"Assalamualaikum, permisi," ucap Ratna dan aku bersamaan ketika sampai di depan rumah Rido.Pintu besar itu terbuka. Dan terlihat seorang perempuan muda yang membuka pintu itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Bu Cinta, kakaknya Rido.
"Walaikum salam. Eh Dressila, Ratna, mari silakan masuk. Mau jengukin Rido ya?" Ucap Bu Cinta
"Ya Bu. Kita berdua mau jengukin Rido. Ya kan Dressi?" ucap Ratna sambil menyenggol tanganku dengan sikunya.
"Oh,ya, ya Bu."
"Mending sekarang kalian ikut ibu, ayok!" Ucap Bu Cinta yang terlihat panik.
"Kenapa Bu? Emangnya terjadi sesuatu sama Rido ? Rido kenapa, dia baik baik aja kan?" Ucapku merasa panik juga, entah kenapa aku seperti tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Rido.
"Rido dari tadi gak mau buka pintu, padahal dokter udah nunggu mau periksa keadaan dia. Mungkin karena pobianya sama jarum suntik, jadi agak trauma aja kalau disuntik sama dokter," jelas Bu Cinta.
Di dalam hati aku tersenyum geli membayangkan Rido yang takut disuntik, kayak anak kecil. Rido, Rido.
"Do ayok dong Do buka pintunya. Kamu harus diperiksa dulu sama dokter supaya bisa sembuh." Nasihat Bu Cinta pada Rido yang masih kekeh mengunci pintunya. Ku lihat Dokter Inayah turut membujuk Rido untuk membuka pintunya.
"Bu Cinta gimana kalo Dressila aja yang bantu bujuk Rido biar mau buka pintunya, Lo mau kan Dressi?!" Ratna sahabatku ini ada ada aja. Ada aja akalnya supaya aku bisa berinteraksi sama Rido.
"Kok gue sih, Na. Lo itu ya aduh,.." ucapku sambil berbisik ke arah ratna yang sekarang menampakkan wajah polosnya supaya aku tidak kesal padanya.
"Ide bagus. Kalau gitu saya, Ratna sama Bu dokter ke ruang tengah dulu. Dressi tolong ya kamu bujuk Rido. Saya gak tega liat dia sakit kayak gitu. Malah demamnya masih tinggi. Tolong ya Dress,"
"Iya Bu," ada sedikit rasa bersalah dalam diriku tentang keadaan Rido saat ini. Gara-gara dia semalam ke rumahku dia jadi sakit seperti sekarang.
"Rido, lo buka dong pintunya. Biar lo diperiksa sama dokter terus bisa sembuh. Do, ayo dong buka pintunya," pintu kamar warna putih ini belum ada tanda tanda akan dibuka.
"Do buka pintunya, ini gue Dressi,"
ucapku lagi seraya mengetuk pintu."Dressila?" Surara Rido
"Ya, ini gue. Do buka pintunya, dokter udah nunggu lo tuh,..oh gue tau lo gak mau diperiksa dokter gara-gara takut disuntik ya,..ahh cemen lu,"
Pintu itu terbuka, dan tubuh tinggi tegap itu tepat berdiri di depanku. "Siapa bilang gue takut. Panggil sana dokternya gue mau di periksa sekarang juga,"
"Beneran nih, ntar kalau disuntik jangan nangis ya adek kelas, hahaha," godaku. Rido memanyunkan bibirnya ekspresi tetaneh yang pernah kulihat dari cowok putih agak sipit ini. "Oke lo tunggu sini ,Gue panggil dokternya dulu,"
Aku bergegas memanggil Dokter Inayah. Dan beberapa menit kemudian aku, bu cinta, bu dokter dan ratna sudah ada di kamar Rido.
Dokter Inayah mulai memeriksa keadaan Rido. Dan tibalah saat-saat menegangkan buat Rido. Disuntik.
"Dok, bisa gak sih saya gak usah disuntik?" Rido terlihat ketakutan saat Dokter Inayah akan meyuntiknya.
"Kamu harus di suntik supaya cepet sembuh," Dokter Inayah mulai memainkan jarum suntiknya, sesaat sebelum suntikan itu tepat mengenai lengan Rido, cowok itu memberikan instruksi supaya ia bisa tarik napas dulu.
Rido menarik napas panjang dan menghembuskannya. Hal itu ia lakukan berkali-kali hinggaa membuat Ratna kesal dan aku hanya geleng-geleng kepala.
"Rido lo ngapain sih, cepetan lo disuntik, biar cepet sembuh. Terus kan nanti malem lo bisa nyanyi buat the coker,"Ratna makin kesal dengan sikap Rido yang menurutnya menyebalkan. Kalo tidak ada hubungannya dengan band yang juga digawangi oleh si permen pacarnya, Ratna gak mungkin sampai peduli dengan keadaan cowok tengil ini.
"Dress, liat deh kelakuan pacar lo," ucap Ratna. Sontak aku langsung mencubit pelan lengan Ratna yang dengan sengajanya menyebut Rido sebagai pacarku. "Aww, Dressi sakit tau,"
"Beneran nih Dressi sama Rido pacaran?" Bu cinta melihat kearahku kemudian Rido,
"Nggak kok, Bu, saya nggak pacaran sama Rido. Ya kan Do?"
"Ya memang gak sekarang, tapi gak tau nanti," jawabnya santai.
"Jadi sekarang masih masa pendekatan ceritanya," kali ini dokter inayah juga ikutan berkomentar.
"Tau aja dokter," ucap Rido cengengesan. Sedang aku hanya mendengus kesal , aku kesal dengan Rido.
"Ya iyalah saya kan juga pernah muda. Eh...tapi jadi disuntik gak nih,"
"Ya ,di suntik aja Dok," kali ini aku yang lebih bersemangat agar Rido disuntik. Walau aku tau Rido itu takut sama jarum suntik, tapi sudahlah dari pada tingkahnya makin menyebalkan.
Rido memandang kearahku. Aku tersenyum puas. "Maksud gue biar lo cepet sembuh Do,"
"Tapi Dok, saya..aduh..saya, gak sakit kan disuntik, itu jarumnya tajam gak sih,.."
"Gini aja, calon pacarnya Rido," Dokter inayah melihat kearahku.
"Mending pegangin tangannya Rido deh biar dia gak terlalu takut pas disuntik, setidaknya itu bisa ngeringanin rasa sakitnya juga," sambungnya.
"Apa? Tapi Dok ?! Saya..,"
"Ayolah Dressi, biar cepet,"Ratna turut andil membujukku agar mau mengikuti apa yang disarankan dokter. Lagian Rido sih, disuntik aja ribetnya minta ampun, omelku dalam hati.
Aku memegang tangan kanan Rido sedang lengannya yang kiri disuntik. Rido tersenyum puas, sepertinya ini yang dia inginkan. Pas disuntik Rido memegang tanganku dengan erat, sembari terus memejamkan matanya.
"Udah, selesai," ucap Dokter inayah setelah selesai menyuntik Rido. Walau suntiknya udah selesai tapi tangan Rido masih erat memegang tanganku. "Do oiy, suntiknya udah selesai, lo ngapain masih pegang tangan gue," omelku pada si adik kelas ini. Ia tak langsung melepas tanganku.
"Oh udah selesai gue kira belum, he he," Aku melepas tanganku dari tanganya dengan paksa.
***
"Makasi ya kalian berdua udah jengukin Rido," ucap Bu Cinta setelah aku dan Ratna meminta diri untuk pamit."Ya sama-sama Bu," Jawabku dan Ratna. "Kalo gitu kita berdua permisi ya, Bu. Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Begitu sampai di depan gerbang rumahnya Bu Cinta, Hp ku berdering. Rido.
"Hallo,"
"Baru kali ini gue semangat disuntik, coba aja Dokter nyuntik gue sejam, gue gak masalah deh,"
"Dasar modus,"
"Siapa?"
"Ya lo lah,"
"Biarin, asal dekat sama kamu. Coba lo liat keatas deh" Maksudnya kearah atas kamarnya Rido. Disana Rido berdiri dibalik jendela kamarnya. Dia melambaikan tangannya.
"Apa?"
"Tinggal 20 hari lagi, lo pasti jadi pacar gue,"jelasnya. Telpon diputus. Gak ada salam, gak ada kata penutup. Emang kebiasaannya dia. Dress, kok lo kesel sama dia? Emang lo siapanya? Pacarnya?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Adek Kelas
Teen FictionRido si kelas sepuluh, selalu merasa risih bila dipanggil sebagai Adik oleh Dressila kakak kelasnya. Dressila sendiri sekarang sudah kelas dua belas. Entah apa yang membuat Rido enggan dipanggil sebagai adik. Setiap pertemuan mereka berdua selalu be...