"Kamu sibuk banget, Kak?" tanya Daffa saat melihat Masha melipat meja belajarnya.
"Besok Kak Masha mau lomba, Yah," jawab Masha yang kali ini sudah menyusun pensil warnanya.
"Di mana, Kak?"
Bukannya menjawab, Masha justru menoleh ke kanan dan kiri, terlihat tidak menyimak dan sibuk sendiri.
"Kok kurang satu?" gumamnya pelan sambil menyibak buku yang ada di hadapannya.
Masha beralih mengamati pewarna yang sudah dia susun.
"Kuning ada, hijau ada, biru... Yah, kok warna merahnya ndak ada, Yah?" protesnya kepada sang Ayah.
Daffa menggelengkan kepala geli. Belum ada lima menit dia menghampiri Masha, sudah dapat pertanyaan yang tak diketahui jawabannya.
"Cari dulu atuh, Kak."
"Udah, Yah. Udah dicari ini dari tadi."
"Coba Kak Masha berdiri."
Masha mengikuti perintah ayahnya. Pada saat yang sama pensil warna merah terjatuh dari roknya. Rupanya sejak tadi ada di pangkuan Masha. Anak itu tergelak, yang kemudian disusul tangisan bayi. Ups, lepas kontrol.
"Maaf, Mei! Abisnya tadi Kak Masha nyari ini ndak ketemu, ndak tahunya ada di rok Kak Masha," ujar Masha menyambut kedatangan ibunya yang menggendong Naufal. Senyum geli tak lepas dari wajahnya.
Bila tersenyum tipis. Kalau sudah melihat wajah Masha seperti sekarang, bagaimana mungkin dia bisa marah. Ck.
**
"Ayah, tadi Kak Masha juara mewarnai lho! Paling cepat mewarnainya," lapor Masha dengan semangat ketika ayahnya pulang dari bekerja.
"Wah, pintarnya anak Ayah. Dapat hadiah apa?"
Masha menggeleng. "Ndak dapat, Yah?"
"Kok begitu?"
"Iya, tadi Daun sama Hanan juga juara. Semua ndak dapat hadiah."
"Kak Masha sama teman-teman pintar semua ya berarti. Terus tadi di sana dikasih apa sama Bu Guru, Kak? Acaranya ngapain aja?"
"Tadi, ada nyanyi gitu, Yah. Terus habis itu mewarnai, kata Bu Guru yang sudah selesai boleh pulang. Oh iya, pas mau pulang dikasih nasi kuning. Ada telur buletnya satu."
Masha bercerita dengan semangat. Wajah di hadapannya pun tampak semangat pula menyimak. Padahal, tanpa menyimak pun, Daffa sudah tahu cerita ini dari Bila. Intinya, Masha tidak juara, karenanya tidak dapat piala. Namun, tak ada salahnya mengiyakan ucapan Masha, kebahagiaan bisa memotivasinya untuk lebih semangat mengikuti lomba lainnya, alih-alih kecewa. Dulu, pernah sekali Masha kecewa tidak mendapatkan hadiah lomba hafalan doa di TPA karena memang tidak menang. Butuh waktu bagi mereka untuk membujuknya mau kembali mengaji. Solusinya adalah dengan membungkus dua buku dengan kertas kado, dan mengatakan itu adalah hadiahnya. Masha juara harapan, tetapi kemarin hadiahnya ketinggalan. Barulah, Masha kembali mau mengaji. Hikmahnya, dia menjadi lebih semangat menghafal doa karena ingin menjadi juara pertama dengan hadiah satu pack buku. Dunia Masha sesederhana itu.
**
Tidak ada yang salah dengan memberi penghargaan atas prestasi seorang anak. Walaupun motivasi belajar masih keliru, setidaknya bisa membuatnya lebih bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Harian Masha
HumorIni cerita tentang seorang anak bernama Masha. Ini bukan cerita tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik dan benar, melainkan hanya hal-hal sederhana yang sering dijumpai pada anak-anak.