenang membiarkan Pak Ikram mengeluarkan kemarahannya.

Setelah upacara berlangsung, XI-IPA 2 harus bergegas ke kamar mandi untuk mengganti pakaian mereka menjadi pakaian olahraga. Saat olahraga tadi, tidak ada satu orangpun yang mengetahui keberadaan Fira dan Mario. Dan, akhirnya olahraga berlangsung tanpa adanya mereka. Pak Ikram marah, Pak Ikram tidak suka jika ada murid yang tidak mengikuti pelajaran tanpa izin.

Alhasil, tadi setelah jam olahraga, Pak Ikram bertemu dengan Fira dan Mario yang baru saja keluar dari ruang musik. Pak Ikram marah, Pak Ikram tidak ingin mendengarkan penjelasan dari mereka. Pak Ikram menyudutkan mereka sedang berpacaran di ruang musik, seperti saat ini.

"Kalian itu murid yang berprestasi, jangan kotori prestasi kalian dengan yang namanya pacaran. Sekarang Bapak tanya, apa untungnya pacaran jika itu mampu menambah dosa?" ucap Pak Ikram sedikit emosi.

Fira diam, menjawab ucapan orangtua berbicara dengan emosi sangat buruk menurutnya. Tapi, terkadang diampun salah.

"Iya, Pak. Dosa," jawab Mario.

"Nah, kamu tahu pacaran dosa, kenapa masih dilakukan? Kalian ke sekolah itu untuk belajar bukan untuk pacaran. Kabur pelajaran olahraga, berduaan di ruang musik, mau jadi apa kalian?"

"Kita dihukum, Pak." sahut Fira.

"Ya, bagus kalau kamu sadar kalau kamu pantas untuk dihukum,"

Mario menghela napas lelah. "Kita tadi dihukum," jelas Mario.

"Siapa yang hukum kalian?"

"Mrs. Yuli," jawab Fira.

Pak Ikram terlihat mengangguk-anggukan kepalanya, seraya memegang dagunya. "Lari lima putaran," ucapnya.

"Lari, Pak?" Mario memastikan ia tidak salah dengar.

Fira mengangguk dan meraih tangan kanan Pak Ikram, ia mencium punggung tangannya. "Saya lakukan, Pak," ucapnya lalu melangkah meninggalkan Pak Ikram dan Mario menuju lapangan.

Fira memulai larinya tanpa menunggu Mario, ia berharap Marip tidak menyusul larinya. Tapi harapannya sirna begitu Mario ikut bergabung di sampingnya. Mereka tetap diam membiarkan suara sepatu dan aspal saling bertabrakan.

Fira memilih untuk mengabaikan detak jantungnya yang kian semakin cepat karena berada di samping Mario. Di pinggir lapangan, di bawah terik matahari,  dua remaja terbalut seragam putih-putih, terlihat begitu menikmati hukuman yang mereka jalani, tidak peduli peluh sudah membasahi wajahnya.

Di putaran terakhir, Dika dan gadis yang bernama Tata datang menghampiri Fira dan Mario dengan dua botol air mineral serta roti di tangan mereka. Mereka duduk di pinggir lapangan, menunggu Fira dan Mario menyelesaikan putaran terakhirnya.

Fira dan Mario berhenti di jarak tidak jauh dari Dika dan Tata. Fira menoleh sebentar ke arah Mario lalu menatap Dika dan Tata yang seperti menunjukkan air dan roti itu untuknya. Fira mengangkat bahunya, lalu melangkah meninggalkan Mario seorang diri.

Tapi dilangkah kedua Fira, sebuah tangan yang basah karena keringat menahan lengan Fira. Fira berhenti enggan untuk menoleh ke belakang.

"Tunggu,"

Speranza [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang