"Meiiiii, beliin kerupuk setoples, Mei!" ujar Masha begitu sampai di rumah.
"Itu setoples apa, Kak?" tunjuk Bila pada setoples berisi kerupuk udang.
"Bukan kerupuk itu, Mei! Itu lho kerupuk yang suka dibawa naik motor di belakang."
Bila memandang Masha heran, tidak mengerti apa yang dimaksud oleh putrinya. Kerupuk yang suka dibawa naik motor di belakang?
"Yang mana sih, Kak?"
"Itu lho, Mei! Kerupuk yang dijual di Mbak Ning. Biasanya dikalengin warna hijau. Kaleng kayak serok sampah. Yang bolong-bolong kerupuknya."
Bila terdiam, mereka kalimat Masha dengan pelan, berusaha memahaminya.
"Kerupuk putih yang suka dijual di tukang bakso sama mie ayam itu lho, Mei. Kerupuk buat lomba."
Daffa yang baru saja muncul untuk mengambil air minum menimpali, seakan memberi pencerahan. Bila langsung mengangguk paham dan bergumam pelan.
"Oalah, kerupuk itu."
"Tapi, kamu kan nggak suka kerupuk itu, Kak. Sukanya kerupuk udang yang di toples, kan?" tanya Bila sambil menunjuk toples sebelumnya.
"Kakak mau ajakin Daun lomba makan kerupuk, Mei. Nanti buatin tali di teras, ya."
"Lho, kan tadi sudah lomba?"
"Tadi lombanya yang menang Kak Deni, Mei. Makanya Kakak mau ajakin Daun latihan, biar besok kalau lomba bisa menang," jelas Masha yang membuat Bila menggelengkan kepala.
Latihannya sekarang, lombanya tahun depan lagi ya, Kak?
**
"Ayah, Kakak capek," adu Masha selepas Maghrib.
"Terus?" tanya Daffa dengan kalem. Dia tahu betul aksi mengadu ini akan berakhir dengan minta absen untuk hafalan.
"Kakak tadi habis ikut lomba, tapi ndak menang. Terus kan kalau ndak menang, kata Ayah Kakak ndak boleh sedih, harus latihan lagi, semangat lagi. Ya udah, Kakak latihan sama Daun di rumah. Tapi susah banget buat makan kerupuk. Mau makan kerupuk tinggal dipegang aja kok pakai ditali toh, Yah? Kan Kakak jadi capek mangap-mangapnya, soalnya tangan ndak boleh megang kerupuk, mana talinya gerak-gerak."
Suara tawa tertahan dari istrinya yang sedang memangku Naufal membuat Daffa tersenyum. Inginnya dia juga ikut tertawa mendengar aduan Masha, tetapi putrinya ini tidak suka jika ceritanya ditanggapi dengan tawa dan akan berujung ngambek. Apalagi kalau kasusnya sedang serius sekarang. Begitu pun sebaliknya, ketika Masha sedang berusaha menceritakan hal lucu, dia harus tertawa meskipun aslinya garing.
Ehm.
Daffa berdeham, membuang rasa geli dari cerita Masha. Entah kenapa ketika putrinya berkata mangap-mangap, bayangan ikan di kolam yang berebut makanan langsung terngiang di kepala. Kemudian sebuah pemikiran lain melintas di kepala.
"Susah banget ya, Kak makan kerupuknya?"
Masha mengangguk cepat.
"Kalau kerupuknya dipegang pakai tangan gampang makannya?"
"Gampang banget, Yah!" jawab Masha semangat.
"Nah, begitu juga apa yang dirasain teman-temannya Kakak yang tangannya lagi sakit, Kak. Waktu di mall Kakak juga lihat ada adek yang naik kereta dorong tapi tangannya ndak ada, kan? Ingat, Kak?"
"Ingat, Yah. Yang disuapin suster, kan?"
"Betul. Tadi Kakak tahu kan gimana sulitnya makan tidak pakai tangan? Satu kerupuk aja susah karena tidak dipegang. Jadi, apa yang harus Kakak lakuin? Katakan alham—"
"Alhamdulillah ya, Allah. Terima kasih sudah kasih Kakak dua tangan yang ndak sakit. Semoga tangan teman-teman yang sakit cepat sembuh biar bisa makan kerupuk dipegang pakai tangan."
"Aamiin."
Daffa tersenyum puas. Selalu ada hal-hal kecil yang bisa dijadikan pelajaran untuk Masha.
"Setoran hafalan, Kak."
Suara lain mengingatkan.
"Yahhhh, Memei!"
Masha berkata sambil memandang ibunya dengan tatapan protes karena mengingatkan soal hafalan.
**
"Yah, beta itu apa?" tanya Masha dalam perjalanan pulang setelah acara upacara 17-an di dusunnya.
"Beta?"
"Iya, itu tadi lho, Yah. Pas lomba kan ada lagunya Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya."
Daffa terdiam. Oh, ternyata yang dimaksud beta adalah lirik lagu yang diputar tadi. Dia tahunya beta itu bahasa dalam pekerjaannya, versi trial.
"Beta itu saya, Kak."
"Saya? Kak Masha dong?" tanya Masha lagi.
"Jadi tanah air Masha gitu, ya? Ada nama Air, tapi kok nama Kakak diganti beta?"
Daffa mengusap kepala, bingung penjelasan apa yang harus disampaikan agar Masha mengerti. Hm, kenapa juga Masha harus punya teman yang bernama Air, jadi ribet kan?
"Eh, itu Memei lagi suapin adek makan, Kak. Gih kasih balonnya sekalian coba tanya Memei soal beta tadi."
Ide cemerlang. Terkadang hal-hal sederhana yang tidak bisa dijawabnya, bisa dengan mudah diatasi oleh istrinya. Pun sebaliknya.
"Dek Nopalllll! Nih, balon buat adek warna merah. Kakak yang warna putih," ujar Masha.
"Wah, baiknya Kakak. Dek Naufal bilang makasih ke Kakak," ujar Bila sambil menerima uluran balon dari Masha dan memberikannya pada Naufal.
"Cihhhh, Kak Caaa."
Jawaban tidak jelas dari Naufal membuat Daffa tersenyum. Sebentar lagi putrinya pasti akan komplain karena dipanggil sama dengan tantenya, Caca.
"Kak Masha, Dek. Bukan Kak Ca."
Nah....
"Tadi mau nanya ke Memei katanya, Kak?" ujarnya kemudian untuk mengalihkan protes Masha yang berulang setiap kali Naufal memanggilnya.
Naufal yang masih bayi memang mengikuti kebiasaan orang lain memanggil Masha dengan sebutan Kak Masha, tetapi baru bisa mengucapkan ujungnya dengan cadel. Meskipun mereka tidak lagi memanggil Masha dengan Kak Masha dan mengubahnya dengan 'kakak' saja, tidak demikian dengan tetangga sekitar.
"Oh iya, lupa!" Masha berkata sambil memegang kepala. "Mei, beta itu apa toh, Mei? Kok tadi di lagunya Indonesia tanah air beta gitu."
"Beta itu sama dengan saya, Kak. Jadi artinya Indonesia tanah air saya, begitu."
"Bukan Indonesia tanah air Masha gitu? Ada Air, ada Kakak juga."
Istrinya yang tertawa tak urung membuat Daffa ikut tertawa.
"Bukan, tanah air itu bukan tanahnya Air teman Kakak. Tanah air itu Negara, Kak. Jadi artinya Indonesia negara saya, kurang lebih begitu. Beta itu sama kayak yang di Diva itu lho, Kak. Siapa temannya Diva yang suka ngomong beta?"
"Febi!" Daffa menjawab cepat. Dia langsung teringat tontonan kartun Masha ketika istrinya menyebut Diva. Dia sering menemani Masha menontonya, terkadang memberikan nasehat agar putrinya tidak langsung menirukan apa yang ditontonnya. Bisa bahaya kalau isengnya Tomi ditiru.
"Nah iya, Febi. Misal Febi bilang beta mau makan, artinya saya mau makan, Febi mau makan, begitu."
"Oh begitu." Masha mengangguk paham.
"Jadi, boleh dong lagunya diganti Indonesia negara Masha, pusaka abadi nan jaya."
Masha kembali berkata sambil menyanyikan lagu yang sudah diubah liriknya.
Terserah kamu deh, Kak.
Nb.
Jadi, apa arti merdeka bagimu? Makan kerupukkah kayak Kak Masha? ^^
Btw, Diva di sini Diva the Series yang ada di youtube ya, bisa cek di mulmed.
Regards
Alya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Harian Masha
HumorIni cerita tentang seorang anak bernama Masha. Ini bukan cerita tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik dan benar, melainkan hanya hal-hal sederhana yang sering dijumpai pada anak-anak.