"Dressi, lo tau gak Rido semalam nyanyi lagu hbd buat siapa.?" Ratna membuka pagi di sekolah dengan topik tentang Rido. Vokalis baru itu. Adek kelas songong itu.
"Gak tahu dan gak mau tahu serta gak mau cari tahu," Ujarku tak mau membahas apapun tentang Rido.
"Denger gosip sih katanya Rido nyanyi buat si Dira, itu tuh kembang kelas sepuluh itu, tapi menurut penelusuran gue, kayaknya gosip itu salah deh. Karena menurut penelusuran gue lagi ,Dira itu ultahnya tanggal 5 September bukan 5 oktober. Sedangkan kemarin malam itu kan tanggal 5 oktober yang berarti juga ulang tahun lo, berarti menurut analisis gue Rido itu nyanyi buat Lo, bukan buat Dira." Ratna menjelaskan secara rinci entah itu analisisnya benar atau salah.
"Loh,loh, kok jadi gue sih. Denger ya Na, gue itu gak pernah mau di ucapin selamat ultah oleh Rido, apalagi dinyanyiin lagu ultah. Udah lo gak usah bilang sesuatu yang gak ada kebenarannya, lagian kan yang ultah kemarin itu bukan cuma gue aja, masih banyak kok yang lain. 3 menit lagi bel bunyi. Ke kelas aja yuk," aku dan Ratna berjalan menuju kelas,
"Tapi setau gue, si Rido itu selama ini gak pernah akrab banget sama cewek kecuali lo. Kalo si Dira, dia itu malahan yang ngejar Rido,"
"Akrab? Masa sih gue akrab sama Rido? Prasaan nggak deh, gak usah fitnah dong,"
"Gue gak fitnah, nih ya gue sering liat lo sama Rido ngobrol, kayak waktu di perpustakaan, di rumah lo, waktu nganterin lo pulang, di sekolah, dan waktu dia juga bilang bisa buat lo cinta sama dia. Apa ya si Rido cuma becanda pas dia bilang bisa buat lo cinta sama dia? Kan gak mungkin. Jadi si Rido kayaknya naksir deh sama lo,?"
"Udah ah kita udah sampe kelas, gak usah ngomongin Rido lagi ya, gue pusing tau dengernya." Aku duduk dibangku, seraya mengambil beberapa buku dan membacanya. Ratna duduk di sebelahku dan masih saja berceloteh tentang Rido.
Tak berapa lama, Bu Yuni , guru bahasa indonesia memasuki kelas. Aku menangkap sosok siswa laki-laki dibelakangnya, namun tak kulihat wajah siswa itu, karena begitu dia masuk aku langsung kembali menatap buku yang ku baca tadi.
"Dressi, liat itu itu....," Ratna menepuk pelan bahuku seraya menunjuk ke depan kelas. Aku tak menggubris, dan terus menatap buku novel sejarah itu.
"Anak-anak hari ini kalian kedatangan siswa baru, dia pindahan dari Singapura. Baiklah sekarang perkenalkan diri kamu," terdengar suara Bu yuni memerintahkan siswa baru itu untuk memperkenalkan dirinya. Sedang aku masih menatap fokus buku ku.
"Nama saya ....Rean Natanio, saya asli orang Indonesia tapi beberapa tahun ini saya tinggal di singapura dan tahun ini pindah ke indonesia dan sekolah disini,..."
Suara itu ? Rean Natanio? Dia...
Mataku membulat menatap sosok siswa itu yang ternyata Rean. Ya dia Rean. Itu benar-benar Rean. Rean yang dulu....
"Re..an.." lidahku kelu. Tubuhku terasa kaku. Rean tak banyak berubah. Bahkan senyumnya masih seindah dulu. Tapi entah kenapa jika melihatnya hanya terasa sakit yang menggantung di hatiku.
Rean duduk dibangku yang ada di belakangku. Dia tersenyum melihatku, dan berujar," Dressi lo sekolah di sini ya, wah kita satu kelas lagi. Kita bakalan sering ketemu dong," Aku tak menjawab apapun dari perkataanya.
"Dressi lo sekarang cantik, beda dari Dressi yang dulu,"
***
"Dressi," panggil Rean. Saat itu aku dan Ratna hendak ke kantin. Tapi langkahku terhenti sesaat ketika suara menjengkelkan itu menyapaku.
"Gue bisa ngobrol bentar gak sama lo,"
"Ih ...rean, kalo lo mau ngomong sama Dressi, nanti aja soalnya, gue sama dia mau ke kantin dulu,laper tau," ujar Ratna, sedang aku hanya diam. Aku dan ratna kemudian berlalu tanpa memerdulikan suara Rean yang dari tadi teriak teriak memanggilku.
Dikantin aku memilih tempat favoritku, di pojokan dekat tembok pembatas.
Di sana ternyata sudah ada Rido, gak tau tuh anak lagi nunggu siapa. "Ah males gue ada si Rido tuh," aku menghentikan langkah sesaat sebelum benar-benar sampai di bangku kantin itu. "Dari pada lo kelaperan, ayok ah," aku mengikuti langkah Ratna dengan malas.
"Hai Do, Dressila mau gabung nih, boleh gak?" ucap Ratna saat tempat sampai didepan meja kantin, Rido hanya menatapku sekilas, sok ganteng dia. Aku dan Ratna kemudian duduk, dan aku berhadapan langsung duduknya dengan Rido, adik kelas itu.
Dua menit kemudian Wira datang menghampiri Ratna, katanya mau ajak Ratna ke taman. Ratna langsung aja menyetujui tanpa memikirkan keadaanku jika ditinggal berduaan dengan Rido.
"Dek, lo suka banget ya makan coklat, lo beli coklatnya banyak banget," ujarku basa-basi setelah melihat banyak coklat yang tergeletak di atas meja. Sambil sesekali aku menyeruput jus mangga yang tadi ku pesan.
"Gue gak suka makan coklat, tapi Gue suka orang yang pernah kasi coklat ke gue, makanya tiap hari gue beli coklat biar bisa ingat dia," jawabnya sekenanya. Aku tersenyum tipis, Rido si adek kelas aneh.
Tapi karena dia aku jadi teringat waktu kelas tiga SMP aku pernah ketemu sama cowok kelas satu SMP dan aku kasi coklat ke dia. Dodo, namanya, tapi gak tau dia dimana sekarang.
"Lo gak mau tau siapa yang kasi coklat ke gue?"
"Buat apa?"aku balik bertanya, Rido tersenyum buatku senyumnya biasa aja, tapi mungkin buat penggemarnya senyum Rido itu adalah sesuatu yang luar biasa.
"Gak ada, gue kira lo tau," ucapnya kemudian, Rido ketawa dan mungkin itu membuat adik kelas ini tetlihat manis, hingga beberapa pasang mata menoleh ke arah kami, termasuk ada juga pasang mata yang mungkin iri dengan melihatku bersama Rido. Maklumlah Rido sekarang udah jadi idola sekolah, jadi siapa aja bakalan ngiri kalau lihat cewek dekat sama dia.
Tanpa diundang dan tanpa aba-aba Rean datang ke kantin dan tanpa basa-basi menarik tanganku.
"Apaan sih lo," aku memcoba melepaskan tanganku, namun pegangannya sangat kuat.
"Mau apa lo? Lepasin tangan dia," ucap Rido kemudian
"Lo yang mau apa, dasar anak kecil. Minggir lo," sergah Rean, tangannya masih memegang tanganku.
Bum. Rido memukul Rean, aku kaget luar biasa. Rean tersungkur. Dia mengaduh, namun sedetik kemudian ia bangkit dan membalas pukulan itu. Dan terjadilah baku hantam antara Rean dan Rido di tengah keramaian kantin.
"Rean, Rido stop, gue mohon stop," begitu ingin melerai mereka berdua malah aku yang tersungkur. Aku mengaduh. Dan barulah mereka berdua berhenti bertengkar.
"Dress lo gak papa kan,?" Rido terlihat khawatir begitu juga Rean
"Ini semua karena lo, pacar gue kayak gini tuh karena lo," ujar Rean yang pasti dengan sengaja menyebutku sebagai pacarnya di depan Rido.
"Lo pacarnya," tanya Rido padaku, aku terdiam seperti kehabisan kata. Seakan menyetujui kalo Rean itu pacarku.
"Diam itu artinya dia mengiyakan. Udah lo pergi gak usah ganggu pacar gue lagi," ucap Rean lagi. Kemudian dengan ekspresi wajah kesal bercampur marah Rido pergi meninggalkan ku dan Rean.
Dia pergi berarti dia marah, kalo marah berarti dia cemburu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Adek Kelas
Teen FictionRido si kelas sepuluh, selalu merasa risih bila dipanggil sebagai Adik oleh Dressila kakak kelasnya. Dressila sendiri sekarang sudah kelas dua belas. Entah apa yang membuat Rido enggan dipanggil sebagai adik. Setiap pertemuan mereka berdua selalu be...