Kencan

13.7K 1.3K 108
                                        

*Usia 5 tahun*

"Mei, ke toko buku, yuk?" pinta Masha di sore hari.

"Toko buku? Mau beli buku apa, Kak?"

"Buku dongeng, Mei. Buku mewarnai juga. Terus sama buku buat belajar nulis."

Bila tersenyum senang melihat permintaan Masha. Akhir-akhir ini dia memang senang mengenalkan buku baru kepadanya. Masha pun sudah mulai lancar membaca. Buku dongeng yang biasanya dibacakan, sekarang berganti Masha yang membaca dan mendongeng untuknya.

"Ya udah, nanti pergi sama Ayah, ya? Besok Ayah libur," tawar Bila kemudian.

"Memei ndak ikut?"

"Iya. Memei di rumah aja. Capek kalau buat jalan-jalan, kan lagi bawa dedek. Ntar malah Kak Masha ndak bisa main juga di sana."

Bila menjelaskan secara singkat. Ke Toko Buku versi Masha itu tidak hanya sekadar belanja buku. Dia akan mengajak mampir ke timezone dan berakhir menyantap ayam favoritnya. Dengan perut yang sudah tidak kecil, dia memilih aman. Membiarkan ayah dan anak pergi berdua tidak ada salahnya. Toh, mereka juga sudah sering melakukannya.

"Oh ... begitu."

Masha mengangguk paham. Dia melirik jam di dinding yang menunjukkan jarum pendek pada angka lima. Dahinya mengerut nampak berpikir.

"Mei, ini udah jamnya Ayah pulang, kan? Kok belum datang?" tanyanya pada akhirnya, mengungkapkan keheranan.

Bila mengikuti arah pandang Masha. Jam lima sore, biasanya memang jam pulang dari suaminya. Namun, untuk hari Jumat tidak demikian. Khusus hari tersebut sering pulang telat karena membereskan pekerjaan mengingat akan libur.

"Sebentar lagi, Kak. Jalanan macet mungkin."

Masha mengangguk lagi. Dia kembali sibuk menonton televisi yang sejak tadi sudah diabaikan. Hingga akhirnya adzan Maghrib mulai berkumandang. Dimatikannya televisi dan langsung berjalan menuju kamar, mencari ibunya yang ternyata sedang melipat pakaian.

"Meiii," panggilnya.

Bila menghentikan pekerjaan. Dilihatnya Masha yang menampakkan wajah kecewa. Ehm, lebih tepatnya terlihat seperti awan mendung yang menghalangi cahaya matahari. Redup.

"Kenapa, Kak?"

"Ayah belum pulang juga. Lama!"

"Ya sabar dong, Kak. Sebentar lagi pulang kok."

Suasa ketukan pintu terdengar. Tak lama diikuti suara salam yang sangat akrab di telinga. Masha yang mendengar langsung bersorak senang.

"Yeay! Ayah pulang!" teriaknya girang sambil berlalu dari kamar.

"Ayahhh! Ayahhh! Ayahhh!"

"Salamnya, Kak."

"Wa'alaikumsalaam. Ayah kok lama, sih?"

Bila mendengar suara obrolan yang mulai terdengar jelas. Keduanya ternyata sudah sampai di depan pintu kamar. Terlihat Masha berada dalam gendongan ayahnya dengan senyum lebar. Dia tersenyum geli melihat keduanya. Lalu, berdiri dan menyambut orang yang telah menemaninya dalam enam tahun terakhir. Momen inilah yang sangat disukainya, saat Kak Daffa mencium keningnya. Katanya, itu menghilangkan lelah setelah bekerja.

"Macet? Dari tadi Masha nanyain terus, baru aja dia ke kamar sambil manyun nanya kenapa Ayah nggak pulang-pulang," adunya.

"Woo, Kak Masha nungguin Ayah?"

Masha mengangguk cepat.

"Ya sudah, sekarang Ayah mandi dulu, ya. Udah adzan. Kakak ambil wudhu dulu sama Memei terus tungguin Ayah buat shalat bareng."

Catatan Harian MashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang