Sembilan : Rido=Dodo

680 31 0
                                    

"Tapi pertemuan gue sama Dodo waktu itu kayak pertemuan pertama dan terakhir, gue gak tau kemana dia, apa dia masih inget gue atau gak?" Tambahku diakhir cerita, cerita tentang pertemuan masa lalu dengan Dodo.

"Dia masih inget kok sama lo," ucap Rido

"Masa? Dari mana lo tau? Lagi ya dari mana lo tau tentang cerita di jembatan itu, tentang gue dengan Dodo?" Aku penasaran dan mulai curiga, dari mana si adek kelas ini tau tentang masa laluku, apa ini yang dimaksudnya waktu itu, kalo dia tau semua tentangku.

"Gelang lo," Rido memperlihatkan sebuah gelang yang mirip sekali dengan gelang yang waktu itu ku berikan pada Dodo, tapi sepertinya itu beneran gelang yang kuberikan pada Dodo. Itu berarti....

"Gelang itu..lo lo.. itu berarti..."

"Dodo,"

"Gak mungkin,"

"Sulit dipercaya kan? Dodo yang dulu culunnya minta ampun, sekarang keren abiss," ucap Rido membanggakan dirinya.

"Gak mungkin, lo gak mungkin Dodo. Dodo itu polos, lugu, baik ,,,nah lo kebalikannya,"

"Lo jangan gitu, gini gini gue orangnya baik hati. Tapi BTW mkasi ya, kalo gak ada lo waktu itu, gue pasti udah mati sekarang,"

"Lo kemana aja sih, gue itu sempet kehilangan temen gara - gara lo pergi," ucapku sambil menampakkan wajah kesal.

"Tapi sekarang gue ada disini kan buat lo,"

"Rido lo beneran Dodo ? Sumpah demi apa?" Tanyaku sekali lagi, sambil mengamati Rido yang sangat ku curigai sekarang.

"Demi cintaku padamu," gombal Rido

"Gue lagi gak becanda, gue serius. Dodo itu temen sekaligus sahabat gue,"

"Gue gak becanda gue Dodo, dan sekarang gue adalah Rido temen sekaligus calon pacar lo,"

"Buktinya apa selain gelang itu?,"

Rido mengambil sebuah kaca mata bundar dari dalam tasnya. Ia memakai kaca mata itu dan mengatur rambutnya seperti cowok culun kebanyakan.

Beneran mirip dengan Dodo, bahkan Rido itu seperti Dodo yang ku kenal tiga tahun lalu.

"Gimana sekarang lo percaya kan sama gue,"

Aku mengangguk, dia beneran Dodo. Rido melepas kaca matanya dan mengatur rambutnya seperti semula.

"Do lo sekarang berubah banget loh,"

"Kan lo yang nyuruh, lo bilang gue harus berubah. Ya berarti gue harus berubah,"

Aku tersenyum.

"Kenapa? Lo gak suka sama perubahan gue.?"

Aku terdiam, antara suka dan tidak.

"Lo juga berubah kan?  Dari dressi si kaca mata besar ke Dressi yang manis kayak sekarang,"

"Lo lebay,"

"Tapi sejujurnya, gue lebih suka lo apa adanya Dressi. Mau yang dulu atau sekarang, lo tetep Dressi yang selalu berarti dalam hidup gue,"

"Gombal banget sih."

"gue cuma berkata sejujurnya,"

"Palingan lo juga bilang gitu kan ke semua cewek, bilang cewek itu cantik lah manis lah,"

"Gak kok, satu satunya cewek yang pernah gue puji cuma lo doang,"

"Gak percaya gue, itu si Dira lo deketin dia kan?"

"Justru dira yang deketin gue, dia yang ngejar-ngejar gue,"

"Tapi lo suka kan sama dia,?"

"Gak kok, siapa bilang?!"

"Berita yang beredar,"

"Hoax itu, yang bener gue suka sama lo bukan dira,"

"Udah deh lo gak usah gombal lagi pusing gue dengernya,"

"Gue gak gombal, gue beneran suka sama lo, lo kenapa sih gak percaya sama gue,"

"Rido lo kayaknya kehabisan obat deh, minum lagi gih sana,"

"Obat gue itu lo, lo mau gak jadi pacar gue,?"

"Makin ngawur, gak jelas. Pulang aja yuk, males deh gue denger bualan lo,"

Aku menuruni bukit kecil dan Rido juga. Rido mengantarku pulang sampai rumah.

"Dressi tinggal 21 hari lagi, siap-siap aja lo jadi pacar gue,"

"Rido, rido, habis dari sini kayaknya lo harus mampir dulu deh ke apotik. Obat lo habis kan, makanya bicara lo ngawur kayak gitu,"

"Obat gue kan lo," ia tersenyum lantas menutup helmnya dan mengendarai motor kesayangannya itu.

Aku memasuki rumah dan tepat di depan pintu ku lihat Bang Arjun tengah berdiri sambil senyum-senyum kecil.

"Pacar lo yang tadi?"

"Gak kok, dia adek kelas gue, dia cuman nganterin gue pulang kok. Dia bukan siapa siapa gue,"

"Adek kelas bisa jadi pacar juga kan? Gue liat kayaknya tuh anak serius deh sama lo,"

"Apaan sih bang," aku memasuki rumah, mengacuhkan perkataan abangku. Aku menjatuhkan tubuhku ke sofa empuk warna coklat cream yang tergeletak di ruang tengah. Aku capek habis pulang sekolah.

Bang Arjun duduk di sebelahku, "Dress, lo tau gak, gue juga pernah lo naksir sama kakak kelas gue, ya kisah gue mirip lah sama lo dan adek kelas lo itu,"

Aku tertarik mendengar kisah bang Arjun, aku yang semula acuh, kini mulai mengalihkan pandanganku padanya.

"Kakak kelas gue itu orangnya baik, pinter, cantik, pokoknya dia itu spesial banget buat gue. Awal ngejar dia sih emang sulit, dia pikir gue cuma main main dan gak serius suka sama dia, tapi dengan kerja keras akhirnya gue bisa dapetin dia," Bang Arjun bercerita sambil memgingat masa lalunya

"Trus lo jadian sama dia?," tanyaku

"Ya, tapi kemudian putus soalnya dia kuliah di luar negeri. Kita awalnya LDR an tapi gak bertahan lama. Tapi menurut info yang gue dapet mantan gue itu sekarang udah balik lagi ke indonesia, awalnya gue mau kejar lagi dia tapi setelah gue tau ternyata si dia udah punya tunangan, ya gue urungkan niat gue," bang arjun terlihat sedih

"Kasian banget sih lo, bang,"

"Udah takdir mungkin dia bukan jodoh gue,"

"Tapi bang menurut gue sebelum dia sah jadi milik orang lain, gak ada salahnya kok lo kejar dia lagi,"

Bang Arjun terdiam, masih menimang kata-kataku. Dia terlihat bingung dan galau. Aku tahu bang Arjun sangat mencintai mantannya itu, yang juga kakak kelasnya waktu SMA , maklum si dia adalah cinta pertama bang Arjun.

"Ah tahu ah dek, gue bingung. Udah ah gue mau ke kamar dulu, mau tidur,"

"Dasar abang-abang, kerjanya tidur mulu,"

***




Adek KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang