Aku resah, gelisah, dan gak tau harus ngapain lagi. Pikiran ku kacau, apalagu sehabis mendengar ucapan Rean tadi. Menikah? Seriusan?
Gue gak mau...tolong!!! Jeritku dalam hati.
Rean dan beberapa orang memasuki gubuk kecil ini. Dan melepaskan ikatan yang membelengguku dari tadi.
"Kita berangkat sekarang, segala keperluan lo udah ada disana, jadi lo gak usah khawatir.," ujar Rean
Aku berdiri mematung, tak mengikuti perintah Rean. Aku menatap kosong ruangan ini. Rean menarik tanganku. "Dressila...,"
"Rean lepasin gue, gue..gak mau ikut sama lo...gue juga gak mau nikah sama lo..," Rean tak menghiraukan dia tetap saja menarik tanganku dan memaksaku untuk keluar.
Sebuah mobil mewah berwarna putih telah menunggu kami disana.
Aku mencari berbagai cara untuk bisa lolos dari Rean. Dan ada satu cara.
"Oke, gue mau ikut sama lo, tapi dengan satu syarat,Lo harus temenin gue, ke tengah hutan. "
Rean bingung, apa yang mau aku lakukan di tengah hutan. Karena kebetulan gubuk tempatku di sekap oleh Rean ini berada di tengah hutan juga.
"Mau ngapain?"
"Gue mau bunga, kata orang di hutan kan banyak bunga bagus. Jadi lo yang harus nyariin bunga buat gue di hutan ini." Rean menyanggupi persyaratanku. Dan berjalanlah aku dan Rean mencari bunga, yang sebenarnya tak ku inginkan.
Aku berjalan di belakang Rean, tapi sesekali Rean selalu melihat kearahku. Ia seperti tak ingin aku kabur darinya. Tapi rean tak mungkin selalu awas memperhatikanku, kalau dia lengah itu kesemlatanku untuk kabur darinya. Meski tak tau jalan pulang, karena hutannya rimbun, tapi yang jelas aku harus kabur dari Rean.
Rean mencari bunga di sekitar semak belukar yang hidup disana. Dia mulai kurang konsentrasi memlerhatikanku. Fokusnya kini tertuju pada bunga yang hendak ia petik. Bunga anggrek liar yang hidup disebatang pohon kecil dekat rerimbunan.
Ini kesempatanku. Perlahan aku mundur, dan bersiap untuk lari. Ku pelankan sekali langkah kakiku, supaya tak menimbulkan bunyi yang berisik.
Namun, kreek...aku menginjak sesuatu dan itu membuat Rean sadar bahwa aku sedang berusaha kabur darinya. "Dressila,...," Aku berlari sekencang-kencangnya, meninggalkan Rean dan bunganya yang tadi telah ia buang begitu saja.
"Dressila, tunggu.," Aku berlari tanpa menghiraukan panggilannya. Entah aku berlari ke arah mana, tapi yang jelas, aku harus lari. Aku harus jauh dari Rean.
Aku ngeri membayangkan, bagaimana kalau pernikahanku dengannya benar-benar terjadi. Membayangkan itu kaki ku yang sudah terasa pegal sekali menjadi terpacu. Aku harus lari, lari sejauh-jauhnya.
Langkahku terhenti ketika melihat sebuah tenda kecil berdiri ditengah hamparan rumput hutan. Aku lantas masuk kedalam tenda yang memungkinkan hanya muat dua orang saja.
Napasku terengah-engah. Dan aku tersentak begitu melihat seorang cowok tengah duduk di belakangku
"Ngapain lo disini?" Tanyanya. Dengan raut wajah yang kurang bersahabat cowok itu memaksaku untuk keluar dari tendanya.
"Plis,plis, gue mohon, gue lagi di kejar-kejar sama orang. Plis lo ijinin gue buat sembunyi disini. " aku memelas, menuntut belas kasihnya."Gue mohon banget, lo mau ya tolongin gue,"
"Terserah," ucapnya singkat.
"Minggir, gue mau keluar," ujar si cowok lagi. Dia kemudian berdiri di depan tenda dan melihat situasi. Cowok itu kemudian duduk di tepi tenda, dan memainkan gitar coklat yang di bawanya. Tapi sebelumnya ia menyuruhku untuk memakai jaket hitam dan topinya serta memakai kaca mata.
"Buat apa?" Ujarku bingung
"Pake aja, gak usah banyak omong. Orang yang ngejar-ngejar lo itu udah hampir sampai sini," jawabnya
Baik juga nih cowok, batinku.
Aku kemudian memakai jaket, topi dan kaca mata yang tergeletak rapi di dekat ku duduk saat ini.
Terdengar suara Rean dari luar tenda. Tapi penyamaran ku telah siap.
"Rean," ucap si cowok.
"Lo?"
Ternyata Rean dan cowok ini sudah saling kenal. Aku melihat dan mendengar percakapan mereka dari balik tenda ini.
"Gak nyangka ya, gue sama lo bisa ketemu dihutan belantara ini, mimpi apa ya gue semalem, ketemu sama saudara tiri kayak lo," Ucap Rean dengan belagunya kepada si cowok. Rean seperti tidak suka bertemu dengan cowok baik ini. Cowok yang wajahnya sekilas mirip sama Rido.
"Makan apa ya gue kemarin sampai harus ketemu sama saudara belagu kayak lo," balas si cowok.
"Julian Senja Syailendra...,yang belagu tuh elo, sok-sokan kabur dari rumah segala, emang lo pikir kalo lo pergi, papa lo bakal bantalin pernikahannya sama nyokap gue.? Hah? Gak usah mimpi deh lo. Kasian... anak yang tak dianggap," Cerocos Rean. Kata-katanya justru bikin aku sakit hati. Apalagi cowok ini, pasti dia marah sekali sama Rean.
Tapi siapa tadi nama cowok itu...
Julian Senja Syailendra...kayak pernah denger. Tapi kapan dan dimana?
Aku terus mendengar percakapan diantara Rean dan cowok yang ternyata bernama Julian. Percakapan sengit antara dua saudara tiri yang dipertemukan di tengah hutan.
"Rean-rean...lo itu gak berubah yah, masih kayak dulu. Egois,"
Rean tentu tak terima di cap egois. Hendak dipukulnya Julian. Tapi julian berhasil menangkis segala serangan brutal dari Rean.
"Udah deh Rean, gue gak mau berantem sama lo. Mending sekarang lo pulang dari pada elo babak belur sama gue," ujar Julian. Rean kemudian pergi, tapi sebelum pergi ia juga sempat melihag ke arah tenda.
"Lo liat apaan?" Tanya julian
"Di dalam tenda lo siapa?"
"Oh itu, dia teman gue, jago silat. Nanti kalau lo di hajar sama dia, lo bisa koma sebulan dirumah sakit,"
"Ah, gak percaya gue," Rean kemudian memaksa masuk ke dalam tenda. Dan dengan sigap aku berlagak seperti sosok cowok temannya Julian.
"Mau apa lo?" Ucapku dengan nada seperti suara cowok. "Lo mau habis ditangan gue, hah?" Suaraku meninggi, menggertak. Nyali Rean ternyata ciut juga. Dengan sedikit gertakan cowok itu langsung ke kuar tenda dan menjauh. Kali ini aku selamat.
"Makasi ya..," ucapku pada Julian yang kini tengah duduk asyik dengan gitar kesayangannya.
"Nama lo Julian ya...mmm pasti lo lahirnya bulan Mei ya kan?" Ucapku sok polos. Berharap cowok ini mau mendengarkan ucapanku. Karena sedari tadi dia hanya cuek saja.
"Gak lucu," jawabnya pendek.
Nih cowok, baik tapi jutek. Pasti dia orangnya gak pekaan deh. Ah, cowok yang susah peka itu gak usah di deketin apalagi diajak ngomong pasti kalian dikacangin, kayak gue nih.
Tapi Untung aja pacar gue Rido orangnya peka. Gak kayak orang ini nih. Cuek, jutek lagi.
Tapi BTW namanya Julian Senja Syailendra. Kayak pernah denger???
KAMU SEDANG MEMBACA
Adek Kelas
Подростковая литератураRido si kelas sepuluh, selalu merasa risih bila dipanggil sebagai Adik oleh Dressila kakak kelasnya. Dressila sendiri sekarang sudah kelas dua belas. Entah apa yang membuat Rido enggan dipanggil sebagai adik. Setiap pertemuan mereka berdua selalu be...