"Yah, lihat dong. Kakak dapat ikan dua tadi pas outbound. Satu buat Kak Masha, satu lagi buat adek. Namanya Masha sama Naufal ya, Yah."
Masha bercerita seru pada ayahnya yang sedang menunggui Naufal bermain. Satu kantong plastik berisi dua ikan kecil ditaruhnya di lantai.
"Tadi tuh, Yah. Di sana Kakak berenang bareng teman-teman, airnya sampai kayak susu. Naik ban juga. Terus ada terapi ikan gitu, Yah. Hiih, Kakak geli kakinya digigitin."
Daffa tertawa melihat Masha meringis, memraktekan ekspresi gelinya. Hari ini adalah hari H perjalanan outbound Masha dan ibunya. Sementara itu Naufal ada dalam pengawasannya. Menjaga Naufal dalam waktu setengah hari saja terasa sangat melelahkan, apalagi jika seharian. Kalau sudah begini, kadar sayangnya pada Bila akan bertambah berkali-kali lipat.
"Memei mana, Kak?"
"Di belakang, Yah. Memei jalannya lama, jadi Kakak tinggal."
Suara salam dari pintu masuk mengalihkan perhatian. Di sana, Bila menggendong tas Masha dengan goodie bag di tangan kanan. Tidak perlu menunggu lama, Bila langsung bergabung dengan yang lain. Dihempaskannya goodie bag yang ada di tangan.
"Fuhhh, capek banget rasanya. Memei sekarat, Kak."
Daffa paham jika istrinya hanya akan mengeluh ketika benar-benar lelah. Dia mengulurkan tangan untuk memijat pundak yang sekarang sudah bersandar padanya.
"Memangnya di sana ngapain? Kakak biasa saja itu."
"Tadi tuh yang ibu-ibu outbound sendiri, Yah. Jadi dipisah sama anak-anak. Diminta ke kali ambil air pakai plastik terus dikumpulin di atas, udah capek ending-nya itu air buat lempar-lemparan sama kelompok lain. Udah basah begitu lanjut susur parit. Jalan di air kan susah. Tahu gitu tadi aku ajakin Naufal, jadi tinggal nunggu aja, nggak ikutan capek."
"Kakak juga capek banget kok, Yah, Dipijitin juga," sahut Masha tiba-tiba.
Daffa tergelak. Kini Masha sudah duduk manis di pangkuannya, meminta perhatian. Dia tak mau kalah dengan ibunya.
"Yahhhhh! Ayahhh!"
Si Kecil tak mau ketinggalan. Naufal merangkak cepat ke arah ayahnya dengan tangan meminta kakaknya pindah.
"Caaaa, ndahhh!"
Namun, bukan Masha jika dengan mudah mau mengalah pada adiknya. Putrinya justru anteng di pangkuan.
"Kak, adiknya pinjam ayah sebentar," ujar Daffa menengahi Masha yang yang kukuh tak mau pindah.
"Kan tadi seharian udah lama adek sama ayah, gantian dong."
Beban di pundak kanannya terangkat. Istrinya kini sudah bangkit dari posisi malas. Raut wajah kelelahan yang tadi nampak sudah berubah cerah.
"Dek Naufal sama Memei, yuk? Mau minum?"
Inilah yang membuat Daffa paling malas ketika Senin datang. Berada di rumah bersama keluarga adalah hal paling menyenangkan baginya. Dia tersenyum puas ketika Naufal langsung melupakan pertengkaran dengan Masha dan merangkak cepat pada Ibunya. Hm, walaupun sudah mulai belajar jalan tetap saja bungsunya ini senang sekali merangkak.
"Yah, beli akuarium, yuk!" pinta Masha tiba-tiba
"Mahal, Kak. Tanggal tua," jawab Bila cepat.
"Terus ikannya gimana, Mei? Kasihan ndak punya rumah. Kalau Ayah ndak punya uang, sembelih ayamnya kakak aja gimana? Kan tabungan ayamnya ada dua."
Pertanyaan Masha membuat Daffa geleng-geleng kepala. Entah sudah berapa kali putrinya menawarkan untuk membuka tabungannya ketika alasan tidak punya uang diutarakan. Kalau diijinkan, pasti Masha tidak punya tabungan lagi.
"Katanya mau buat beli sepeda baru, Kak."
"Oh, iya lupa," Masha menepuk dahinya, "Kakak kan mau sepeda anak gede."
"Kasihan kamu Ikan ndak punya rumah. Nanti kalau kucing dateng minta makan terus kamu dimakan gimana?"
Masha berceloteh pada ikan yang ada di kantong plastik. Hal itu seperti kode keras untuk kedua orangtuanya.
"Digoreng aja gimana, Kak?" tawar Bila.
"Kasihanlah, Mei. Dia masih kecil. Ayam aja dipotongnya kalau udah gede. Kata Memei kan kita ndak boleh buru-buru, harus sabar nunggu. Kalau mau digoreng ya biar gede dulu."
Bila langsung diam. Hm, inilah yang dinamakan senjata makan tuan. Perkataannya dulu saat ini digunakan oleh Masha.
Serah kamu deh, Sha!
"Dititipin ke Kakung aja, Kak. Kolam ikannya Kakung kan gede. Di sana nanti ikannya punya banyak temen. Gimana?"
Masha yang mendengar tawaran dari ayahnya langsung berbinar.
"Wah, iyaaa! Di kakung kan banyak ikan. Ayo Yah kita ke Kakung sekarang!"
"Nanti, Kak. Kalian kan baru pulang, tuh Memei aja masih capek."
"Memei di rumah aja sama Dek Nopal."
Masha dengan kemauannya. Kalau dibiarkan semua mau serba cepat dan segera.
"Kakung sama Uti juga lagi istirahat kali, Kak. Capek abis kasih makan burung, ikan, kelinci, sama ayam. Nanti sore aja ke sana. Sekarang Kakak tidur dulu. Itu Dek Naufal juga sudah ngantuk."
"Ya udah deh. Kakak juga ngantuk kok. Gendong ke kamar, Yah."
Masha akhirnya mau mengalah. Akan tetapi sisi manjanya tetap tak terlupakan.
-Karena yang terburu-buru itu hasilnya tidak akan maksimal-
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Harian Masha
فكاهةIni cerita tentang seorang anak bernama Masha. Ini bukan cerita tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik dan benar, melainkan hanya hal-hal sederhana yang sering dijumpai pada anak-anak.