Tiga Puluh

508 17 0
                                    

"Lo kenapa sih suka sama Rean, Cess?" Cessa tersenyum mendengar pertanyaanku. Waktu itu aku dan Cessa berada di taman sekolah.

O..iya, sebagai informasi Ratna sedang pergi ke rumah kakeknya selama tiga hari untuk menjenguk kakenya yang sedang sakit. Makanya aku kali ini di temani Cessa.

"Gue berdoa sama Tuhan supaya di kasi pacar sebelum gue....," Aku penasaran apa yang ingin dikatakan gadis ini selanjutnya.

"Ah..pokoknya gue berdoa sama Tuhan supaya bisa jatuh cinta, dan akhirnya Tuhan menjatuhkan pilihan gue ke Rean," ucap Cessa sambil tersenyum riang.

"Tapi Rean tuh jahat banget kan sama lo? Kenapa lo masih bisa suka sama dia?" Tanyaku penasaran. "Karena gue yakin suatu saat, marahnya Rean sama gue akan berubah jadi cinta,"

Aku menatap dengan lekat gadis ini, aku suka dengan keyakinanya yang begitu besar. Aku suka semangatnya. Gadia yanh pendiam dan tampak lemah ini terliha bahagia hari ini, ia tak berhenti tersenyum.

Di tatapnya pemandangan yang luas di taman, namun tak sengaja Rean lewat di taman. Cessa senang luar biasa, terlihat dari wajahnya yang bersemu. Rean mendekati kami.

"Dressi, lo udah sehat? Kemarin gue ke rumah lo kata Mama lo, lo sakit?" Oh ya kemarin pas Rean mau jemput. Aku berpura-pura sakit karena tidak mau ikut bersama Rean. Aku mengaangguk keras, mengiyakan kalau aku benar-benar sakit.

Rean menyentuh keningku. Memeriksa apakah aku masih sakit atau enggak.

"Lo udah gak sakit kan? Jadi pulang sekolah, kita langsung ke toko perhiasaan buat beli cincin. Lo gak boleh nolak, ngerti?!"

"Ya ampun Rean, kok lo maksa gitu sih. Iya sih gue udah gak sakit, tapi kata dokter, gue harus istirahat full hari ini, supaya gue bener-bener pulih. Sedangkan kalau gue ikut sama lo nanti, pasti gue gak bisa istirahat, terus jadinya gue sakit lagi. Emang lo mau liat gue sakit lagi?"

"Gimana kalo Cessa aja yang temenin lo beli cincin ?" Cessa tampak kaget mendengar ucapan ku. Rean juga.

"Gue itu tunangan nya sama lo, bukan sama dia,"ucap Rean sambil menunjuk Cessa. Cessa menunduk.

"Tapi lo mau liat gue sakit? Hah? Katanya lo suka sama gue? Bohong banget sih lo?!"

Rean tampak berpikir, menimang usulku agar ia bersama Cessa saja. "Oke bareng si mata delapan, tapi...,"

"Cessa, Rean, bukan mata delapan," sergahku.

"Iya, Cessa, tapi lo jangan ke ge eran, gue mau di temenin sama lo karena Dressila," ucap Rean sambil menatap ke arah Cessa. Cessa mengangguk. Dan gadis itu terlihat bahagia sekali.

***

"Hallo my kesayangan, lo kenapa senyum-senyum sendiri, lagi liat apa?" Ucap Rido, saat menghampiriku yang sedang berdiri di dekat kelas, saat sedang melihat Rean membonceng Cessa untuk ke toko perhiasan.

"Itu..," aku menunjuk Cessa dan Rean.

"Si Rean lagi sama Cessa? Mau kemana mereka?" Tanya Rido penasaran.

"Beli cincin," jawabku santai. Rido tampak keheranan. Lalu aku mejelaskan apa yang terjadi. Rido mengangguk paham.

"Seru ya kalo Cessa sama Rean, terus gue sama lo," ujar Rido kemudian, ia sambil tersenyum manis.

Aku mengangguk setuju. "Andai saja...,"

***

"Lo suka cincinnya?" Tanya Cessa padaku di suatu pagi di kelas. Aku mengangguk lemah. Aku suka cincinnya tapi entahlah, aku hanya tidak suka dengan keadaan ini.

"Selamat ya Dress, bentar lagi lo sama Rean bakalan resmi tunangan," ujar Cessa. Ku perhatikan gadis itu, ia tampak agak pucat hari ini.

"Gak tau Cess, gue gak pernah bahagia sama pertunangan gue," keluhku. Cessa hanya tersenyun simpul. Ia berdiri dari duduknya, katanya mau keluat sebentar. Tapi begiu sampai di depan pintu gadis itu jatuh pingsan.

Sontak aku langsung menghampiri Cessa yang tergeletak tak berdaya.

"Cessa, bangun lo kenapa? Cessa bangun Cessa," Aku mulai panik, dan tak berapa lama datanglah Rean. Cowok itu juga terlihat panik. Namun dengan sigap Rean kemudian membopong tubuh lemah Cessa menuju UKS.

***
Aku melihat pancaran rasa panik dari wajah Rean. Cowok itu terlihat sangat khawatir dengan keadaan Cessa yang terbaring lemah saat ini.

"Re...," panggilku pelan. Cowok itu menoleh. " Hm..gue mau keluar, biar lo aja yang jaga ni cewek. Buat apa gue buang waktu di sini," ujar Cowok itu. Tapi jelas dari nada dan cara bicaranya, dia tak sepenuhnya mengatakan apa yang ingin dia katakan. Terlihat jelas kalo Rean juga peduli dengan keadaan Cessa saat ini.

Cowok itu kemudian berlalu. Meninggalkan ruang UKS. Namun sebelum itu ia menoleh sebentar, memastikan keadaan Cessa sekali lagi. Tapi ia seakan ingin terlihat tidak peduli dengan keadaan Cessa tapi aku tahu cowok ini peduli.

Tak lama Cessa kemudian sadar. Wajahnya semakin pucat.

"Gue dimana?" Ucapnya lemah.

"Lo di ruang UKS tapi bentar lagi lo bakalan dirujuk ke rumah sakit, kata dokter sih buat tes darah sekaligus buat mastiin keadaan lo," ujarku mejelaskan apa yang ku dengar dari dokter tadi.

"Plis, gak usah bawa gue ke rumah sakit, gue gak papa, gue sehat, gue gak sakit kok," ucap Cessa meyakinkan ku.

"Tapi Cessa...,"

***
Aku meraih kertas putih yang tadi di pegang Cessa. Surat hasil pemeriksaan dia. Dan ternyata Cessa mengidap kanker otak stadium akhir.

"Tinggal bentar lagi, entah kapan tapi, tinggal bentar lagi. Tinggal menghitung hari gue bakal pergi....," ungkap Cessa sedih, cewek itu menangis.

"Cess....,"

"Tapi sebelum hari itu gue berdoa sama Tuhan semoga, gue bisa deket sama Rean. Cowok yang pertama gue jatuh cinta, dengan segala kelakuannya yang entah kenapa buat gue suka sama dia. Dress, maafin gue kalau ternyata gue suka sama tunangan Lo," Aku menggeleng, meyakinkan Cessa bahwa tak masalah kalau dia menyukai Rean. Aku justru mendukung hal itu.

"Dress, makasi lo udah mau jadi sahabat gue," Aku mengangguk dan memeluk gadis itu. Air mataku mengalir deras. Dalam tangis aku menguatkan gadis itu.

"Cessa, lo harus sembuh,"

***




Adek KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang