Rean sangat terpukul dengan kepergian tunangannya, Cessa. Berhari-hari cowok itu enggan makan dan minum, hanya semburat rasa sedih dan rasa penyesalan yang bersemayam di hatinya. Aku merasa prihatin.
"Do, lo yakin gak mau jengukin Rean? Gimana pun dia itu kan saudara lo? Setidaknya lo harus peduli sama keadaan dia sekarang,"
Rido tak acuh, seakan telinganya benar-benar tak ingin mendengar nama Rean.
"Dressila Samudra, lo kenapa sih masih peduli sama Rean yang udah nyulik lo hah? Kalo dia jahat sama gue, gue bisa terima, tapi dia udah jahatin lo, itu yang buat gue gak bisa maafin dia gitu aja." Rido melepas begitu saja gitar coklat tua yang tadi dipegangnya. Seleranya untuk bermain musik seakan hilang karena Rean.
"Lo tau dari mana, kalo Rean yang nyulik gue?" Padahal masalah itu sudah ku buang jauh-jauh, tapi siapa yang memberitahu Rido masalah ini.??
"Rean. Si Rean itu yang udah ngasi tau ke gue. Terus sekarang lo masih peduli sama dia?"
Rido kemudian menjelaskan semuanya.
Rido menatap Dressila dari jauh. Ia enggan untuk memasuki gedung pertunanngan itu. Hatinya terasa sakit melihat pacarnya itu harus bertunangan dengan saudaranya sendiri.
Deringan handphone dari balik sakunya membuyarkan lamunan cowok itu.
"Do gue butuh bantuan lo," suara di sebrang. Rido mengenali betul siapa pemilik suara itu
"Lo kenapa minta tolong sama gue, gue gak akan..."
"Tolong, gue mohon lo dateng ke rumah sakit sekarang,"
Rumah sakit? Cowok itu bergeming di tempat. Kenapa orang yang paling dibencinya itu kini ada di rumah sakit? Rean. Ya Rean, kenapa dia ada di rumah sakit sekarang?
Walau ia benci dengan Rean, tapi dengan rasa kemanusiaan yang masih tersimpan dalam dirinya, Rido akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada Rean.
Setiba di rumah sakit, Rido mendapati Rean baik-baik saja, tetapi ia melihat guratan kecemasan di wajah Rean.
"Lo kenapa suruh gue ke sini? Siapa yang sakit sih sebenernya? Dan lo kenapa lo ada disini? Bukannya sekarang harusnya lo tunangan sama Dressi?"
"Cessa, cessa sakit."
Cessa?
Rean berupaya menjelaskan semuanya pada Rido. Tentang dia dan Cessa. Juga tentang dia dan Dressila
"...dan gue mohon sama lo Do, gue mohon sama lo untuk jaga Dressi. Cewek itu hanya bisa bahagia kalo dia sama lo, bukan gue . Gue sadar kalo sebenarnya Dressi gak mungkin pernah bisa suka sama gue, karena sampai kapanpun Dressi cintanya sama lo. Dan karena cinta buta ini,
Gue jadi ngelakuin hal gila. Rido lo harus tau kalo sebenarnya gue yang udah nyulik Dressila waktu itu.""Apa?? Lo gila ya Rean. Lo gak mikir apa gimana cemasnya keluarganya Dressila waktu dia hilang. Lo bener-bener gila tau gak," tukas Rido marah semarah-marahnya, dia bahkan tak segan-segan menghabisi cowok itu andaikata ia tak berada di rumah sakit sekarang. Kini ia hanya bisa menumpahkan kemarahannya dengan menarik keras kerah baju Rean.
" Gue minta maaf, gue nyesel. Ini semua karena obsesi gue yang berlebihan, gue jadi gak bisa ngeliat orang yang bener-bener tulus sayang sama gue. Cessa, gadis itu yang terbaring lemah tak berdaya, yang selalu ada buat gue.gue malah sia-siain dia,..."
Rido melepas cengkramannya pada Rean. Cowok itu terlihat turut sedih, amarahnya perlahan memudar.
"Tapi sekarang gue sadar kalo gue suka sama Cessa, gue bakal tunangan sama Cessa....dan gue juga mau lo tunangan sama Dressi...,"
Rido mengangguk, mengerti dengan maksud saudaranya ini.
Dokter yang memeriksa keadaan Cessa keluar, raut wajahnya menampakkan kekehawatiran. Ini pertanda buruk. Rean yang melihat dokter itu segera menanyakan bagaimana kondisi Cessa, bahkan handphonenya yang terus berdering dari tadi ia acuhkan. Dan akhirnya mau tak mau Rido yang mengangkat telpon itu. Rupanya itu dari Dressi.
"Dan waktu itu gue gak tau harus kayak gimana lagi. Jujur gue juga kasian sama keadaan Rean sekarang, tapi gue masih gak terima kalo ternyata dia yang udah nyulik lo."
"Setidaknya lo sama Rean harus baikan kan? Toh juga kejadian penculikan gue waktu itu udah lama kan? Udah gue lupain, dan juga bagaimanapun Rean itu kan saudara lo, jadi akan lebih baik kalau kalian gak musuhan lagi...,!!"
"Dress, lo kok baik banget jadi orang? Pantes ya hati gue tuh, maunya sama lo terus."
"Gombal!!"
"Oke, gue mau maafin Rean dan baikan sama dia. Itu semua demi lo."
***"Lo baik-baik ya disana, Re," ucapku sembari menepuk pelan bahu Rean. Rean yang tengah bersiap-siap untuk keberangkatannya menuju luar negeri, untuk melanjutkan kuliah.
Rean tersenyum, ia kemudian mengangguk.
"Hmm,...," tiba datang suara menganggetkan. Rupanya Rido yang biasanya suka datang tiba-tiba. "Bener bro, lo harus jaga diri disana, sekolah yang bener,ya"
"Kalian udah mulai akrab nih?" Tanyaku kemudian, sambil melihat secara bergantian Rido dan Rean. Mereka berdua mengangguk bersamaan, sembari saling merangkul. Aku tersenyum melihat kedekatan mereka sekarang. Saudara memang seharusnya selalu akur dan saling menyayangi.
"Rido juga udah tahu, aksi gila gue dulu, waktu gue nyulik lo Dress," ucap Rean jujur, "Gue udah jelasin baik-baik ke dia, karena waktu itu gue dibutain sama cinta," lanjutnya.
"Awalnya sih, pengen gue kepret nih anak, berani-beraninya dia nyulik lo Dress,. Tapi ya namanya juga khilaf, semua orang pasti pernah berbuat salah kan? Gak terkecuali abang gue ini"
"Abang? Idih... siapa lagi yang mau punya adek begajulan kayak lo." Canda Rean.
"Begajulan, enak aja lo. Gue itu adek terganteng yang lo punya, lo mestinya bersyukur punya adek kayak gue, udah ganteng baik hati lagi."
Rean mengacak-ngacak rambut Rido, sekarang sudah terlihat bagaimana keakraban yang seharusnya memang mereka berdua tunjukkan. Bukan malah bertengkar, kayak Tom and Jerry.
"Gak nyangka ya Do, dulu kita pernah suka sama orang yang sama,"
Rean dan Rido kini menatap ke arahku. "Tapi lo yang dapet, padahal gantengan gue kemana-mana" ucap Rean dengan rasa pedenya. Tapi kali ini tak dibalas dengan serius oleh Rido.
"Justru karena lo lebih jelek makanya Dressila milih gue,"
"Kampret lo,"
Aku hanya tersenyum geli melihat kelakuan dua makhluk yang dulu musuh bebuyutan kini malah jadi akrab. Ajaib memang, kadang musuh lo bisa jadi adalah teman terbaik yang Tuhan titipkan ke lo.
"Do inget, lo harus jaga Dressila baik-baik, kalo lo buat dia sedih gue gak segan-segan bakal rebut dia lagi dari lo," ancam Rean pada Rido yang kini tengah memandangnya dengan tatapan mencekam.
"Bacot lo," tukas Rido
"Sorry bro becanda gue," Goda Rean. Cowok itu sepertinya puas membuat Rido kesal. Karena ia pikir kalo jauh nanti gak ada lagi saudara yang bisa ia ajak berantem dan yang bisa ia jadikan musuh seperti Rido.
"Mama sama Papa seneng, melihat kalian yang udah akrab kayak gini," ucap Tante Maria sambil memandang bergantian Rean dan Rido.
"Ya bener kata Mama. Udah sepantasnya juga sebagai saudara kalian harus saling menyayangi," ujar Om Syailendra.
Rido mendekati Tante Maria dan Om Syailendra. Di pandanginya lekat-lekar dua orang itu. "Maafin aku yang dulu egois, Pa...Ma..," Tante maria terharu, mendengar Rido memanggilnya dengan sebutan Mama. Wanita paru baya itu kemudian memeluk Rido dengan erat.
"Hmm, Rido aja nih yang di peluk? Aku gak? Padahal aku lo yang bakalan pergi bukan Rido?," Ambek Rean. Tante Maria kemudian memeluk Rean juga. Kayak teletubies aja main peluk-pelukan.
"Dress, lo gak mau meluk gue juga,?" Celoteh Rean setelah ia melepaskan diri dari pelukan mamanya.
Dengan cepat Rido menjitak kepala Rean dan cowok itu meringis.
"Ngimpi lo, kampret,"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Adek Kelas
Teen FictionRido si kelas sepuluh, selalu merasa risih bila dipanggil sebagai Adik oleh Dressila kakak kelasnya. Dressila sendiri sekarang sudah kelas dua belas. Entah apa yang membuat Rido enggan dipanggil sebagai adik. Setiap pertemuan mereka berdua selalu be...