Dua puluh sembilan : Galau

555 20 0
                                    


Aku teringat kertas Cessa yang belum ku kembalikan. Tapi apa iya harus ku kembalikan sekarang? Sedang kulihat Cessa sedang duduk diam menulis. Mungkin menulis kata-kata yang senada dengan tulisannya sebelumnya.

Dalam hati aku bergumam, apa alasan Cessa menyukai cowok seperti Rean. Tapi Rean beruntung, ada juga cewek yang menyukainya dengan tulus.

"Cess, nih kertas lo kemarin gak sengaja jatuh,...," Cessa menatapku agak gugup. "Tenang aja Cessa, lo boleh kok suka sama Rean. Walaupun gue sama Rean dijodohin, tapi gue sama sekali gak suka kok sama dia, jadi woles aja ya," Aku tersenyum menatap gadis kaca mata itu.

"Tap...tapi..Rean sukanya sama lo..," Gadis itu menunduk lagi, ia nampak murung.

"Cess, catet ya gue tuh pacarnya Rido jadi gak mungkin dong gue tunangan sama Rean, jadi lo masih bisa buat ngejar cintanya Rean,"

"Dan yaa, tentu saja lo harus yakin sama perasaan lo, lo harus yakin lo bisa dapetin cintanya Rean. Karena cinta  yang tulus dari lo pasti bisa meluluhkan hatinya Rean."

Cessa tersenyum. Gadis itu sebenarnya cantik, tapi mungkin pembawaanya yang terlalu cuek dan pendiam yang menyembunyikan kecantikannya.

"Gue percaya lo bisa, jadi lo harus usaha dari sekarang,"

Cessa mengangguk, " Ya, gue coba," ucapnya penuh semangat.

***

Rido tak kelihatan mondar-mandir dari tadi, biasnya pas istirahat dia sudah ada didepan kelasku. Jadi kuputuskan untuk mencari dia lanhsung ke kelasnya.

Rido melamun, tatapannya kosong. Tubuhnya boleh saja ada di depan kelas berlabel X 1PA 1 tapi pikirannya entah sedang berpergian kemana. Perlahan aku mendekati cowok itu.

Aku menepuk pundaknya pelan, sambil memanggil namanya. Ia tak mengubris, masih asyik dengan lamunannya. Sekali lagi kupanggil namanya. Ia masih diam. Serius amat, Do!

"Rido," dan untuk ketiga kalinya ia pun menoleh. "Hah? Iya? Apa? Eh, Dressi?" Ia menatapku kikuk.

"Hemm, lagi mikirin apaan sih lo? Khusyuk banget, sampe-sampe gue yang udah dari tadi dideket lo gak lo hirauin.?!"

"Gak lagi mikirin apa-apa kok," ia tersenyum lesu. Aku tahu pasti dia lagi menyembunyikan sesuatu. Aku terus memaksanya untuk membuka suara sampai akhirnya dia bilang, "Gue khawatir aja, soalnya UN kelas XII kan bentar lagi...dan itu artinya...,," suaranya terhenti. Cowok itu menatap ke arah lain. "Itu artinya bentar lagi, lo bakal jadi tunangannya Rean,"

"Dan bodohnya gue, sampai saat ini, gue belum ada rencana apapun buat batalin pertunangan kalian," sambungnya. Ia berdiri dan menendang angin sebagai bentuk kekesalannya.

"Dress...," aku menatap ke arah cowok itu.

"Maafin gue,"

Aku tersenyum menanggapi Rido.

"Tenang Do, kalo jodoh mah gak akan kemana...," jelasku.

Tapi sejujurnya mungkin aku lebih khawatir dan takut dibanding Rido. Takut kehilangan cowok aneh, labil, romantis, penuh kejutan, pengertian,dan baik macam dia. Cowok yang selalu ada aja cara buat bikin hatiku berbunga. Cowok yang cuma ada satu di bumi. Rido.

***

Kafetacinta

"Kita makan siang di sini ya," Aku mengangguk. Rido kemudian memilih tempat duduk yang pas buat kami berdua.

Dan beberapa saat kemudian makanan pun datang. Tak sabar rasanya menyantap hidangan makan siang kali ini. Udah laper dari sekolah soalnya.

"Dress,"

Adek KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang