Orangtua terkadang butuh dimengerti dengan cara berbeda.
☀☀☀
Dika tersenyum mengakhiri sesi berceritanya dengan Mario. Mario tanpa mendengarkan kalimat Dika berikutnya, ia langsung berlari sekencang mungkin menuju ruangan Nabila dirawat. Mario berlari tanpa memperhatikan orang-orang di sekitarnya sampai ia berulang kali menabrak orang sebagian tubuh orang.Orang-orang yang ditabrak oleh Mario hanya dapat menggerutu dan berteriak sebal. Sedangkan Mario hanya mendiamkan semuanya seolah ia melakukan kesalahan sama sekali. Mario ingin segera sampai ke ruangan Nabila.
Peluh di wajah bercampur dengan air mata begitu terlihat di wajah Mario. Mario benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar Nabila tidak seburuk yang ia kira. Nabila masih mempunyai hati nurani yang mampu membuat Mario menyesal Karena telah salah menilai dia.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Mario sampai di depan ruangan Nabila. Mario menarik napas perlahan, tangannya bergerak membuka gagang pintu. Dilihatnya tubuh Nabila yang masih terbaring lemah di ranjang, wajahnya sudah tidak semulus beberapa hari lalu. Wajah Nabila benar-benar sudah dipenuhi goresan luka dan juga perban yang hamper mengelilingi bagian kepalanya.
Mario jatuh terduduk masih dengan tangan yang menggenggam gagang pintu. Melihat Nabila saat ini mampu membuat kakinya sangat lemas.
"Nabil...," lirih Mario.
Martin menoleh ke arah pintu, yang ia lihat hanyalah Mario dengan derai air mata yang membasahi pipinya. Martin memberanikan diri untuk mendekati Mario dan membantu Mario untuk berdiri.
"Papa senang kamu mau menjenguk," ucap Martin.
Bibir Mario bergetar, lututnya juga bergetar. Mario tidak mampu menahan berat tubuhnya sendiri. "Pa, Mario jahat, ya, sama Nabila?" tanya Mario dengan bibir yang bergetar.
Martin menarik tubuh Mario ke dalam pelukannya. "Papa, Mar, yang jahat,"
Mario mendangak menatap Papa. "Nabila kayak gini, karena ia menyelamatkan Fira, Pa," ucap Mario hamper tanpa suara.
Lutut Mario semakin melemas hanya karena kalimat terakhir yang ia ucapkan. Mario benar-benar tidak kuat sampai akhirnya ia kembali terduduk, kali ini tidak hanya sendiri, Martin ikut terduduk di hadapan Mario.
Martin bingung harus melakukan apa? Untuk pertama kalinya ia melihat Mario begitu terluka.
Mario pelan-pelan mencoba berdiri dibantu Martin. "Pa, tolong keluar," ucapnya sopan.
Martin mengangguk lalu melangkah meninggalkan Mario dengan Nabila.
Kini di dalam ruangan itu hanya ada Mario, tubuh Nabila, dan juga suara mesin Elektrokardiograf (Mesin pendeteksi detak jantung). Mario diam memperhatikan dan mendengarkan irama jantung Nabila.
Mario menarik kursi ke samping ranjang Nabila. Senyum tulus dan juga air mata kesedihan terpancar dari wajah Mario. Mario menggenggam erat tangan Nabila yang diinfus.
"Maaf," lirih Mario.
Mario terdiam lama di samping Nabila, air matanya terus turun dari kelopak matanya. Ia menangis bukan karena ia kasihan kepada Nabila, melainkan ia merasa bersalah kepada Nabila. Selama ini Mario berperilaku sangat buruk kepada Nabila. Namun, siapa sangka bahwa Nabila ikut celaka karena menyelamatkan Fira.
"Lo itu siapa, Nab?" tanya Mario lesu.
Mario menenggelamkan kepalanya ke atas lipatan tangannya. "Kenapa lo bisa jadi iblis berhati malaikat?" tanya Mario lagi tanpa menatap Nabila sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Speranza [END] ✔
Ficção AdolescenteKarena kesalahan di masa lalu, semua berubah. Lima orang remaja yang awalnya sedekat nadi menjadi sejauh langit. Fira bertingkah seolah tidak mengenal Mario. Sedangkan Andre, Dika dan Emily hanya dapat diam memperhatikan jalan cerita yang dibuat Fir...