Tujuh belas: Kenangan Dira

571 25 0
                                    

Temuin gue ditaman nanti sore ada yang mau gue omongin tentang gue dan Rido.
Dira

Aku menatap layar handphone sekali lagi. Apa iya aku harus menemui Dira? Buat apa? Tentang Rido? Harus ya?

Langit agak mendung sore ini. Tapi aku masih menunggu kedatangan Dira yang tadi mengajakku bertemu di taman. Aku duduk di sebuah bangku taman berwarna putih kusam. Aku terdiam, masih menerka-nerka apa yang akan di bicarakan Dira.

"Dress...." panggil Dira pelan. Ia duduk disebelahku. Meletakan tasnya dipangkuannya kemudian menatap lurus ke depan.

"Lo mau ngomong apa?"

Diraihnya sebuah album foto dari dalam tas. "Lo liat aja disini," ucapnya. Album foto berukuran kecil cukup tipis dengan cover warna hijau muda. Aku membuka album foto itu dan disana terpampang dengan jelas fotonya Rido dan Dira. Mereka terlihat dekat sekali. Terlihat romantis. Semua foto yang ada di dalam album adalah foto milik Dira dan Rido. Ada juga foto Dira dan Rido waktu ada di bukit. Bukit yang pernah aku kunjungi waktu itu.

"Rido pernah ngajakin lo ke bukit ini kan?" Aku mengangguk pelan. Aku membolak balik pelan album foto itu lagi. "Stop...," Dira menghentikan aku membolak-balik album foto dan lantas menunjuk ke salah satu foto yang latarnya bukit. "Lo liat deh nih pohon. Di pohon ini ada ukiran inisial nama gue dan Rido," aku mencoba melihat jelas tulisan yang tergores di batang pohon. Ya ,disana terpampang tulisan D n R.

Ya aku pernah melihat ukiran pohon itu, ku kira inisial namaku dan Rido, tapi ternyata....Dira n Rido.

"Rido nembak gue buat jadi pacarnya di bukit, dan lo tau waktu itu gue seneng banget."

"Tapi kenapa kalian bisa putus? Rido bilang lo yang ninggalin dia.. "

"Ya gue tau gue salah, gue yang ninggalin Rido, tapi gue nyesel udah ninggalin dia, karena gue gak pernah bisa lupain Rido. "

"Kenapa kalian gak balikan aja?"

"Ya gue mau, tapi Rido udah punya yang lain, dan orang itu lo...," Dira menatapku , memainkan wajahnya yang sedih. Dira mengambil sesuatu lagi dari dalam tasnya. Sebuah gelang berwarna abu, gelang couple.

"Dulu Rido sering pakai gelang ini, tapi sekarang dia lebih suka pakai gelang dari lo.., gelang yang lo kasi waktu nolong dia,"

"Dir, gue tau lo suka sama Rido tapi kalo lo suka kenapa lo malah nyakitin dia? Kenapa lo malah ninggalin dia?"

"Gue tau gue salah. Tapi gue pengen berubah, gue pengen memulai awal yang baru lagi sama dia," ujarnya, kali ini Dira terlihat sangat bersedih. Bahkan air matanya yang sudah hampir jatuh ditahannya sebisa mungkin. "Dress, lo bisa bantuin gue kan? Satuin gue lagi sama Rido,pliss. Cuma lo yang bisa bantuin gue...,"

"Gue...," Gimana mungkin gue bisa bantuin lo Dir, sedangkan perasaan gue sama Rido perlahan berubah jadi cinta, lirihku.

"Gue,...maksud gue si Doni gimana? Bukannya lo udah pacaran sama adek gue?"

"Lebih baik gue gak sama Doni. Doni terlalu baik, gue gak tega nyakitin dia terus-terusan...., Dressi lo mau kan bantuin gue buat dapetin Rido lagi. Gue janji gue gak bakalan nyakitin lo dan Doni lagi. Dan gue juga janji gak bakalan nyakitin Rido..."

"Gue...gue.."

"Dress, lo tau kan gimana rasanya jatuh cinta..."

Gue tau..

"Lo tau kan gimana rasanya ditinggalin sama orang yang kita sayang, gue gak mau pisah lagi sama Rido, gue mau selalu sama dia,"

"Dir...gue..,"

"Pliss, Dressila...," Dira menatap ku sedih. Aku gak tega. Dira menangis di pangkuanku ia terisak sedemikian kerasnya. Dira si centil, yang ku tahu resenya luar biasa ternyata punya sisi sensitif, mudah nangis.

Gue gak bisa janji buat nyatuin lo dan Rido karena memang gue gak bisa...

***

Malam mendung lagi. Semendung hatiku yang tengah galau.
"Dress lo galau ya?" Tanyaku pada diri sendiri.

Aku mengehempaskan tubuhku di sebuah sofa mungil di pojokan kamar. Warnanya coklat lembut. Dan empuk sekali. Aku ingin istirahat sebentar sambil menikmati coklat panas yang tadi kubuat sendiri.

Tok..tok..

"Masuk, gak dikunci," ada siluet wajah lesu diambang pintu. Doni.

"Don, kenapa lo?"

"Gue gak tahu kenapa akhir-akhir ini Dira suka ngejauhin gue," jawab Doni dengan nada frustasi. Aku menangkap nada kecemasan dalam kalimatnya.

"Masa sih?" jawabku sok cuek. Aku meletakan gelas coklat panas ke atas meja. Di luar masih mendung.

"Gue curiga Dira itu kayaknya punya gebetan lain ,"

"Kan gue juga pernah bilang kalo Dira itu memang punya gebetan selain lo. Lo sih yang gak mau dengerin gue."

"Ya,, tapi kok dia malah terima gue kalo emang ada yang lain,"

"Lo sih mau pacaran sama dia," aku menyalahkan Doni yang jelas-jelas memaksakan perasaanya pada Dira. Dan akhirnya sekarang dia malah kecewa juga kan?

Lo janji kan mau jalan sama gue hari ini. Gue udah ada di depan rumah lo nih.
Rean

"Males banget gue," aku meletakkan hp ku kembali ke meja. Aku kira itu sms dari Rido taunya dari Rean.

"Kenapa?" Tanya Doni yang melihat ekspresiku sesaat melihat sms tadi.

"Mau kencan ya lo sama siapa? Rido? Atau Rean?" goda Doni. Aku mengambil tas kecil warna hitam kemudian menghampiri Rean. Doni mengikuti dari belakang.

"Ciyee mau ngedate,"

"Apaan sih lo," aku menatap kesal Doni.

"Kak, jaga kakak gue ya," Rean mengangguk ia kemudian membukakan pintu mobil putihnya kemudian mempersilakan ku masuk. Hawa di luar cukup dingin. Bentar lagi pasti hujan.

Dress gue minta maaf.

Sebuah pesan singkat masuk, dari Rido.

Maafin gue, pliss.

Aku melihat sekitaran rumah, mobil Rean belum jalan. Sekitar dua meter dari depan rumahku ada sebuah pohon, Rido berdiri disana.

"Lo liat apa?" Tanya Rean. Aku menggeleng. "Jalan aja yuk,.." mobil Rean berjalan, pandanganku tak bisa jauh dari Rido. Bentar lagi hujan. Ada kilatan petir dilangit. Kasihan Rido kehujanan, dia bisa sakit. Walaupun tuh cowok lahirnya di saat hujan dan nama tengahnya 'Rain' yang berarti hujan, tapi dia sebenarnya alergi dengan hujan. Kalau kena hujan dia pasti sakit.

Hujan besar turun membasahi bumi. Angin kencang juga. Pertir bergantian berkilat. Aku dan Rean masih setengah perjalanan. Tapi saat itu aku meminta Rean untuk balik ke rumah.

"Rean, antar gue pulang," ucapku. Rean mengernyit, menyiratkan kebingungan. "Dress, kita belum sampai tujuan loh, kenapa lo malah...,"

"Gue mau pulang,"

"Tapi...,"

"Gue mohon," Rean memutar arah. Kemudian mengantarku pulang kerumah. Aku mencari Rido, pandanganku menyapu ke segala arah. Rido!

Dia bersama seorang perempuan. Dira. Dira melindungi tubuh Rido dari kerumunan bulir hujan dengan payung. Ada rasa sakit yang menusuk hatiku. Aku cemburu? Jelas. Karena aku sudah cinta...

"Udahlah, lo gak usah mikirin Rido....dia udah bahagia," ujar Rean yang kini berada disampingku, sambil memegang payung dan melindungi aku dan dia dari guyuran hujan.

Langit kini menangis
Aku juga...
Petir kini kecewa
Aku juga...
Bulan pun tak terlihat
Aku juga...
Karena aku hanya manusia biasa
bukan siapa-siapanya

***

Adek KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang