Dua puluh: Akhirnya

531 23 0
                                    

Aku berangkat pagi sekali hari ini, maklum karena memikirkan perjodojan itu aku jadi mumet, bosen di rumah jadinya.

Aku sampai di depan gerbang sekolah. Melihat sekeliling, masih agak sepi. Aku melangkah, dan tak sengaja aku menyentuh sebuah buku dengan ujung sepatu, aku melirik buku itu dan memungutnya.

Kejadian ini hampir sama dengan kejadian waktu aku menemukan buku Rido tergeletak sembarangan dekat gerbang. Aku melamun, aku tersenyum kecil.

Aku melihat nama biodata pemilik buku, yang tertera jelas di cover buku itu. Dan ya ternyata....

"Sorry, buku gue tadi jatuh," Aku tergagap melihat sosok di depanku. Karena beberapa waktu terakhir ini di jarang terlihat. Rido Rain Syailendra.

"Makasi ya udah nemuin buku gue," ucapnya, aku tersenyum senang. "Makasi ya,Kak," ucapnya lagi.

'Kak' panggilan yang aneh menurutku.

"Kak?"ucapku, dengan nada protes kenapa dia memanggilku seperti itu.

"Lo kan kakak kelas gue, jadi wajar dong kalo gue manggil lo Kakak. Makasi ya Kak Dressila," Lantas Rido pergi begitu saja, kebiasaan lamanya yang dulu sering pergi tiba-tiba terulang lagi. Tapi rasanya kini aneh, ia seperti menghindar.

"Rido,..." panggilanku tertiup angin, hampir tak terdengar. Aku menatap teduh tubuh tinggi tegap yang sudah berlalu itu.

***

Di kelas Ratna mengajakku mengobrol, dia mau cerita sesuatu katanya. Tapi karena memikirkan sikap Rido tadi, aku jadi tidak mendengarkan apapun yang diucapkan Ratna.

"Jadi lo tau Dress, gue itu seneng banget abis di bawa jalan-jalan sama Wira, aduhh jadi kaya pasangan yang baru jadian deh, hehe.....,"

"Dan lo tau gak, Dress, Wira itu yaa..., Dress.. Dressila..lo kenapa sih,?"

Ratna menepuk bahuku. Aku kaget.

"Lo kenapa sih?"

"Gak kenapa-kenapa kok,"

"Kalo lo bilang gak ada apa papa itu artinya pasti ada apa apa, lo ceritain deh sama gue," ucap Ratna kemudian.

"Na....,"

"Ya, kenapa?"

"Rido tadi sikapnya lain sama gue, dia itu cuek banget sama gue dan lagi dia manggil gue dengan sebutan kakak, itu aneh kan ya?!!"

"Seriusan Rido manggil lo kakak? Kok gak kayak biasanya, tapi gue rasa tuh anak punya alasan kenapa dia bersikap kaya gitu,"

"Tapi alasannya apa coba, kenapa dia itu juga cuek sama gue," tuturku dengan nada sedih, ratna menepuk bahuku sebagai tanda simpatinya.

"Tenang aja, Rido itu orangnya setia kok Dress," aku tersenyum dan mengiyakan ucapan Ratna.

***

Cuaca hari ini panas sekali, rasanya gak betah kalo harus berlama-lama di dalam kelas. Apalagi Ratna tadi udah pergi sama Wira, entah kemana, paling kekantin atau ke warung mpok mumun.

Aku mengungsi untuk mencari ac gratisan di perpus, sekalian mau baca-baca buku. Dan kali ini pilihanku ada pada buku novel fiksi remana yang terletak di rak paling tinggi.

Aku mencoba meraih buku itu. Tapi tak sampai.

"Makanya cepet tinggi dong," ucapnya seraya mengambilkan buku. Suara yang tak asing.

"Makasi ya,"

Ia hanya membalas dengan senyum tipis dan anggukan. Aku mengikuti dia dari belakang dan duduk di dekat tempat duduk yang tempati.

Sumpah!! di cuek banget sekarang.

"Lo kenapa? Lo marah sama gue?" Inginku sampaikan pertanyaan yang sekarang berkecamuk dalam pikiranku. Namun ku tahan.

"Rido....,"panggilku. Ia menoleh.

"Ya, Kak."

Lagi lagi dia bilang kakak. Telingaku agak panas dipanggil kakak oleh seseorang yang kuharap memanggilku dengan panggilan sayang.

"Kakak? Kok telinga gue agak aneh ya denger panggilan itu. Bisa gak lo panggil gue dengan nama gue aja," protes ku, dan reaksi Rido hanya datar saja, menyebalkan.

"Gue bisa aja manggil lo sayang, tapi masa iya gue manggil lo sayang sedangkan lo itu milik orang lain."

"Maksudnya?"

"Lo itu kan calon kakak ipar gue selamat ya," dia meraih tanganku dan mengucapkan selamat.

Jadi rido udah tahu tentang perjodohan ku dengan Rean. Dan ia tidak terlihat kaget atau khawatir sedikit pun.

"Jadi lo udah tau, kalo gue...,"

"Kalian yang masih baca, bisa pindah ruangan gak, soalnya gue mau ngomong penting sama Kak Dressila," ucap Rido pada beberapa siswa yang juga baca di ruangan yang sama dengan aku dan Rido. Perpustakaan itu terdiri dari lima ruang baca.

Dan sekarang diruang baca itu hanya ada aku dan Rido.

"Jadi lo beneran udah tahu? Gue sama Rean akan dijodohin?" Rido menutup bukunya dan kemudian menatapku.

"Udah,"jawabnya singkat.

"Udah? Gitu aja? Jahat banget sih lo. Katanya lo suka sama gue kenapa lo gak ngelakuin sesuatu buat batalin perjodohan gue sama Rean,"

Rido terkekeh, tertawa tidak jelas.

"Kan waktu itu lo udah nolak gue, jadi gue gak berhak buat ngelarang lo sama siapapun,"

"Dasar gak peka! Kalo Cewek bilang gak, itu tandanya lo harus lebih giat lagi buat ngejar dia,"

"Berarti lo gak beneran suka sama Rean, gue pikir lo nolak gue karena lo suka sama Rean,"

"Gak, gue gak suka sama dia, gue suka sama adeknya,"

"Gue?"

"Tau tuh, mungkin aja. Ih gak peka banget sih lo, dasar adek kelas, sukanya gitu." Rido tersenyum gak jelas. Menyebalkan.

"Kak," panggilnya lagi

"Bisa gak sih lo gak usah manggil gue kakak ?" Protesku lagi-lagi.

"Oke, gue panggil 'sayang' asal sekarang lo mau jadi pacar gue,"

"Pacar?"

"Kok sekarang malah kakak kelas yang gak peka,"

"Apaan sih lo."

"Gimana? Mau gak sama adek kelas ganteng kuadrat ini? Hehe?"

"Mmm, gimana ya?. Oke deh. Gue mau,"

***

"Yang, gimana kalo perpus ini kita sebut perpus cinta, kan di sini tempat kita jadian kan?"

"Do, sebaiknya gak usah panggil 'yang' segala deh, kok gue jadi geli gitu ya dengernya,"

"Oke sayangkuh...,"

"Iih, lebaynya..,"

"Haha," aku dan Rido tertawa bersama. Dibalik kesedihan akan akan ada kesenangan. Kesedihan itu adalah kebahagiaan yang tertunda. #Ea

Tapi masalahnya sekarang adalah tentang perjodohan itu.....

***

Adek KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang